Uap tipis masih terlihat mengepul dari mug berisikan coklat panas di genggaman Ryujin. Setiap malam menjadi dingin, Ryujin selalu mengenakan sweater rajut kebesaran, celana training, juga kaos kaki warna-warni membungkus kakinya.
Di atas kasur ia duduk bersila, membolak-balikkan halaman dari buku atlas yang sudah lama tidak ia buka. Matanya menelisik setiap detail dari setiap peta yang ada.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" Sementara itu, Hyunjin baru saja masuk ke dalam kamar Ryujin. Ia berjalan masuk, kemudian mengambil posisi tengkurap dengan tangan menopang dagu, ikut mengamati atlas yang Ryujin buka.
"Lo bilang bakal bawa gue ke Taenarum. Tapi gue bingung, Taenarum tuh sebelah mana ya?"
Hyunjin menepuk dahi lantas menyingkirkan atlas Ryujin. "Kamu lupa ya kalau Taenarum itu dunia pararel? Sekeras apa pun kamu mencari tentu saja tidak ada dalam atlas!"
"Dih, ya mana gue tau!"
"Aku sudah memberi tahu kamu tadi siang."
"Kan gue mau cari tahu aja. Emangnya salah?" Ryujin mengerucutkan bibir kesal.
Hyunjin mendesah pelan, gemas dengan Ryujin yang memang terlalu polos atau memang bodoh. "Aku akan membawamu ke Taenarum. Tentunya bukan dengan cara normal."
Ryujin menutup atlasnya lalu membuangnya ke sudut meja dengan asal. Perhatiannya sepenuhnya beralih pada Hyunjin. "Terus gimana?"
"Jam berapa sekarang?"
"Jam 11:55."
Hyunjin mengangguk. "Tepat jam 12 malam nanti, pemandangan di luar jendela kamar kamu bukan halaman rumah, melainkan ruang waktu," kata Hyunjin serius, menatap Ryujin tepat di manik matanya yang sedang berusaha memahami ucapan Hyunjin.
"Maksud lo?"
"Di ruang waktu itu, kamu akan mengalami perjalanan yang tidak bisa otak manusia cerna. Itu terlalu magis. Tepat jam 12 malam, tidak lebih ataupun kurang bahkan walaupun hanya satu detik."
Ryujin menelan ludah. "Lo enggak bohong kan, Jin? Jangan bilang kalo gue kena prank."
"Aku tidak bercanda," jawab Hyunjin mantap yang membuat Ryujin tiba-tiba saja berkeringat dingin. Ia tak pernah menyangka jika hidupnya akan mengalami hal yang ia pikir hanya ada dalam novel-novel fantasi ini.
"Kenapa bisa gitu?"
"Karena memang sudah saatnya kamu pergi."
"Hah?"
Hyunjin melesatkan tatapannya pada manik coklat milik Ryujin. Ia menggeleng, "Kamu akan mengerti nanti."
Ryujin menilik pada jam digital di kamarnya sudah menunjukkan angka 11:59, artinya satu menit lagi ia akan dibawa ke dunia lain, Taenarum.
"Satu yang harus kamu lakukan, Ryujin."
"Apa?"
"Pegang tanganku erat. Jangan sampai terlepas."
"Kenapa?"
"Karena seandainya kamu lepas, kamu akan tersesat di ruang waktu. Artinya, eksistensi kamu bakal hilang di dunia ini."
Tepat setelah Hyunjin menyelesaikan kalimatnya, jam digital Ryujin berbunyi menandakan saat ini tepat pukul 12:00.
"Jangan pernah lepas tanganku," suara Hyunjin semakin serius.
Ryujin mengangguk. "Jangan pernah lepas tangan lo," kata Ryujin mengikuti kalimat Hyunjin.
Hyunjin tersenyum tipis. Tangannya kemudian bergerak membuka jendela, menampilkan spektrum dengan warna yang aneh, yang kalau diperhatikan spektrum tersebut merupakan campuran berbagai warna yang membuat siapa saja merasa pusing.
Tanpa sadar, tangan Ryujin sudah menggenggam tangan Hyunjin erat. Tanpa bicara, Hyunjin dan Ryujin melompat masuk dalam spektrum ruang waktu itu.
Tak banyak yang Ryujin rasakan. Ia hanya merasa bahwa rasanya sulit sekali bernafas, ia juga merasa tercekik, dan lama-kelamaan seperti terhimpit dalam ruangan yang sempit.
Namun, itu tidak berlangsung lama karena setelahnya telinga Ryujin berdengung keras sampai kepalanya terasa amatlah sakit.
"Shin Ryujin."
"Hey, Shin Ryujin, kamu tidak apa?"
"Open your eyes."
"Shin Ryujin."
Ryujin refleks membuka mata. Jantungnya berdetak kencang dan kepalanya terasa sakit.
Wajah Hyunjin memenuhi seluruh penglihatannya. "Maaf, kamu pasti kesakitan sekarang."
Tidak jelas apa yang Hyunjin lakukan, yang jelas tangan Hyunjin menyentuh dahi Ryujin. Ajaibnya, semua sakit yang Ryujin rasakan menghilang, kecuali rasa lemas yang masih ia rasa.
"Gila. Lo itu dapet ilmu dari Ki Joko Bodo ya?" tanya Ryujin serak.
Hyunjin hanya menjawab datar. "Tidak."
Ryujin yang saat ini sedang dalam posisi berbaring, mengedarkan pandang. Ia berada di padang rumput hijau yang luas dengan sinar matahari menyorot hangat.
"Bagus banget."
"Welcome to my universe, Taenarum."
Ryujin berdiri, melangkahkan kakinya yang masih dibalut kaos kaki kelinci menapaki padang rumput luas itu.
"Gue enggak pernah nyangka ada tempat kayak gini! Maksud gue, liat aja, padang rumput luas, dandelion, langit yang beneran biru tanpa polusi, juga anginnya seger banget!"
Ryujin merentangkan tangan, membiarkan angin lembut memeluk dirinya. Hyunjin yang dibelakangnya terseyum tipis. "Ini bahkan belum apa-apa dan kamu sudah takjub. Bagaimana ya reaksi kamu saat melihat Dardania?"
"Ikut aku," sambung Hyunjin kemudian.
Hyunjin berjalan mendahului Ryujin. Mereka berjalan melewati satu bukit kecil. Betapa terkejutnya Ryujin tatkala bukan padang rumput lagi yang ia lihat, namun sebuah kota yang sangat cantik.
"Itu rumahku, Dardania."
Mata Ryujin berkilat takjub. Kota itu indah dengan arsitektur seperti Eropa tua dengan sungai besar mengalir di sebelahnya. Namun, satu hal yang ia kagumi adalah keberadaan istana super megah di atas bukit.
"Mau ikut?"
Ryujin tersadar ketika Hyunjin sudah ada beberapa meter di depannya. "Sini, akan aku tunjukkan Dardania dari dekat."
"Gila, emang bukan kaleng-kaleng si Hyunjin," gumam Ryujin.
Memasuki gerbang kota, Ryujin disambut oleh aura megah dan hangat secara bersamaan. Banyak aktivitas masyarakat disini. Sepintas, semuanya sama persis seperti kehidupan di bumi. Namun, mungkin disini tidak ada teknologi seperti milik manusia bumi.
Orang-orang bayak melakuan jual beli, toko-toko di sepanjang jalan yang berbata, pentas musik jalanan, semuanya persis sama seperti aktivitas manusia di bumi. Samar-samar Ryujin juga mencium bau harum roti dan wangi segar bunga yang dijajakan di toko-toko.
"Jangan buka mulutmu selebar itu atau kamu akan kemasukan serangga," ucap Hyunjin.
Ryujin tidak mempedulikan Hyunjin. Matanya tidak berhenti berbinar sejak ia datang ke dunia pararel ini.
"Hyunjin, ada orang nge-dance!" Ryujin berjingkrak senang, lantas berlari ke arah pertunjukkan tari di seberang jalan. Ryujin memang sangat menyukai tari sejak SMA.
"Ryujin, jangan lari!"
Namun, gadis itu tidak mempedulikan teriakan Hyunjin. Gadis berambut hitam itu berlari tanpa tahu bahwa dari samping, seekor kuda lengkap dengan si penunggang tengah melintas dengan cepat. Secepat itu pula, tubuh Shin Ryujin terpental dan pandangannya seketika menggelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAT HWANG;ㅡhwangshin
Fiksi Penggemar"From the beginning, i knew we were could not be together." aphroditesjxx©2019