Malam Kesembilan, Tahun Kesekian

898 204 41
                                    




Malam-malam telah lewat. Seungwoo bahkan tidak sadar kalau dia sudah skripsi, sudah selesai malah. Sungguh. Besok itu wisuda, ya?

"Kok belum tidur?"

Seungwoo mengangkat kepalanya. Seungyoun sedang menyapa dari jendela seberang.

"Cepat juga, ya? Besok kita wisuda?"

"Aku tidak," Seungyoun menghembuskan asap dari rokoknya.

Seungwoo tahu. Seungyoun pasti malas berada di keramaian dan memilih tidur di rumah.

"Tapi besok, kamu harus datang."

"Kenapa?"

Seungwoo gugup, "W-Wooseok wisuda?"

"Tidak penting," Seungyoun mematikan rokoknya dan beralih pada aplikasi instagram, "bocah itu sudah punya pacar."

Seungwoo menatap Seungyoun lamat-lamat dari jendelanya. Laki-laki yang tampak tidak berambisi itu sudah ia kagumi sejak mereka masih kecil. Tampilannya yang selalu terlihat kalem dan santuy tapi berotak encer dan ambisius, pada akhirnya Seungwoo melontarkan alasan itu untuk hatinya ketika ditanya mengapa ia menyukai Seungyoun.

Banyak hal positif ketimbang negatif yang berusaha Seungyoun tanam di hari-hari mudanya. Aktif di kegiatan sosial saat sedang hectic tugas, membantu teman mengerjakan proyeknya, Seungyoun sosok malaikat yang nyaris dilupakan.

Jangan lupa kalau suaranya bagus dan dia seorang koki yang andal. Tidak jarang Seungwoo mendengar nyanyian Seungyoun dan bau masakan Cina.

Seungyoun bisa membuat nyaman Seungwoo. Dia yang datang pertama saat ia sakit. Cara berdamai dengan pusing dan sakit menurut Seungwoo adalah menatap wajah Seungyoun, terapi alaminya.

Banyak hal ajaib dari Seungyoun selain Seungyoun yang ia lihat sekarang, terlihat jahat. Seungwoo bersyukur karenanya.

"Setelah lulus, kau mau apa?"

"Bekerja? Ayolah. Aku manusia normal yang butuh uang."

Seungwoo mengangguk. Jam setengah sepuluh malam, Seungyoun secara spontan menyebut keinginannya setelah lulus.

"Kalau kau, kak Woo?"

"Aku? Masih sama seperti beberapa waktu yang lalu."

"Apa?"

"Menikahimu."

"Jangan bercanda yang tidak-tidak," Seungyoun bersemu. Seungwoo bisa melihatnya dari seberang.

"Aku tidak bercanda, Cho Seungyoun. Aku menunggu sudimu."

"Maaf," Seungyoun berusaha lompat ke balkon Seungwoo, tapi dicegah. Seungwoo saja yang melompat.

"Buat apa minta maaf?"

"Membuatmu menunggu lama, sepertinya, aku masih belum tersadar dari tidur panjang. Masih belum mencintai kamu."

Seungwoo tersenyum, "Tidak apa-apa. Jangan merasa bersalah."

Seungwoo kembali lagi ke balkon rumahnya dan memastikan Seungyoun menutup pintu sampai lampu kamarnya mati.

Laptop yang belum mati segera ia buka lagi. Microsoft Word, begitu sambutnya dengan suara khas. Seungwoo kelewat hapal.

20XX

Hari ini aku gagal lagi.

Maaf tidak bisa meyakinkan kamu soal ragumu.

hsw.




abis ini end enak kali ya

Kecapi dan Sendawa Malam. [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang