Waktu Itu

9 3 1
                                    

Bisakah aku memilih kepada siapa aku jatuh hati?

Sore kali ini, takdir merencanakan pertemuan. Namun entahlah apakah ini takdir atau hanya obsesiku saja? Laki-laki berkaos putih yang kutemui sore ini adalah arus balik dari lukaku, luka yang kurawat sejak dua tahun silam, kini sirna akan sorot matanya di tepi senja.

"Aku Jatuh Cinta"

Tiba-tiba saja hatiku berucap demikian, ini pertemuan pertamaku. Namun bukan hanya sekadar pertemuan pertamaku saja dengannya tapi ini adalah pertemuan pertamaku dengan seorang pria setelah kurang lebih dua tahun kupupuk keberanian untuk menyembuhkan rasa nyeri pada luka masa laluku.

"Faiz?"

"Ika?"

Aku menganguk, kemudian menaiki motor yang sedang dikendarainya, dia tersenyum dan aku mulai tersadar akan kekonyolan yang baru saja kulakukan. Pertemuan macam apa yang baru saja kulakukan? Kenapa aku tiba-tiba menjadi bodoh dan menerima ajakan jalan seseorang yang baru saja kukenal lewat sosial media? Aku mulai tertawa dalam hati.

Kujauhkan posisi dudukku dari tubuhnya, aku takut jatuh cinta pada bagian dirinya yang lain. Cukup sorot matanya saja yang membuatku lupa bahwa kami hanya pertemuan konyol yang direncanakan takdir, entahlah bagaimana takdir kedepannya membawa kami.

Sore ini berjalan begitu lamban, entah memang Tuhan sedang memerlambat laju waktu agar kami terus bersama atau aku yang begitu menikmati kebersamaan ini? Menikmati setiap canda tawa akan kekonyolan yang entah sebenarnya itu tidak lucu, tapi karena dia yang melakukannya maka hormon tertawaku ikut merayakan kebahagiaan itu.

Dia tersenyum, deretan giginya terlihat, matanya menyipit dan kumis tipisnya yang hampir membuatku lupa bahwa kami hanyalah pertemuan takdir sore ini.

"Ika stop, tidak ada yang namanya jatuh cinta lebih jauh!!! Lukamu belum sembuh, cukup jangan. Jangan termakan laki-laki lagi."

Aku terus memperingati diriku untuk tersadar bahwa ini adalah sebuah rayuan setan agar aku lupa akan luka masa laluku.
Tapi ini masalah rasa, nyatanya hatiku berdetak sedari tadi. Hatiku berdetak sejak pertama kali kulihat sorot mata dan juga senyumnya yang mengalahkanku.

"Senja, Aku pernah suka senja."

"Apa yang menarik dari senja?"

"Dia indah, tapi dia selalu seperti itu. Datang dan pergi walaupun sudah pasti akan kembali tapi entahlah pada jingganya."

"Hmmm ribet, Beli Bakpao yuk!"

"Yuk!!"

Kuda besi berwarna hitam ini melaju menuju posisi Mas Mas  penjual bakpao

"Ayam 2, coklat 2"

Bakpao dan kawan - kawannya sudah berada di tangannya. Motor kembali melaju, seakan semesta sedang memperhatikan kami berdua, hingga motor berhenti di belakang stadion bola, dia memarkirkan motornya dan kami memilih memakan bakpao tersebut di sini, sesekali dia melirik ke dalam stadion seakan dia tertarik dengan dunia perbolaan. Tapi sepertinya memang iya.

"Kenapa? Tidak suka bakpao?"

"Suka," tapi entahlah ini pertama kalinya aku tidak begitu berselerah memakan jajanan favorit sebelum aku bertemu pria ini.

Kemudian ada yang aneh dari gelagaknya, dia memegang tanganku. Konyol!!! Ini tidak benar, kemudian aku menjauh.

"hmmmm," aku menatapnya tajam.

"Aku ingin lebih dekat, dan aku ingin lebih dari teman."

Aku terdiam

Begitu saja, ada yang aneh
Ada yang berdetak
Dan ada yang ketakutan

Bisakah aku memilih kepada siapa aku menjatuhkan hati ini? Bolehkah jangan dia dan jangan saat ini? Aku takut jatuh dan kemudian jatuh kembali pada luka yang sama

L U K ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang