Tuk!
Sebuah pukulan mendarat di kepala Jimin. Seketika wajahnya menoleh kesamping sambil melepaskan earphone yang sedari tadi menempel pas di telinganya dengan alunan musik ballad. Menghela nafas kesal, ketika melihat Nayeon tengah menatapnya dengan tajam.
"Wae?"
Nayeon berdecak kesal, "ck, kita sedang belajar Jimin-ah!"
"Lalu?" Tanya Jimin yang membuat Nayeon berdecak kesal.
"Sudah aku katakan untuk tidak menyumpal telingamu dengan earphone, aku sedang menjelaskan!"
"Ah, mianhae." Wajah Jimin tertunduk lalu tangannya kembali menyumpalkan earphone ke telinganya.
Pletak!
"Aw! Ini sakit sekali." Ucapnya sambil menggosok kepala yang sudah dipastikan akan memerah.
"Lepas earphone yang sedang kau pakai lalu perhatikan aku. Bagaimana jika kau tidak akan lulus?"
"Aku sedang tidak dalam mood yang bagus untuk belajar."
Nayeon memutar bola matanya, malas. "Tidak ada alasan untuk itu. Kau itu sudah bodoh, masih saja tidak ingin belajar?!"
"Aku? Bodoh?"
"Ne! Kau adalah manusia terbodoh yang selama ini aku temui!"
Jimin menegang. "Nayeon-ah... Apa ini benar dirimu?"
"Wae? Aku benar, kan? Aku muak dengan tingkahmu yang selalu begini, sia-sia saja aku mengajarimu! Dasar manusia tidak berotak!"
Di hari minggu ini, mereka berada di gazebo milik Nayeon. Kemarin mereka berjanji untuk belajar bersama dikarenakan ujian kelulusan tinggal hitungan bulan, sebentar lagi mereka akan segera lulus lalu melanjutkan masuk ke universitas yang sesuai dengan jalur masing-masing.
"Kau benar, aku memang bodoh. Percuma saja kau mengajariku, karena memang otakku sudah jauh dari batas otak manusia."
Nayeon menghela nafas, perasaan bersalah tiba-tiba menyergap dirinya. Ia tau, ucapan serta bentakkan yang sudah ia lontarkan tadi memang benar-benar keterlaluan. Jimin memang payah dalam bidang hitung-menghitung, tapi untuk pelajaran yang lain Jimin adalah anak yang pintar.
"Huh? Sudahlah, lebih baik kau pulang saja." Mendengar itu, Jimin mengangkat wajahnya, menatap Nayeon yang kini telah berdiri membelakanginya.
"Mianhae, Nayeon-ah. Mianhae."
Nayeon terduduk kembali, wajahnya ia tangkup dengan tangan. Perlahan badannya bergetar, semakin lama semakin kencang. Terdengar suara isakan yang teramat lirih di telinga Jimin.
'Nayeon menangis? Ah, betapa bodohnya aku.' batin Jimin.
"Nayeon-ah..." Lirihnya.
"Jangan menangis."
Karena tidak mendapat respon, Jimin menggeser duduknya. Perlahan menarik Nayeon kedalam pelukannya, tak membutuhkan waktu yang lama hingga akhirnya pelukan Jimin berbalas. Jimin mengusap punggung Nayeon dengan sesekali bisikan-bisikan yang menenangkan ia lontarkan.
Nayeon melepaskan pelukan mereka, pandangannya menerawang kosong ke depan dengan mata memerah sembab. Meski segukkannya sesekali masih terdengar tapi segara terlihat nafasnya sudah mulai teratur.
"Jimin-ah..." Setelah sekian lama terdiam, suara yang keluar dari mulut Nayeon membuat Jimin menoleh dengan cepat. Nayeon tetap sama, matanya menerawang ke depan dengan kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRED [PJM] X [INY]
أدب المراهقين[Highest rank: 51] Persahabatan adalah sebuah kebahagian serta kekhawatiran yang berlomba saling mendominasi. Sebuah harapan datang jika memang benar-benar berusaha, terbalaskan hanyalah sebuah pelengkap. Cerita cinta manis dalam kota Seoul. Tenta...