Guk-Guk-Guk
Yudan membaringkan kepalanya di atas meja. Beberapa saat kemudian dia tertidur nyenyak. Suasana kelas yang berisik tampak lebih menenangkan, semakin berisik semakin bagus. Lalu dia membayangkan alangkah lebih indahnya bila saat ini dia ada di atas kasur Jala. Nyaman dan lembut.
"Kok bisa-bisanya dia tidur lelap gini padahal berisik bangat di sini?" Tanya Doni dengan heran.
Jala mendecih melihat Yudan yang tidak memiliki semangat hidup sedikit pun. Lalu dia menjadi kesal saat melihat Heri yang semangat hidupnya sangat melewati batas. Untuk hal ini, Yudan lebih baik.
Ciko melirik ke arah Yudan, lalu menghela napas panjang. "Katanya dia gak bisa tidur di rumah."
"Kok bisa?" Tanya Doni cepat sambil memajukan punggungnya.
Ciko menaikkan bahunya acuh tak acuh, "Terlalu hening katanya."
"Hm?" Heri memiringkan kepalanya heran. "Biasanya orang malah lebih nyenyak tidur dalam keheningan, dan gak bisa tidur saat ribut gini. Hehe, kenapa itu gak berlaku untuk Yudan? Coba jawab!"
Jala memutar matanya dengan malas, "Dia kan bukan orang."
Doni berpikir dengan keras, "Mungkin ada sesuatu terjadi di rumahnya."
Ciko memusatkan pandangannya ke buku, "Entah."
"Ummm... hehe, gue penasaran."
Heri mencolek wajah Yudan membuat pemuda yang sedang berada di alam mimpi itu mengerutkan keningnya merasa terganggu.Merasa terhibur, Heri terus mencolek pipi Yudan lalu menekan hidungnya. Namun, pemuda itu tak kunjung bangun. Belum puas bermain dengan wajah Yudan, tangan Heri sudah disingkirkan oleh Ciko.
"Biarkan dia tidur sebentar lagi." Ucap Ciko pelan.
"Hehe, biarkan gue ganggu dia sedikit lagi." Tawar Heri.
Jala melemparkan tatapan mematikan kepada Heri, "Lu bisa gak diam sedikit? Kalau gak bisa, pintu keluar ada di sebelah sana." Ucap Jala penuh penekanan.
Heri mengerucutkan bibirnya. "Emang Yudan anak kalian apa?"
Jala dan Ciko tidak peduli dan mengabaikan ucapan Heri.
Heri yang terabaikan terus mengemukakan pikirannya, dia menatap ke arah Ogi seolah-olah sedang curhat. "Gi, lu juga merasa gitu kan?"
Ogi, "..." Abaikan abaikan abaikan. Kenapa ke gue?!
Heri tetap melanjutkan curhatnya dengan suara besar. "Ciko ama Jala kayak mama papanya Yudan saja. Setiap ada apa-apa ama Yudan, pasti Ciko ama Jala maju di depan."
Ogi, "..."
"Coba deh ingat, setiap Yudan mau melakukan sesuatu, Ciko pasti selalu dukung. Dia kayak mamanya Yudan saja. Kalau ada yang ganggu Yudan, di pasti bakal berdiri di depannya. Terus dia langsung lembut gitu kalau di depan Yudan."
Ogi, "..."
"Terus Jala juga, kayak papanya Yudan saja. Setiap yang Yudan mau makan, pasti dibelikan. Seolah-olah nafkahi Yudan sudah menjadi kewajibannya."
Ogi, "..."
"Oh iya, lu juga merasa Jala aneh kan kalau sama Ciko. Dia gak pernah ngumpat, seperti suami takut istri. Gak pernah nolak permintaan Ciko. Jangan-"
Bugh
"Bacot lu, njing." Botol minuman terlempar tepat ke kepala Heri.
Heri menunjuk Jala, namun tatapannya ke arah Ogi. "Gi, Gi, lihat! Bahkan dia bakal marah kalo gue ceritain yang iya-iya tentang Ciko. Pasti ada-- oke oke Jala gue salah. Gue salah Jalaaa!"
Bugh
Kali ini buku kimia yang tebalnya 5 cm lepas landas begitu saja ke arah Heri.
Ogi, "..." Gue gak peduli.
Heri mengembalikan botol minuman dan buku kimia pada Jala dengan ekspresi penuh tekanan. "Hidup selalu jahat pada orang baik."
"Emang lu orang?" Tanya Jala sinis.
Heri mengerucutkan mulutnya sedih, "Menurut lu gue apaan, Jal?"
"Heri!"
"Guk guk guk." Jawab Heri spontan.
"..." Semua orang terdiam.
Yudan yang baru saja terbangun tersenyum senang. "Nah, tuh lu sadar kalau lu itu sebenarnya anjing."
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys
Teen FictionWarning* *Cerita ringan yang beberapa chapter hanya berisi satu atau dua kalimat doang. *Terdapat kata-kata kasar/umpatan. *Tidak ada prolog/sinopsis, langsung baca aja. Cerita sepaket : Titik Bukan koma (TBK) > MangaToon/Noveltoon