CHAPTER 3

236 26 0
                                    

          Tubuh Brian menegang, tangannya terkepal dan napasnya tercekat. Pikirannya tidak fokus dan meliar kemana-mana membuatnya sesekali menunduk atau membuang muka. Berbanding terbalik dengan Lila yang duduk di sebelahnya. Gadis itu terkesan cuek, namun tangannya tidak berhenti memasukkan popcorn kedalam mulutnya dan sesekali menyeruput minuman bersodanya. Matanya sedari tadi tidak beralih dari film yang sedang diputar.

          “Tolong jelaskan sekali lagi kepadaku alasan mengapa kita menonton film ini?” tanya Brian dengan nada berbisik yang menuntut.

          “Karena ini film yang bagus dan aku sudah lama ingin menontonnya, dan kau hanya sebuah laptop yang kubawa kemana-mana. Jadi diamlah!” Lila menjawab sekenanya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar bioskop. Yah tidak salah juga sih karena sejak awal Brian yang menawarkan dirinya untuk menjadi ‘laptop’ yang akan menemani Lila di akhir pekan.

          “Tapi ini film horror Lila, memangnya apa yang bagus dari film horor? Aku bahkan bisa membayangkan jika hantunya tiba-tiba muncul di bawah kursi kita” protes Brian masih dengan nada yang mulai meninggi.

          “Sssstt…kenapa kau berisik sekali sih? Kau kan cuma laptop, seharusnya laptop tidak bisa berbicara apalagi protes,” jawab Lila yang mulai merasa kesal dan terganggu. Namun Sejujurnya Lila merasa sangat bersyukur bisa menghabiskan akhir pekan bersama dengan seseorang. Selama ini, weekendnya hanya dihabiskan dengan menonton drama korea atau pergi shopping sendiri. Awalnya Lila tidak terlalu bermasalah dengan hal itu, namun lama kelamaan ia mulai merasa sepi dan kosong.

          “Seriously Lila, teater bioskop ini isinya hanya kita berdua, kenapa harus film horror sih?” Brian mengernyit melihat salah satu adegan film. Tidak habis pikir mengapa Lila sangat ngotot ingin menonton film horror dengan tiket gold di akhir bulan. Tentu saja tidak akan ada yang menonton selain mereka berdua, membuat film yang memang sudah horror menjadi terasa lebih nyata.

          Lila menghembuskan napas kesal, membenarkan letak selimutnya agar dapat menutupi seluruh kakinya dengan baik dan mulai menjelaskan “Bukankah akan sangat rugi jika kita menggunakan tiket bioskop yang mahal ini untuk menonton film genre lain?”

          Brian diam mencoba mencerna kalimat Lila, namun tidak berhasil. Ia menunggu kelanjutan cerita gadis itu.       

          Lila memang melanjutkan alasannya “Ketika film berakhir biasanya emosi yang dirasakan penonton bertahan paling lama hanya dua jam, berbeda dengan film horror, emosi yang penonton dapatkan akan bertahan lebih lama bahkan mungkin sampai seminggu. Penonton akan terus merasa dibayangi bahkan ketika mereka masuk ke dalam toilet. Dengan begitu kau tidak akan merasa rugi mengeluarkan uang untuk membeli tiket bioskop yang mahal karena sensasinya bertahan lama.”

          Brian melongo mendengar penuturan gadis itu. Ia lalu menepuk tangan sambil menggeleng pelan dengan ekspresi wajah takjub yang begitu mendramatisir. Lila benar-benar gadis yang aneh dan unik dengan caranya. Gadis itu mungkin terlihat normal bagi sebagian orang, namun tidak ada yang benar-benar tahu apa yang ada di dalam hati dan pikiran gadis tersebut. Ia jelas memiliki pemikiran yang berbeda dari orang kebanyakan. Bukan sesuatu yang berbahaya, hanya tidak biasa. Brian hanya harus belajar untuk membiasakan dirinya.
Lelaki itu tidak mengatakan apa-apa lagi dan hanya melanjutkan kegiatan menontonnya. Mencoba melewatkan setiap adegan serem dan suara backsound yang sanggup membuat bulu kuduknya meremang. Sebisa mungkin ia tidak berteriak dan mempermalukan dirinya sendiri di hadapan Lila.

La Douler Exquise (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang