Harry Potter milik JK. Rowling, TLOTR milik JRR. Tolkien dan The Chronicle Of Narnia milik CS Lewis. Penggunaan karakter hanyalah bagian dari Fanfiction ini. Storyline by me. Beberapa cerita Harry Potter - TLOTR - Narnia mungkin ga akan sesuai dengan karya aslinya, karena ini Fanfiction...
Selamat Membaca..
Paris, Prancis
Bunyi dentingan lonceng terdengar saat seseorang memasuki Toko Ramuan milik Nicholas Flamel yang berada di 51 Rue de Montmorency, Paris, Prancis. Sapaan sopan terdengar dari Pegawai Nicholas Flamel yang terlihat asyik meracik bahan-bahan ramuan. Sosoknya yang memunggungi pintu terlihat tegap, dengan bahu yang sempurna. Rambutnya hitam dengan sedikit ikal, tertata rapi. Penampilannya terlihat klasik dan sopan dibandingkan dengan gaya penyihir muda saat ini.
Si Pegawai terlihat menegang saat dia merasakan seseorang menatapnya dengan tajam, dan dia menyadari bahwa tidak ada yang membalas sapaannya sejak tadi. Pria itu perlahan menarik tongkat Eldernya dan berbalik. Menemukan seorang gadis dengan kerudung menutupi wajahnya, berdiri sangat dekat dengannya.
"Siapa kau?" tanya pria itu, tongkat sihirnya teracung pada si gadis misterius. Walaupun mengagetkannya, pria itu tidak terlihat takut sama sekali.
Si gadis berkerudung, menurunkan tudungnya perlahan. Memperlihatkan wajah cantik sepucat bulan miliknya, lalu tersenyum.
"Kau? Apa yang kau lakukan disini? tunggu --- siapa kau sebenarnya" Si Pria mengenalinya sebagai asisten penjual jam di salah satu toko jam antik yang berada di sudut gang.
"Mereka biasanya memanggilku, Enchantress. Tapi namaku sebenarnya adalah Miracle" ucapnya. "Aku kemari untuk memberimu benda-benda ini"
Gadis itu meletakkan sebuah buku yang terbuat dari kulit naga, dan perkamennya sendiri entah terbuat dari apa. Sihir yang kuat terasa mengisi buku itu. Si pria yakin dia pernah melihat buku itu di suatu tempat untuk waktu yang sangat lama, dan ketika dia mengingatnya, hal itu membuatnya mendongak.
"Ini --"
"Kau akan tahu kapan saatnya menggunakannya" potong Enchantress. "Dan ini" gadis itu menunjuk kotak berwarna merah darah, memukul tangan si pria saat dia hendak membukanya. "Jangan dibuka sekarang. Kau hanya bisa menggunakannya untuk menolongnya satu kali, setelah itu benda itu kau harus mengembalikannya, biarkan Perpustakaan menyimpannya" si pria mengangguk paham.
"Tapi, kenapa sekarang? masih lima belas tahun lagi untukku?" ucap pria itu, terlihat sedih dan kesal. Kilat ketidaksabaran terlihat dimata hitam obsidiannya.
"Karena hari ini adalah hari terakhirku disini. Mulai besok, aku tidak akan bisa menemuimu lagi. Juga tidak bisa menjadi diriku yang sekarang, lagi" ucap si gadis misterius.
Si pria sangat bingung dengan ucapannya, tidak bisa memahami maksudnya. "Jadi, kita tidak akan bertemu lagi?"
"Kau ingin bertemu?"
"Aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, bersamanya" ucap Si pria dengan senyum menawannya. "Bagaimanapun, kau mengijinkannya"
Si Gadis membalas tersenyum. "Walaupun aku mengijinkannya, semua tergantung padanya. Dialah yang berhak memutuskan semuanya" Si Pria mengangguk. "Dan kuharap kau tidak melakukan apapun untuk mempercepatnya. Semua harus berjalan sesuai waktunya"
"Aku tahu" ucapnya lemah, senyum kecil yang tulus terlihat di wajah tampannya.
"Katakan padaku" ucap Miracle, membuat si pria yang menunduk menatap kotak yang terbuat dari kain satin, mendongak bingung. Alis hitam tebalnya terangkat dalam ekspresi bertanya. "Kenapa kau tidak kembali ke Negaramu?"
Si pria mendengus geli tapi kilat kekesalan terlihat di matanya, "Mereka masih mengingatku dengan cara yang salah" ucapnya dingin.
"Oh-- aku minta maaf"
"Bukan salahmu" sahut pria itu segera, "semua adalah pilihanku, aku memilih kegelapan dulu, tapi kau memberikanku kesempatan kedua" Miracle mengangguk.
Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat, lalu tiba-tiba Miracle menggerakan tangannya dengan ayunan yang lembut. Membuka sebuah laci di meja kerja Pegawai favorit Nicholas Flamel dihadapannya. Si pegawai cemberut kesal saat sebuah cermin muncul dari dalam laci lalu melayang ke dalam genggaman Miracle.
Sang Enchantress menatap si pria tajam. "Kupikir batasanku termasuk dengan tidak mengawasinya dari cermin"
"Aku merindukannya"
"Bersabarlah, waktumu akan tiba" ucap Miracle pelan, mengubah cermin menjadi serpihan debu yang terbang dan menghilang. Setelah merasa pertemuan itu cukup, Miracle menaikan tudungnya lalu menutupi wajahnya. Warna biru keperakannya terlihat seperti air laut yang terkena sinar matahari. Sangat lembut, indah dan mempesona.
Miracle berbalik tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, berjalan mendekati pintu lalu berhenti untuk menoleh menatap si pegawai sekali lagi. Sekilas senyuman kecil terlihat dari bibir yang tertutup tudungnya. Setelah itu dia membuka pintu dan menghilang dalam pusaran hiruk pikuk penyihir Prancis.
Si pegawai menatap punggungnya yang menghilang di antara kerumunan, hingga pintu Toko tertutup sempurna. Dia mendesah, melirik debu sisa cermin sihirnya. Dengan gerakan enggan dia meraih buku tebal yang terbuat dari kulit naga dan juga kotak yang terbuat dari kain satin berwarna merah darah. Meletakkannya di dalam lacinya dengan sangat hati-hati.
Ditatapnya kedua benda pemberian Miracle sekali lagi, lalu dengan desahan enggan. Si pegawai menutup laci dan kembali menguncinya dengan bangsal-bangsal yang kuat serta bangsal darahnya. Kesadaran tiba-tiba saja memukulnya, membuatnya tertawa dingin. "Bahkan dia bisa menembus bangsalku dengan sangat mudah"
=Denpasar, 10 September 2019 =
KAMU SEDANG MEMBACA
The Enchantress - Prince Caspian Fanfiction
FanfictionMiracle Greenleaf atau biasa dipanggil Mira adalah putri angkat Yuna dan Legolas Greenleaf. Miracle mencintai keluarganya, mencintai sahabat-sahabatnya. Gadis ceria yang juga mencintai terbang di atas sapu. Tepat saat pertandingan Quidditch di tahu...