BAB 11 - Terluka

629 39 1
                                    

Backstreet yang kami lakukan tidak hanya pada orang tuanya Vino namun, pada Naya dan teman-teman yang lain. Aku pribadi tidak keberatan, karena itu sedikit menguntungkan ku karena Vino tidak bisa terlalu posesif padaku. Seperti siang ini mau tidak mau Vino mengizinkan ku pergi bersama Syifa dan pasti papanya juga ikut, walaupun sebenarnya aku gak minta persetujuannya.

"Vino gak marah kamu pergi dengan ku?" tanya Mas Firman di saat melajukan mobilnya menuju rumah mantan istrinya untuk menjemput Syifa.

"Kenapa dia harus marah?" tanyaku tanpa menjawab pertanyaanya.

"Terakhir dia menjemput mu, aku melihat amarah di matanya." aku tertawa, dia bingung melihat aku tertawa karena memang ucapannya tidak lucu.

"Apa yang lucu, Ran?"

"Kamu mas." ucapku masih tertawa geli.

"Aku? kenapa?" tanya semakin bingung.

"Kamu terlalu kuat Ge-Ernya mas. Aku gak pergi sama kamu. Aku kan janjian sama Syifa untuk membawanya jalan-jalan hari ini. Dan aku juga gak minta kamu jemput, tapi kamu maksa kasi tumpangan."

"Aku sampai melupakan semuanya. Mungkin karena aku terlalu bersemangat ingin berjumpa dengan mu." ucapnya tersenyum sambil garuk kepala gak gatel.

"Bilang aja faktor U" ucapku ngeledek dia.

"Kamu bilang aku tua? enak aja, gak liat kalau aku awet muda, tampan dan masih kuat." ucapnya sambil menatap genit.

"Sadar umur Mas. Bentar lagi ubannya udah nongol tuh di pucuk kepala." Ucapku kembali meledeknya dan kini dengan tawa lepas.

"Kamu meragukan aku Ran? Mau aku buktikan kalau aku masih kuat." Ucapnya kemudian menghentikan laju mobil di tepi jalan.

"Mau ngapain Mas?" ucapku panik, nih orang mau nekat kali ya? aduh kok aku berani mancing duda yang haus kasih sayang dan belaian ini.

"Mau buktiin kalau aku masih KUAT." Ucapnya menaik turunkan alisnya. Aku meneguk salivaku, mencoba menetralkan ketegangan di hatiku.

"Jangan aneh-aneh deh mas." Dia mendekatkan wajahnya ke arahku, aku reflek menutup wajahnya dengan telapak tanganku. Lima jariku berhasil menempel di wajahnya. Dia segera menepis tanganku dan membuang nafas jengah.

"Kamu habis makan apa sih, Ran? Tangan kamu bau banget." ucapnya masih mengusal ujung hidungnya. Aku mencium tangan kananku, aku langsung nyengir kuda.

"Aku tadi habis makan jengkol sama sambel terasi Mas."

"Pantas bau banget. Ya udah, ayo turun." perintahnya.

"Kok turun." tanya ku bingung.

"Katanya mau jemput Syifa?" Astaga aku sampai gak ngeh kalau sudah sampai. Tapi aku juga gak pernah ke rumah mantan istri mas Firman. Kok aku jadi kikuk gini ya. Aku urungkan niat untuk masuk kedalam, aku tidak ingin bertengkar lagi dengan Bella.

"Mas aja ya jemput Syifa, aku tunggu di sini aja. Gak enak kalau harus bertengkar lagi dengan Bella."

"Ya udah, tunggu sebentar ya?" Mas Firman berlalu memasuki halan rumah Bella. Rumah Bella lebih megah dari pada rumah Mas Firman. Terlihat tamannya terawat dan tertata rapi. Sebuah mobil terparkir di garasi. Aku hanya menunggu di luar di samping mobil. Tiba-tiba sebuah taxi berhenti tepat di samping mobil Mas Firman. Terlihat wanita paruh baya keluar dari kursi penumpang. Ya aku mengenali wanita itu, dia adalah mamanya Mas Firman. Aku tersenyum kepada tante Meli dan dia membalas senyum ku.

"Hai tante. Apa kabar?" Sapaku basa basi. Sebenarnya gak enak kepergok di depan rumahnya Bella. Tapi mau gimana lagi aku kangen dengan Syifa.

"Baik. Kenapa gak masuk? Firman mana?"

"Mas Firman, dia lagi di dalam. Rania tunggu di sini aja tan."

"Tante bisa bicara sebentar." ucap tante Meli yang mulai serius. Kenapa ucapan tante buat aku jadi dag dig dug. Ada apa lagi ini?

"Bisa tan. Tante mau bicara apa?" ucapku berusaha santai, namun jujur jantung ku berdegup kencang.

"Tante gak tahu hubungan mu dengan Firman itu bagaimana untuk saat ini. Tapi tante gak ngerti kenapa Firman sangat mencintai kamu. Maaf ya bukannya tante nuduh. Kamu gak ada niat jahat sama Firman kan? Siapa tahu karena dulu Firman nyakitin kamu, kamu jadi khilaf"

Sungguh ucapan tante Meli membunuh hatiku, Aku terasa di hujani ribuan anak panah berapi hingga membakar ku dari ujung kaki sampai keujung kepala. Kepalaku terasa berdenyut. Ini tante Meli barusan nuduh aku guna-guna anaknya dan berfikir kalau aku akan balas dendam. Kali ini aku gak bisa terima dengan tuduhan tante Meli. Cukup dulu dia bisa berkata tidak layak padaku.

"Maaf tante, saya tidak pernah berpikir selicik itu. Saya bukan orang yang akan mengemis cintanya Mas Firman. Jika pun sekarang kami dekat kembali, bukan berarti kami akan merajut kembali cinta yang pernah kandas. Dan satu lagi, Saya tidak pernah datang kepada Mas Firman, dari dulu dia yang selalu mendekati saya." ucapku menahan sesuatu yang ingin meledak di dada.

"Terserah siapa yang lebih dulu memulai. Namun tante harap kamu memegang ucapan mu itu. Tante masih berharap Firman rujuk dengan Bella. Kasian Syifa, dia masih memerlukan kasih sayang kedua orangtua kandungnya." Ucap tante Meli tanpa merasa bersalah.

'Orangtua kandung? Yang benar saja. Mas Firman bukanlah orangtua kandung Syifa. Apakah tente Meli lupa atau pura-pura tidak tahu.' Ucap batin ku.

Tiba-tiba Mas Firman datang namun tanpa Syifa. Aku berusaha bersikap tidak terjadi apa-apa antara aku dan tante Meli.

"Mama dengan siapa ke sini?" Tanya Mas Firman melihat kami kemudian menatap mamanya.

"Sendiri. Mama kangen dengan Syifa. Mama masuk dulu ya." Tante Meli masuk tanpa berbasa basi menegur ku.

"Syifa mana mas?" Tanya ku mengalihkan perhatian Mas Firman.

"Bella tidak mengizinkan aku membawa Syifa. Karena memang belum jadwal ku untuk menjemputnya." Ucap Mas Firman sepertinya menyesal tidak berhasil membawakan Syifa padaku. Memang seharusnya aku menjauh dari Syifa. Aku tak sanggup jika terus-terus dihina tante Meli. Kenapa cepat sekali aku menyayangi anak itu.

"Ya udah aku pulang dulu, mas." Ucapku menahan pedih di hati yang hampir tercurah melalui tetes bening yang siap tumpah. Mas Firman menahan tangan ku.

"Ada apa?"

Aku hanya menggeleng, tak ingin Mas Firman mengetahui apa yang terjadi.

CINTA sang MANTAN ✔ (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang