Dhena menatap isi pesan di layar handphonenya penuh pertimbangan. Sesakali dia berfikir sejenak, mencari jawaban dari pesan itu.
From: Johan
Mau ke danau, Na?Itulah sekiranya isi dari tampilan WA nya.
Danau? Bagaimana Dhena menolak ajakkan Johan. Karena baginya, Danau adalah tempat terindah yang menangkannya.
Namun, disatu sisi lain Arka juga mengajak dia pergi kesuatu tempat yang kata cowok itu bisa menjawab segela pertanyaan didalam benak Dhena.
Jadi, apa yang harus dilakukan Dhena? Menerima permintaan Johankah? Atau permintaan Arka?
Setelah menemukan satu jawaban yang sudah dia mantapkan, Dhena akhirnya mencari satu nama bertuliskan 'kak Arka nyebelin' diponselnya.
'To: Kak Arka Nyebelin
Kak, sorry gue kayaknya gak bisa pergi hari ini, soalnya ada tugas penting dari dosen. Gimana kalau besok ajah?'Kemudian mengirimkan pesan itu pada nomor Arka. Tak lama setelahnya, pesan dari orang yang tadi dia kirimi pesan, masuk menampilkan pesan baru dilayar ponselnya.
'From: Kak Arka nyebelin
it's okey.'To: Johan
Jumpa dimana?'From: Johan
Aku jemput ke kampus kamu.
Ini udah otw.Setelahnya, Dhena membiarkan dua pesan tadi tergantung. Dia beranjak kearah gerbang utama kampusnya, menunggu Johan disana.
Saat dia sudah betul betul berada didepan pintu gerbang, keberadaan Johanpun sudah tampak dari siluetnya didepan mobil avanza putihnya. Dhena menghampiri cowok jangkun itu, sebelum akhirnya tersenyum ramah.
"Ayok," ajak Johan. Dhena beringsut membuka pintu mobil disebelah kursi kemudi, lalu mendaratkan tubuhnya disana.
"Danaunya jauh?" tanya Dhena ketika mobil yang dia tumpangi mulai berjalan membelah jalanan.
Johan menatap sebentar Dhena, kemudian menganggukkan kepalanya.
"Sejauh mana?"
"Sejauh cinta kamu ke aku," ceplos cowok itu. Dhena mencebikkan bibirnya, kemudian menghempaskan kasar punggunya kesandaran kursi.
"Na,"
"Kenapa?"
"Enggak ada," Dhena lagi lagi menggerutu kesal melihat cowok disampingnya itu.
"Gak jelas lo," ujar Dhena.
Johan terkekeh kecil, kemudian tangan kirinya yang bebas, mulai mengacak rambut Dhena lembut."Kenapa gak pakai kacamata, Na? Kenapa harus pake benda itu? Emang gak sakit nyentuh permukaan mata langsung?" tanya Johan beruntun, melihat benda asing yang melekat menimbulkan hitam legam dimata Dhena.
"Ini namamya soflent, gue ngebeliin ini, karna lebih leluasa kalau make benda praktikum kayak michroscop. Kan kalau pake kacamata bawaannya ngeblur blur gitu." papar Dhena. Johan manggut manggut mengerti, sembari meraih tangan kanan Dhena, lalu menggenggamnya erat.
"Waktu kita SMA kamu pernah bilang, genggaman tangan aku itu buat kamu terlalu nyaman." ucap Johan menatap sekilas Dhena, sementara Dhena menatap dia lekat lekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Adhena (Complete√)
Teen Fiction"Seharusnya gue tau Na, kalau lo itu hanya sebatas rubik, sulit buat ditebak. Kadang, semampu apapun kita buat susunan rubik itu jadi, tak berarti apapun. Malah rubik itu bisa makin berantakan." ucap pria itu dengan nada yang terdengar sedikit lirih...