BAB 6

2.1K 80 4
                                    

Aku harap aku nggak akan menyesali keputusanku kali ini.

Menikah dengan Bian, lalu hidup menjadi istrinya. Menghabiskan sisa hidup di dunia ini sama dia.

Aishh, apaan!

Nggak usah sejauh itu mikirnya. Aku nggak ada bayangan sama sekali bisa hidup bahagia, tentram dan aman di masa depanku nanti. Dengan adanya Bian yang sifatnya resek, nyebelin, ngeselin, kampret dan sederet sifat aneh bin nggak jelasnya itu, aku beneran nggak yakin bisa ada akhir yang bahagia nantinya.

Padahal prinsipku adalah menikah satu kali seumur hidup. Tapi kalau begini aku...

"Rere!"

Aku segera menoleh ke arah sumber suara itu berasal. Tante Wina dan Ibu memanggilku. Ibu melambaikan tangannya, memintaku untuk mendekat ke arah mereka.

Sekarang ini aku dan dua wanita paruh baya ini sedang berada di Butik gaun pengantin. Sepertinya sih di sini lah tempat Ibu dan Tante Wina memesan gaun yang akan aku pakai saat akad dan resepsi nantinya.

Ibu sedang memegangi gaun berwarna putih. Seleranya cocok sama aku yang emang suka dengan motif simpel tapi elegan. Sekali lihat aja aku langsung tertarik sama gaun yang lagi dipegang Ibu itu. Cantik soalnya.

"Itu Bagus, Bu." Kataku berkomentar.

"Iya, emang. Kamu pintar milihnya, Re!" Sahut Ibu yang bikin aku mengernyitkan dahi, bingung.

Aku milih? Kapan milihnya coba?!

Ibu emang suka gitu. Suka nggak pekaan. Kenyataannya apa nyangkanya apa. Sama kayak soal gaun ini juga. Nyangkanya aku yang milih, padahal bukan. Aku tebak sih ini Mbak Citra yang milih. Soalnya selera kami kan suka kompakan. Lagian selama ini yang ngurusin acara itu sekalian pernak-perniknya kan Mas Aji. Sebagai pasangan kompak pastilah mereka bahu membahu soal ini juga. Nggak heran.

"Iya, Re. Selera kamu emang bagus. Nggak diragukan deh. Makanya kamu bisa milih bi... eh, maksud Mami gaun resepsinya yang cantik banget!"

Aku nyengir aja. Bingung mau nanggapin apa. Padahal yang milih juga bukan aku. Yaudah lah ya, biar aja para ibu-ibu ini berspekulasi sendiri.

"Cobain dong, Dek. Ibu mau liat!" Seru Ibu menyodorkan gaun putih yang dipegangnya itu padaku.

"Iya, Sayang. Mami juga mau lihat. Pasti cantik banget, deh!" Tante Wina tertawa kecil. Diikuti oleh Ibu yang berdiri di sebelahnya.

Mau nggak mau harus mau ini sih. Emang nggak ada pilihan kecuali aku harus nyobain gaun itu walaupun malas banget sebenarnya. Apalagi saat melihat ekspresi dua wanita di depanku yang kelihatannya excited banget itu, sudah lah beneran susah nolak deh aku. Nyerah, nyerah!

Aku menghela napas lalu berbalik ke arah ruang ganti bersama gaun putih itu di tanganku.

Susah payah aku pakai gaun itu yang ternyata ngepas banget di badan aku. Celah dikit, deng. Tapi tetap aja rasanya pas banget sama tubuhku ini dari ukuran sampai panjang gaunnya semua pas di aku. Seakan-akan emang gaun itu dibuat khusus untukku gitu. Wah banget ini sih, jarang-jarang dapet gaun yang bisa pas badan mungil kayak aku gini.

Mbak Citra emang te-o-pe banget lah. Selalu mengerti seluk beluk tentang adiknya ini. Hehe.

Berkali-kali berusaha mencoba menarik resleting di belakang gaun ini susah payah, tapi tetep aja akhirnya nggak ketarik juga. Huft. Sudah lah. Daripada jadi capek karena resleting itu. Akhirnya aku lebih milih keluar dari ruangan kecil ini, menghampiri kedua wanita yang udah menungguku sejak tadi.

"MasyaAllah, cantiknya..." ujar Ibu dan Tante Wina berbarengan. Mereka berdua emang klop banget deh jadi calon besan. Bisa-bisanya kompakan gitu ngomongnya.

Nikah Tapi Musuh (Old Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang