Story Of Alfaqir

34 0 0
                                    

Setelah kegiatan jamaah maghrib usai, roda aktivitas di pondok pesantren tersebut berjalan seperti biasa, yang tidak lain adalah kegiatan diniyahan. Santri-santri pun bergegas untuk mengikuti kegiatan diniyahan. Tidak berbeda dengan ke enam penghuni kamar Alfaqir Ila Rohmatillah itu. Mereka yang berbeda kelas yaitu Dian, Aya dan Husna yang duduk di kelas tiga diniyah sedangkan Royya , Imroatun dan Uyun yang duduk di kelas dua Diniyah. Sudah menjadi kebiasan santri jika sudah terdengar bel tanda mengaji di mulai, semua santri serasa gugup dan sibuk mempersiapkan diri masing-masing. Berdesakan tempat untuk mengambil kitab masing-masing bahkan sampai berebut tempat rias yang sudah lumrah terjadi di kamar putri.

"Yan, ini malam apa ya, jadwalnya apa ya?" gugup Aya.

"Ini malam selasa, jadwalnya Umpriti" jawab Dian.

"Eh, Yun, gantian dong ngacanya, udah dari tadi juga" kesal Husna.

"Aku dulu mbak, kelas tiga kan ustadznya rawuh lebih awal" sela Husna.

"Kalau udah tau ustadznya lebih awal ya jangan lemot dong!" timpal Imroatun.

"Sudah, sudah gak usah berebut, makanya kalau ngaca jangan lama-lama. Eh, kelas tiga pakai jas kelas yuk?" ucap Aya.

"Ah males ah, punya ku kegedean" tolak Husna.

"Gak apa-apa si, jarang kita seragaman, ayolah mumpung masih bisa pake bareng" jawab Aya.

"Ayo Na gak apa-apa, aku juga lagi pingin pakai jas nih" sahut Dian.

"Ya wis lah" ucap Husna sambil menghela nafas.

"Bye The Way, seragam kelas dua mana ya yan? Wkwkwk " ledek Aya pada Imroatun.

"Iya iya, sana kelas tiga pada seragaman. Besok kelas dua beli seragam satu kodi ya Mbak Uyun, Mbak Royya" jawab Imroatun dengan nada jutek.

"Hehe, iya Im beli yang banyak nanti kelas tiga sekalian ya, heee pissss.." tambah Dian.

"Yaudah ayo berangkat nanti telat" ajak Husna.

Mereka menuju kelas masing-masing. Dan melaksanakan kegiatan belajar seperti biasa. Lain halnya dengan santri kelas tiga diniyah yang pulang lebih awal dikarenakan ustadznya yang sedang berhalangan untuk mengajar. sehingga santri kelas tiga memutuskan untuk mengikuti materi pembelajaran di kelas satu dengan materi Jurumiyah yang sedang diampu oleh Wali-Abdul Syukur-.
_
Dari luar kelas terdengar seorang yang sedang menjelaskan suatu materi, yang tidak lain adalah suara Syukur yang kemudian terhenti karena kedatangan santri kelas tiga.

"jadi dalam kalimat ini lafadz qooiman dibaca nashob dikarenakan lafadz qooiman menjadi khobarnya kana" jelas Syukur.

"Assalamualaikum" dengan kompak ucapan salam dari kelas 3.

"Waalaikumsalam" jawab santri kelas satu dan Syukur.

"Lho, kok kelas tiga sudah pulang?" tanya Syukur.

"Sudah kang soalnya ustadznya berhalangan rawuh" jawab Ghofur yang merupakan ketua kelas dari kelas tiga.

"nggih kang syukur, jadinya kami mau ikut ngaji sama kelas satu" jawab Husna.

"Oh iya silahkan" ucap Syukur

Syukur pun melanjutkan untuk menjelaskan materi. Semua santri mendengarkannya dengan suasana hidmat dan memahamai dari penjelasan-penjelasan yang syukur berikan. Namun, beda dengan Aya, seperti biasanya, selain ia mendengarkan penjelasan dari ustadz , ia juga memikirkan bagaiman seorang guru bisa lihai dalam memberikan penjelasan, bagaimana dulu metode sang usatadz, dulu sang ustadz belajar dimana dan yang lain-lain ia pikirkan tentang siapa saja ustadz yang sedang mengajarya.

 Tidak jarang Aya juga berpikir tentang bagaimana kehidupan keluarga dan rumah tangga ketika sang ustadz berada di rumah. Penyayang kah atau sesabar ketika sang ustdaz memberi materi?. Termasuk dengan syukur yang begitu mahir menjelaskan Jurumiyah. Aya terkagum-kagum dengan Syukur, tidak hanya kekaguman pada Syukur yang ia rasakan, Aya sangat mengagumi dan terkagum-kagum kepada semua ustadz yang mengampu materi Nahwu Shorof. Karena menurut Aya dan santri umumnya ilmu Nahwu Shorof adalah ilmu yang paling sulit dipahami di pondok pesantren. Hal tersebut yang mendasari kekaguman Aya pada ustadz pengampu Nahwu Shorof selain karena keinginan yang kuat untuk bisa mendalami dan mahir Nahwu Shorof.

 Lamunan panjang Nur seakan menggerakkan tangan nya untuk menulis sesuatu yang ada dalam benaknya. Ya sebuah puisi yang ia hasilkan entah untuk siapa puisi itu tertulis. Sampai akhirnya Syukur selesai memberikan materi dan menyampaikan salam penutup yang mana jawaban salam dari semua santri menyadarkan Aya bahwa dirinya sedang melamun indah.

"Eh, mpun rampung to ngaose?" gugup Aya.

"Nggih mbak. La mbak dari tadi ngelamunin nopo to?" tanya Fina yang termasuk santri kelas satu

"Paling ngelamunin kang itu dek" timpal Dian.

"Kang Zain ya mbak?" ceplos Fita teman sebangku Fina.

"Ya Allah, mboten kok mboten. Ini perut lagi laper aja jadi gak konsen" elak Aya.

"Alah bohong, tadi saja sempet nulis puisi, ya pasti itulah kang tersayang" ledek Husna.

Dengan gugup Aya menyembunyikan puisi itu dan bergegas untuk menuju kamar.

"Ya sudah ke kamar yuk, biar kita gak ketinggalan jamaah isya" ajak Aya.

"Tu kan Mbak Aya kelihatan bohongnya" kesal Fina.

"Udahlah Fin, Mbak Aya gak bakalan ngaku kali" ujar Fita.

Semua santri pun menuju kamar masing-masing untuk mempersiapkan sholat jamaah isya.

Cinta Dalam Bait JurumiyahWhere stories live. Discover now