B108

106 21 7
                                    

???

Heri kali ini belajar dengan materinya sendiri. Akuntansi. Dia membawa leptopnya dan membuat tabel-tabel dengan menggunakan microsoft office excel. Dan yang lain enggan untuk mengetahui apa yang dia buat secara acak dengan leptopnya.

Lima lainnya belajar Biologi. Tentang Persilangan Monohibrid dan Dihibrid, yang nampak sangat mudah namun membuat kepala pusing. Si ini dengan si itu jadinya ini itu. Si itu dengan si ini jadinya itu ini. Si ini dengan si ini jadinya ini ini. Si itu dengan si itu jadinya itu itu. Intinya ini materi dimana mereka menentukan keturunan dari si ini dan si itu.

Yudan secara acak mengerjakan tugas yang diberikan Ciko. Rasanya Matematika lebih mudah dari Biologi, mungkin karena dia sudah terbiasa dengan rumis-rumus. Bahkan Ciko meminta Yudan untuk menempelkan rumus-rumus di dinding kamarnya, di lemari dan di cermin. Sehingga saat matanya terbangun di pagi hari, Yudan langsung berhadapan dengan rumus. Saat dia mau bercermin dia langsung berhadapan dengan rumus. Saat dia mau mengganti baju dia langsung berhadapan dengan rumus. Rumus rumus rumus, bahkan Mamanya pun mendukung Ciko dan menempelkan rumus dimana-mana. Yudan sangat kesal sehingga dia bertanya-tanya sebenarnya anak mamanya itu dia atau Ciko?!

Berbeda dengan Yudan yang secara acak menjawab soal, Doni menjawabnya dengan santai. Baginya diantara semua materi Biologi, materi ini adalah yang termudah. Dengan begitu dia selesai dengan cepat dan tersenyum senang. Lalu pandangannya tertuju pada pemuda yang di sampingnya.

Doni, "..."

Doni sangat kagum dengan Ogi. Sungguh! Dia mengerjakan satu soal dengan jawaban yang sangat panjang, berliku-liku, dan memenuhi dua halaman. Namun, hasilnya sama saja dengan Doni yang hanya menghabiskan sepertiga lembar untuk menjawab.

Kalau Jala, dia mengintip jawaban Doni lalu berpura-pura mengerti dan mengerjakan soalnya. Doni pun berpura-pura tidak tahu.

Yudan menatap Ciko dengan kesal, "Lu kok gak belajar?"

Ciko menaikkan bahunya, dia membuat gelembung merah mudah dengan permen karet di mulutnya lalu meletuskannya dan lanjut mengunyah dengan perlahan. "Gue belajar."

Melihat tingkah Ciko yang begitu menyebalkan membuat Yudan semakin kesal. Namun semakin kesal Yudan, semakin Ciko merasa itu lucu. Ciko tersenyum geli dan mengambil pekerjaan Yudan. "Jawaban semua soal ini gue dah tulis di sini." Ucap Ciko sambil menunjuk kepalanya.

Dia mengernyit melihat jawaban Yudan yang absurd. "Sepertinya gue perlu buat catatan Biologi buat lu tempel lagi." Gumam Ciko.

Seketika awan hitam mengelilingi kepala Yudan. Dia dengan kesal meraih bukunya kembali. "Gak! Gue mau ambil Fisika saja. Gue gak suka Biologi."

"Emang lu suka Fisika?" Tanya Ciko langsung.

"Lu suka." Jawab Yudan asal.

Ciko terdiam. Dia bertanya-tanya apa hubungannya antara dia suka Fisika dengan mata pelajaran pilihan yang bakal Yudan ambil. Jelas-jelas itu dua hal yang tidak terkait, kalau Ciko suka Fisika bukan berarti semua pengetahuannya tentang Fisika bakal terkirim ke Yudan.

"Apa hubungannya?" Yang bertanya ini Doni, dia sudah menyelesaikan tugasnya sehingga telinganya bebas mendengar percakapan sekitar.

Yudan mendengus kasar, "Ciko menghabiskan setengah harinya untuk belajar Fisika. Dan gue selalu berada di sampingnya. Mau gak mau gue terpaksa melihat materi yang dia pelajari, yang dia liat, yang dia baca, yang dia kerjakan. Dan secara gak logika, gue bahkan tahu rumus gaya berkat itu."

Semua orang yang ada di ruangan ini juga tahu rumus gaya. Bahkan Heri yang berada di sisi berlawanan pun tahu rumus itu. Namun, menurut kapasitas otak Yudan yang tidak pernah mau menerima segala macam rumus, itu termasuk berkah. Otak Yudan itu perlu di dorong tiap hari agar dapat memasuki rumus sedikit demi sedikit.

Heri terkekeh pelan namun tetap fokus dengan pelajarannya. Dia tidak memberi komentar apa pun. Sangat aneh. Tidak biasa. Keajaiban dunia.

Yudan mau tidak mau mengerutkan keningnya. Dia sepertinya sudah biasa mendapat komentar absurd dari Heri, sehingga baginya ini tidak biasa. "Lu kesambet apa?" Tanya Yudan sambil memicingkan mata.

Heri langsung lesu. Dia menghentikan jari-jarinya yang menari-nari di papan ketik. "Gue ada masalah, Yud." Jawabnya dengan penuh tekanan batin.

"Oh..." Yudan mengangguk-angguk. Dia kembali menoleh ke arah Ciko yang sedang membuka buku kumpulan soal-soalnya dengan santai. "Cik, besok gue gak bisa datang kemari."

Ciko melirik sebentar tanpa menghentikan aktivitasnya. "Oke, gue yang datang nanti ke rumah lu."

Yudan, "..." Dalam hati Yudan menggerutu kesal. Pantas saja Ciko tidak pernah memiliki pacar walau banyak yang naksir, itu karena dia tidak memiliki kepekaan! Seharusnya dia mengerti Yudan tidak ingin belajar.

"Yud!" Panggil Heri sambil mengerucutkan bibirnya.

"Napa?" Tanya Yudan kesal.

Heri mendesah pelan, "Lu kok gak nanya masalah gue apa? Gue dari tadi nungguin, loh."

Semuanya, "..."

"Lu juga, Don. Kan biasanya lu yang paling kepoan, lu juga Jal, jaat bangat ama dedek. Huhuhu... Dedek Heri cedih. Gak ada yang ngertiin perasaan gue... Kalian jahat—"

Bugh... Pak... Bugh...

Buku, bantal, dan segala jenis barang yang bisa dilempar melayang ke arah Heri berturut-turut.

Semua itu kerjaan Jala, Yudan, dan Doni yang jijik mendengar keluhan Heri. Ogi mencengkram bukunya erat, menahannya agar tidak terlempar juga. Sementara Ciko tersenyum geli melihat tingkah laku teman-temannya.

"Apa ini menyenangkan?"

Semua orang seketika terdiam.

BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang