Dari pagi-pagi buta, perasaanku udah dongkol aja. Gara-gara Mbak Citra nih yang pake acara sita ponselku segala. Udah kayak anak ningrat aja aku sampai bisa ngerasain rasanya dipingit.
Aku menghela napas aja saat mendengar suara riuh di luar kamar. Para sanak saudara dan sepupuku banyak yang datang ke rumah hari ini karena tau kalau aku besok bakal nikah.
Duh, ingat acara besok mendadak aku jadi lemas.
Tuk! Tuk!
"Re, ini Mbak!" Suara Mbak Citra memanggilku dari luar.
Aku mendengus. Huh, jadi agak bete sama Mbak Citra. Makanya kan dari pagi tadi aku nggak keluar-keluar kamar dan malah lebih fokus buat natap layar komputer. Nggak peduli sama banyak kerabat yang datang bertamu, mood-ku yang anjlok ini bisa sangat nggak bersahabat. Kalau aku paksain nyapa mereka nanti kalau mukaku kebawa judesnya bisa-bisa jadi masalah nanti. Ck! Makanya kan, biar aman mending diem aja di dalam kamar. Duduk anteng di depan komputer sambil ngerjain skripsi.
"Re, Mbak masuk ya?" Ucap Mbak Citra lagi karena aku nggak juga bersuara.
Saat melihat kenop pintu mulai bergerak-gerak, aku langsung memasang earphone di telinga. Pura-pura sedang mendengarkan sesuatu.
Begitu pintu benar-benar terbuka, aku lirik Mbak Citra yang kini berdiri di ambang pintu sambil menatapku. Nggak lama, dia pun menghela napasnya panjang dan setelah itu barulah dia mulai berjalan mendekatiku.
"Re, ayo keluar. Ada Tante Nindi, Om Ghani, sama Ariel tuh di luar." Ujar Mbak Citra setelah menepuk pundakku.
Aku pun menoleh padanya sekilas. Iya, cuman sekilas. Karena habis itu aku melengos menghadap layar monitor yang ada di depanku lagi.
Bagaimana pun, aku ini masih bete sama Mbak Citra!
"Re," panggil Mbak Citra.
Duh, gimana ya. Sebenernya aku itu emang masih kesel sama Mbak Citra. Tapi setelah dengar dia panggil namaku dengan suara selembut itu membuat sebagian hatiku ngerasa bersalah udah mengabaikannya.
"Kamu masih bete sama Mbak ya, Re?"
Gengsiku nyatanya lebih besar. Egoku lebih tinggi daripada hati nuraniku yang iba padanya. Jadi, aku masih lebih memilih buat diam. Nggak menanggapinya.
"Besok subuh Mbak janji bakal balikin hape kamu kok, Re. Tunggulah sebentar aja. Cuman sampai besok pagi kok. Ya?!" Bujuknya padaku.
Aku menghela napas. Akhirnya aku menoleh juga, menatap Mbak Citra yang masih berdiri di sebelahku.
"Mbak berlebihan! Padahal aku juga nggak niat buat hubungin Bian, aku juga nggak mau kok ketemu dia. Tapi kenapa Mbak masih sita hape aku?!" Akhirnya unek-unek yang ada dalam hatiku semalaman bisa keluar juga dari bibir ini.
Beberapa detik Mbak Citra menatapku lekat dalam diam. Lalu, dia menghela napas pelan. "Maaf, ya, Dek. Mbak harus lakukan itu biar kamu bisa banyak istirahat aja sambil mempersiapkan diri buat acara besok."
"Istirahat juga nggak harus sampai sita hape, Mbak!" Sanggahku pada kalimatnya barusan. Aku nggak bisa terima apa yang kakakku itu katakan. Rasanya kurang masuk akal aja gitu.
Mbak Citra menatapku dengan mimik yang nggak kebaca. Beneran, aku nggak bisa ngerti apa arti tatapannya itu padaku. Namun, kemudian dia tersenyum. Jenis senyuman yang lembut menurutku.
"Pokoknya hari ini sampai besok pagi, kamu bebas dari hape dulu ya. Mbak yakin, besok pasti perasaan kamu beda, kamu bakal lebih rileks." Mbak Citra lagi-lagi tersenyum. "Semuanya udah nunggu kamu di bawah. Alea juga baru dateng tuh." Imbuhnya yang langsung bikin aku terperangah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Tapi Musuh (Old Version)
RomanceNamanya, Bian. Aku benci dia. Sebel. Kezeeel! Pokoknya bisa kenal sama dia itu petaka!! Sialnya, kenapa kita berjodoh sih?! - Regita Pertiwi. 2019©Copyright by Icha Azzahra _____ Highest Rank! #9 in Romance (8/12/2019)