20

777 127 5
                                    

Mereka berdua sudah sampai di taman.

Seokjin mencari pemandangan yang bagus dan teduh untuk dirinya. Ia tahu melukis itu tidak mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama, kecuali hanya membuat ilustrasi kartun saja.

Setelah menemukan spot yang tepat, ia berbalik menghadap Sowon yang wajahnya sudah masam dan menatap Seokjin kesal.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Ya! Dimana sifat gentle mu? Kau tidak lihat aku membawa tas berat ini beserta easelnya?"

Seokjin tertawa. "Habis ini, kau mau makan?"

Sowon mendengus. Ia langsung menaruh easelnya supaya bisa berdiri di atas rumput taman. Sedangkan Seokjin langsung duduk dan berpose.

"Lebih baik kau bantu aku memasangkan ini dulu. Daripada berpose seperti itu padahal kanvasnya saja belum ku keluarkan."

Seokjin menunjukkan ekspresi malas. "Kau kira aku tahu cara memasang benda itu? Kalau aku tahu, aku pasti bisa menggambar."

"Ah iya. Maaf aku lupa." Sowon menjawab dengan nada tak enak didengar.

Setelah easel itu dapat berdiri dengan baik dan Sowon sudah meletakkan kanvas di atasnya. Ia juga sudah mengeluarkan peralatan lain yang diperlukan.

Seokjin langsung berpose layaknya pemotretan.

"Ehem! Tuan Kim Seokjin, kau kira aku menggunakan kamera? Berposelah selayaknya saja! Aku tidak akan menggambar dirimu dari ujung rambut sampai kaki. Hanya kepala sampai dibawah bahu saja," cerocos Sowon.

Seokjin tertawa. "Ah senang sekali membuatmu kesal." Seokjin kemudian duduk di bangku itu dengan pose biasa. "Tapi duduk seperti ini bukan style ku."

Sowon memutar bola matanya. Ya sudahlah, ia bodo amat dengan perkataan Seokjin tadi. Sekarang ia membuat sketsa halus dengan pensil. Hanya butuh beberapa waktu dan goresan saja.

"Hei, kau mau pakai warna atau hanya hitam putih saja?" tanya Sowon.

"Berwarna."

"Baiklah. Kalau berwarna, waktu yang dipakai akan sangat lama. Jadi aku bisa melanjutkannya di rumah."

"A-apa? Kenapa lanjut di rumah? Tidak profesional sekali!"

Sowon berdecak. Ia kembali fokus dengan gambarnya. Sesekali ia melihat ke arah Seokjin yang duduk di sana.

Tanpa di sadari, sudah ada banyak sekali orang berkumpul di belakang Sowon. Hal itu membuat Seokjin tersenyum.

"Ya, jangan berubah ekspresi," tegur Sowon.

"Baiklah."

Sowon pun memandang wajah Seokjin lagi, lalu melukiskannya di kanvas. Entah kenapa, Sowon begitu terfokus. Bahkan sampai tidak sadar kalau orang-orang semakin banyak mengelilinginya.

Hari juga semakin siang, Sowon sekarang sudah berkeringat. Bagaimana tidak? Hari yang terik dan di kelilingi oleh orang banyak akan membuat keadaan di sana semakin pengap. Sowon pun mau tak mau refleks mengelap dahinya.

"Ya! Dahimu berwarna tuh."

"Diam saja! Daripada ku buat dahimu di sini berwarna lain," ucap Sowon.

Orang-orang di sana menahan tawa.

"Oh galaknya~" Seokjin memutar bola matanya, sambil tersenyum lebar.

Berapa lama kemudian, keringat semakin bercucuran dari kening Sowon, dan juga ia belum sadar-sadarnya akan keberadaan orang lain. Ia baru menyadarinya saat ada seseorang yang tiba-tiba mengelap dahinya yang basah dan kotor akibat cat yang mengenai dahinya.

sculpture | sowjin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang