Lelaki Bajingan

736 22 0
                                    

Aku masih ingat kala itu aku pernah memaksa untuk tetap bersama, menjadi bagian yang terindah dalam hidupku. Alasannya sangat sederhana, aku takut kehilangan candanya, tawanya, bahkan cintanya. Aku benar benar takut kehilangannya. Namun lucunya, hal yang aku takutkan itu terjadi juga. Waktu membuat kita berdua berada di kerenggangan yang membawa kita ke dalam perselisihan, lalu mengundang kita kepada perpisahan. Hingga mengubah kita berdua dari saling mencintai menjadi seperti tak pernah kenal satu sama lain. Aku tahu, raganya memang masih ada disampingku, tapi hatinya telah lama hilang entah kemana. Hingga yang ada padaku hanyalah luka tanpa suka, dan tangis tanpa tawa.

Berpisah dengan Wiwik tak pernah terasa menyenangkan, kesedihan yang berlarut-larut selalu muncul di dalam diriku. Aku tak tau harus bagaimana lagi agar aku bisa bebas dari belenggu perasaan yang masih menolak untuk mengikhlaskan kepergiannya. Walaupun banyak sekali temanku yang menganggapku gila karena masih mengharapkannya. Meski mereka meledekku, satu hal yang mereka harus tahu tentang itu, susah. Bahkan aku bingung kepada diriku sendiri, sedalam apa aku pernah mencintai perempuan itu hingga aku bisa menjadi seperti ini saat ditinggalkan olehnya.

"Lagi ngapain sih Lang? Kok kayaknya dari tadi kamu megang hp mulu," ucap Angga membuatku sedikit terkejut.

"Tauk tuh, dari tadi aku perhatiin juga cuma buka tutup aplikasi sama geser menu bolak balik kanan ke kiri doang," sahut Ifan sebelum mulutku mengeluarkan kata-kata.

Benar saja, sejak aku datang ke tongkrongan, aku hanya memainkan hp tanpa tujuan yang jelas. Tak ada satupun pesan yang masuk, dan itu membuatku sangat bosan. Ditambah lagi banyak teman temanku yang bermain game, sedangkan aku tidak. Namun juga ada yang lebih memilih mengobrol dari pada memegang hpnya.

"Gak tau juga kenapa, tiba-tiba aja aku ngerasa jengkel aja sama diri gue sendiri," balasku.

"Emang kenapa sih? Galau? Udahlah!" ucap Tohir kesal.

Hari ini hari Jumat, hari dimana biasanya aku dan teman temanku menunaikan sholat jumat di masjid dekat tongkrongan. Walaupun tak semuanya, ada yang masih sibuk dengan hpnya hingga tak ikut denganku. Tapi aku tak pernah mempermasalahkan itu, selama aku tak ikut-ikutan seperti mereka.

"Sholat jumat yuk!" ajakku kepada mereka.

Hanya beberapa yang mengiyakannya, tapi ada juga yang masih sibuk dengan hpnya, sama seperti hari jumat biasanya.

Setelah menunaikan sholat, kami kembali ke tongkrongan. Namun yang membuatku terkejut, sudah ada Wiwik duduk manis disana. Aku senang dia datang, dan aku sudah tak merasa kesal lagi dengan story whatsapp yang dia buat waktu itu.

"Eh Wiwik," sapaku padanya, lalu ia menoleh ke arahku.

"Iya Lang, ada Vira juga," balasnya singkat.

Vira adalah sahabatnya, teman sebangku di sekolah katanya. Aku kenal dia, soalnya saat aku masih berpacaran dengan Wiwik, dia selalu diajak kemari.

Kami sedikit mengobrol setelahnya, beberapa hal yang tak penting pun kami bicarakan. Tapi tak lama setelah itu, datanglah seseorang yang duduk di sampingku saat aku sedang menengarkan khotbah sholat jumat tadi. Dia asing bagiku, dan dia ke tongkronganku, entah siapa dia, sampai sekarang aku tak tau apa-apa tentangnya. Yang membuatku terkejut, dia memanggil Wiwik saat kami sedang asik mengobrol. Dasar, penganggu.

"Wiwik, keluar yuk ... Aku pengen beli sesuatu," ucapnya menyela obrolanku dengan mantan pacarku itu.

Wiwik menuruti permintaan orang itu tanpa mengucapkan sepatah katapun, meninggalkanku yang belum selesai bicara. Aku tak tahu dia itu pacar barunya atau siapa, tapi aku menduga mereka pasti punya ikatan yang istimewa. Kubiarkan saja mereka pergi, lalu aku mengobrol bersama Vira.

"Vir, dia siapa sih?" tanyaku.

"Jangan cemburu!"

"Aku tanyanya dia siapa!!" balasku agak kesal.

"Jangan jadi benci sama Wiwik!"

"Woyy, yang bener aja!!!" ucapku dengan nada tinggi

Dengan sedikit takut, Vira menjawab. "Dia pacar barunya."

Aku tersentak kaget, ingin rasanya aku marah setelah itu. Tapi marah kepada siapa? Vira? Ah tidak, dia hanya menjawab pertanyaanku, dan kupikir itu jujur, tak mungkin aku akan marah padanya. Lalu apakah aku berhak untuk marah ke Wiwik? Tak mungkin. Dia mau berpacaran dengan siapapun itu haknya, dan kewajibanku adalah tidak mencampuri urusannya. Lalu apakah lelaki yang tak ku kenali itu? Entahlah, dia pasti mengira semua yang ada di tempat itu hanyalah teman-teman kekasihnya, termasuk aku. Tiba-tiba pikiranku menjadi kacau.

"Kontrol emosimu! Aku juga gak tahu maksud Wiwik apa," ucap Vira menenangkanku, tapi itu malah membuatku semakin marah.

"Ada apa Lang?" tanya Angga.

"Bajingan!!!" ucapku dengan nada yang sangat tinggi, aku sangat tak bisa mengontrol emosiku saat itu.

Wiwik datang dengan lelaki itu, dia duduk di dekat jalan keluar dari tongkronganku itu. Di sampingnya, ada lelaki yang membuatku geram. Kurasa, dia adalah sosok di balik foto laki-laki yang dibuat story oleh Wiwik di whatsapp. Ingin sekali rasanya aku menghajar pacar baru Wiwik hingga tak berdaya, lalu tertawa di atas rasa sakit yang ia terima. Namun tak bisa kulakukan itu, bukan karena ada Wiwik di sana, tapi karena saat ini aku berada di tempat dimana pemiliknya adalah orang yang sudah aku dan teman temanku anggap sebagai orang tua kedua. Aku tak mau jika karena hal itu akan membuat sang pemilik warung tongkrongan marah padaku. Aku tak mau itu.

Sudah kucoba untuk meredam apa yang kurasakan, namun itu malah membuatku semakin ingin untuk menghabisi pacar Wiwik. Kucoba untuk sabar, tapi hanya sesaat saja aku berhasil, setelah itu aku merasa marah kembali saat melihat mata orang itu pecicilan. Aku yakin pasti semua teman-temanku yang melihatnya akan merasakan hal yang sama denganku. Mungkin jika bukan di tongkrongan, darah merah dari tubuhnya pasti sudah keluar karena ulahku dan teman-temanku.

Aku menduga, ia mempertemukanku dengan pacarnya itu hanya untuk membuatku merasa cemburu. Membuatku merasa lebih rendah dari pacar barunya, karena memang kusadari sejak awal bahwa di beberapa sisi aku sudah kalah. Misal seperti apa diriku dan berapa harta yang aku punya, kuakui jika aku terlampau jauh darinya. Atau maksud kedatangannya itu, dia ingin membuatku menyesal karena ia berfikir bahwa memiliki pacar lebih cepat setelah putus dariku itu membuatnya terlihat istimewa.

Aku ingat kata Zahra, bahwa lebih baik memikirkan orang yang ingin melihatku tersenyum daripada orang yang ingin melukaiku. Dan kata-kata itu sedikit meredam amarahku, dikala Wiwik dan pacar barunya mencoba untuk menghancurkan hatiku saat kita bertemu.

Setelah Kita Putus (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang