Wait, What?

1K 55 3
                                    

*** Camera, Rolling, and Action***

TAKE 6: Wait, What?

******************************

Riley (POV)

Aku masuk kerja pagi ini.

Aku benar-benar masuk kerja pagi ini.

 Dan kalian semua, apakah kalian pernah merasa begitu kesal dan benci pada seseorang karena wajahnya  yang terlihat benar-benar menyebalkan? Hore, aku sekarang sedang merasakannya. I’m not happy at all.

“What do you want?”

Orang di depanku memutar bola matanya. “Nice, kau bersikap luar biasa.”

Rupanya, si brengsek ini mulai bisa bersarkasme ria.

“Kau ingin aku merespon apa? ‘Hai, Josh! Pagi! Wow, kau tampan sekali! Kencan denganku, dong!’ Begitu? Maaf saja, ya.” balasku, kemudian melewatinya menuju ruangan tempat Nathan biasanya mengurung diri. Aku bisa mendengar Josh menggerutu di belakang, dan aku benar-benar menyukainya.

Maksudku, aku suka membuatnya menggerutu, oke.

Tiba-tiba dia berlari kecil dan segera berdiri di depanku. Astaga, manusia satu ini benar-benar menyebalkan. Sekarang, aku tidak bisa menghindar karena dia berada di depanku. Lagipula, apabila aku menghindar, dia akan segera menyusul dan menghadangku lagi.

 “Don’t-“ Dia melirik ke kanan dan ke kiri. Aku kebingungan melihat perilakunya.

“Kau dikejar debt collector? Sudah kuduga.” Josh langsung menatapku lagi dengan kesal. Rahangnya mengeras dan dia mendengus. Wah, rupanya aku membuatnya kesal. Hore.

“Jangan bertemu dengan Sean, oke?”

 “Kau bercanda atau apa? Aku sudah berjanji untuk menemuinya hari ini di ruang enam.”

Josh mendecakkan lidah dan matanya kembali melihat ke kanan dan ke kiri. Kuikuti arah matanya yang kelihatan gelisah itu. Oh God, pasti ada sesuatu yang terjadi kemarin dan aku tidak tahu apa itu.

Tiba-tiba tangannya mencengkeram kedua lengan atasku. Matanya menatap lurus dan aku bisa melihat betapa gelisahnya dia.

“Just don’t.”

“Why? What’s wrong?”

Ia menundukkan kepalanya dan menatap lantai. “Sebenarnya…” Tangannya bergetar dan itu membuat tubuhku bergetar juga. Oke, aku mulai mengkhawatirkan bocah ini.

“Aku mendengarkan.”

Josh kembali mendongkakkan kepalanya dan mata kami bertemu. Wajahnya sudah seperti anak anjing yang tidak diberi makan seminggu penuh. Ya ampun, aku benar-benar merasa kasihan padanya.

 “Jangan marah.”

“No, I won’t.”

“… Promise?”

Kuputar bola mataku. Sejak kapan dia tertular kebiasaan perempuan? Aku menjawab dengan malas, “Yeah, yeah. I promise.”

Senyum segera terbit di wajah Josh. Wajahnya sekarang secerah matahari dan aku terkejut melihatnya seperti itu. Mungkin aku harus menambahkan ‘kacamata hitam’ di daftar belanjaan untuk menghalau cahaya dari wajah Josh. Efek tatapannya mulai bereaksi pada tubuhku. Perutku rasanya penuh akan sesuatu dan sepertinya aku bisa meleleh kalau melihatnya begini terus.

Camera, Rolling, and ACTION!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang