Pria Tanpa Kacamata

100 3 0
                                    

#1

Waktu itu hari Kamis di Bulan Desember.

Saya sedang dikamar saya memandang Gawai membalas semua pesan yang masuk saat tiba tiba listrik padam. Saya lihat penunjuk waktu di gawai saya, 22:45 WIB. "wah, udeh malem aja", ujar saya kepada saya. Karena tidak mau terganggu ketika sedang asik berbalas pesan dengan kawan lama, saya cek meteran listrik di teras rumah berharap hanya gangguan pada MCB nya.

Saya buka pintu depan rumah, agak berat. Semula saya pikir karena lembab yang mengakibatkan pintu yang terbuat dari kayu itu berjamur. Ketika saya sedang memeriksa ke luar lewat jendela apakah ada sesuatu lain yang menahannya, betapa terkejutnya saya melihat sepasang mata yang terlihat sangat sedih dengan raut wajah yang begitu pucat berada di 5cm seberang jendela. Sontak saya mundur, kemudian saya arahkan senter. Saya ulangi sekali lagi, persis dengan cara sebelumnya saya mengintip keluar. Saya dapati ternyata wajah saya yang terpantul di jendela kaca. Saya menghela napas panjang, "Alhamdulillah eta teh beunguet aing sorangan Bos (Bahasa sunda : alhamdulillah itu tuh muka saya sendiri)", kata saya dalam hati.

Menit berselang, saya sudah diluar, di teras rumah. Di luar begitu dingin, Kalimantan Tengah sangat dingin saat itu sampai rasanya saya ingin merebus ujung kuku jempol kaki saya sendiri. Dingin seperti sedang berada di suatu ketinggian. Saya seharusnya terbiasa dengan dingin, karena pekerjaan saya mengharuskan saya bersahabat dengan suhu dibawah rata-rata, air, malam dan cahaya redup lampu senter. Seharusnya, gelap bukan lawan untuk saya, seharusnya mampu melihat dengan cahaya yang terbatas adalah kelebihan saya, seharusnya saya hanya tertawa sambil terus beraktivitas ketika semua kegelapan malam itu terjadi. Ya, semua itu adalah mati listrik, dengan kondisi hujan besar di luar rumah. Tapi saat itu, saya merasa ada tekanan yang berbeda. Gelap yang cukup meresahkan, dingin yang cukup menyesakkan, hening yang cukup membingungkan. Sampai akhirnya saya tahu, listrik yang padam bukan karena masalah pada MCB rumah, mungkin masalah pada jaringan listrik di Kalimantan Tengah. Sudah biasa bagi daerah yang jauh dari kemewahan Ibukota.

Saya tidak bisa melihat sekitar, karena rumah saya tidak bertetangga dengan siapapun, tidak, sampai jarak 50 Meter ke selatan. Saya kembali masuk ke dalam rumah, menutup pintu dengan mudahnya (?). Seolah masalah pintu macet selesai dalam hitungan menit saya diluar rumah. Saya menuju kamar untuk menggapai senter saya yang lain yang cahayanya lebih terang. Malam itu seolah saya kehilangan kemampuan saya mengendalikan gelap. Sesaat saya masuk kamar, saya dengar suara piring jatuh dari dapur.

PRANK!!

"Kucing kampret", kata saya mengumpat cukup keras. Saya bergegas menuju dapur, tidak untuk melihat piring yang jatuh karena pasti sulit di tengah kondisi yang gelap, tapi untuk menyalakan mesin genset listrik. Dengan tergesa gesa saya melewati dapur menuju gudang untuk mencari genset. Sepertinya piring yang jatuh dan pecah posisinya berada di sisi dapur, karena saya tidak menginjak apapun ketika melewati tengahnya.

Kutemui mesin genset listrik saya tersimpan rapi di ujung menempel di tembok gudang. Saya singkirkan benda-benda yang mengganggu, dan saya tarik mesin genset ke tengah gudang untuk mempermudah menyalakan mesin genset tersebut. Saya rubah semua kenop mesin menjadi "ON" sebelum saya coba tarik tuas picu mesin. Tengah asik mengatur mesin, saya dengar suara siulan dari belakang saya, DAPUR, cukup jauh suara itu. Saya hiraukan suara pertama, tapi tidak untuk suara ketiga yang saya dengar. Penasaran, saya cari sumber suara sambil kesal. "Ganggu wae ucing".

Saya masuk ke dapur, mencari sumber suara, tapi tidak saya temukan apapun, baik kucing maupun piring yang seharusnya tergeletak di lantai dapur. Merasa dibecandai, saya kembali ke gudang dengan perasaan kesal yang semakin kesal karena ketika saat itu, saya dapati Mesin Genset yang sudah saya tarik letaknya, tiba tiba Kembali menempel di ujung gudang, sangat kebingungan lagi saya ketika saya coba menyingkirkan kembali benda-benda yang mengganggu yang sebelumnya sudah saya singkirkan. Merasa ada yang tidak beres, saya bergegas menuju genset, menariknya ke tengah, menyalakan mesin genset dengan segala cara agar cahaya kembali datang mengusir kegelapan yang saat ini benar benar membuat saya panik. Saya hiraukan suara siulan yang kembali terdengar dan semakin jelas terdengar ketika saya berusaha menarik tuas mesin genset. Kini saya yakin bukan kucing, karena suaranya semakin kecil, namun semakin jelas mendekati telinga kiri saya.

Lima menit saya berusaha melawan takut sambil mengumpulkan tenaga menarik tuas mesin genset. Akhirnya listrik menyala, cahaya datang, siulan berhenti, entah hilang atau tersembunyi di balik suara mesin genset yang memecah keheningan malam. Saya kembali ke kamar, mengunci pintu, dan mencoba berpikir tenang sambil membakar sebatang rokok ditangan. kembali saya runut satu persatu kejadian aneh malam itu, dan coba mencari jawaban logis nya. Sungguh tidak masuk di akal, bagaimana genset yang sudah saya tarik ke tengah, benda benda yang saya geser, semua kembali ke posisi semula seolah belum ada yang menyentuhnya. Piring yang tidak saya temukan dimana pun di lantai dapur, suara siulan yang saya tidak temui sumber suaranya. Aneh, sungguh tidak masuk di akal saya. Apakah semua hanya perasaan saya saja?

Saya coba cari hal paling logis untuk menjelaskan semua peristiwa. Satu-satunya Yang bisa sedikit menenangkan saya hanyalah kenyataan bahwa wajah yang saya lihat ketika mengintip jendela adalah pantulan wajah saya sendiri.

"Ah hantu cuma tahayul"

Setelah tenang sedikit, saya coba tidur. saya matikan batang rokok terakhir, saya lihat jam sudah menunjukkan 23.55 WIB. "sudah malam sekali rupanya", kataku sambil melepas kacamata. Ketika melihat kacamata tersebut, tiba-tiba gemetar badan saya, merinding tengkuk saya dan tegang dada saya. Saya kembali tegang, meringkuk dibalik selimut, berharap pagi datang lebih cepat dari biasanya. Saya belum bisa tidur sampai pagi, perasaan saya masih kalut karena menyadari semua yang terjadi malam itu sudah tidak lagi masuk akal, apalagi saya melihat dengan sangat dekat wajah laki-laki di seberang jendela yang tidak menggunakan kacamata!

Horror Story of BorneoWhere stories live. Discover now