HAPPY READ
.
.
Di koridor bar, aku melihatnya. Berjalan santai sambil menghisap rokoknya. Rambutnya sedikit ikal, kulitnya agak tan, wajahnya bukan khas orang Australia, kupikir dia lebih terlihat seperti orang Asia.
Aku tidak terlalu memedulikannya, waktu yang memaksaku untuk melupakannya pada saat itu, karena faktanya aku harus segera kembali ke motel, mengingat besok aku harus bangun pagi untuk berkendara sejauh dua ratus tujuh puluh kilo, dari Perth ke Margaret River.
Tiga hari setelahnya, saat aku kembali ke Perth, bersama Shullan, keponakan kecilku yang centil dan rusuh, aku secara tidak sengaja kembali menjumpai sosok itu. Bukan wajahnya yang membuatku merasa hapal dengannya, melainkan karena rambut sedikit ikalnya yang khas yang membuatku merasa tidak asing dengannya.
Jika aku ke Perth untuk mengembalikan mobil yang telah aku sewa selama tiga hari, maka sosok itu kebalikannya, aku melihatnya tengah menunjukkan SIM-nya kepada resepsionis untuk melengkapi kelengkapan syarat penyewaan mobil. Tebakkanku benar, dia bukan orang Australia. Dia hanya turis biasa, yang sedang menghabiskan liburan di negeri ini.
Aku masih menaruh minat untuk memerhatikannya, jika saja Shullan tidak merengek ingin segera dibawa pergi dari tempat ini, maka terpaksalah pada saat itu juga kami segera pergi.
Waktu cutiku telah habis, Shullan juga telah kembali bersama kedua orangtuanya. Dan begitupun diriku, bukan kembali ke kedua orangtua, melainkan maksudnya aku juga harus segera kembali ke aktivitas kerjaku yang super padat. Beberapa dokumen kerja yang menumpuk di atas meja kerja telah menanti untuk kucumbu. Aku menghela napas, hari sibukku telah kembali.
Malam tiba, sepulang dari tempatku bekerja, aku kembali ke motel. Tempat tinggalku selama di Australia adalah motel. Motel milik kakakku sendiri, Ayahnya Shullan, dahulu aku masih menumpang di rumah kakakku, tapi setelah lima tahun bekerja dan uang yang kukumpulkan telah lebih dari cukup, maka akupun memutuskan untuk membeli satu unit kamar motel yang ada di sini. Kakakku tidak masalah, tentu saja, dia malah merasa jika apa yang kulakukan itu lebih baik, karenanya dia bisa lebih sering menjumpaiku jika aku tinggal di dekatnya.
Memasuki gedung motel, aku berpapasan dengan seorang pemuda, dengan tas backpaker-nya yang nampak penuh muatan, pemuda itu sedang bicara dengan kakakku, hendak mem-booking sebuah kamar.
Ternyata pemuda itu adalah pemuda yang sama dengan yang pernah kujumpai di bar dan tempat penyewaan mobil beberapa hari yang lalu. Hallelujah, dunia begitu kecil ternyata, atau Australia saja yang terlalu kecil? Entah.
Aku berjalan menghampiri mereka, lebih tepatnya untuk menyapa kakakku, itu hanya berlangsung selama lima detik saja sebab aku segera berlalu menuju ke dalam kamar motelku-yang telah kupermanenkan menjadi bilik abadiku selama tinggal di sini.
Tengah malam, saat aku sedang mengerjakan beberapa tugas kantorku, kamar sebelah terdengar sedikit ribut, pemiliknya sedang berbenah kupikir. Aku mencoba mengabaikannya dengan mendengarkan musik melalui earphone yang terpasang di telingaku.
Tiga puluh menit berselang, ketika rasa haus dan kantuk melanda di saat yang bersamaan, aku keluar dari kamarku. Menuju ke dapur umum, untuk menenggak beberapa isotonik dingin yang biasa disimpan oleh kakakku di mesim pendingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
NO WORRY [MARKHYUCK]
Fanfiction"Sudut pandangku mengenai ketidakmasalahanku terhadap seseorang yang telah menjadi jodohku." MARK X HAECHAN