Empat hari telah berlalu dari hari semenjak Aya meminta Zain untuk hafalan Jurumiyah. Tanpa sengaja Aya berpapasan dengan Zain.
"Ya, nanti saya mau setoran Jurumiyah" tegas Zain.
"Lho ini kan baru empat hari, harusnya lusa kan kamu setorannya?" bingung Aya.
"Iya, nanti saja, Insyaa Allah aku siap" jawab Zain.
"Ya sudah, nanti aku tunggu" ucap Zain.
Adzan dzhuhur sudah terdengar. Itu menandakan bahwa waktu setoran Jurumiyah Zain pada Aya semakin dekat. Untuk menyimak hafalan Jurumiyah yang akan disampaikan oleh Zain pada dirinya, Aya meminta ditemani oleh Royya dan Royyapun menyanggupi permintaan Aya. Sehabis sholat dhuhur jamaah di masjid, Zain pun langsung menyetorkan hafalan Jurumiyah nya pada Aya dengan satir masjid yang menghalangi pandangan dan tubuh mereka berdua. Aya pun menyimaknya dengan seksama.
"Wa khotamu khadidin wama asybaha dzalik" tegas Zain dengan suara lantang.
"Alhamdulillah Ya Allah, rampung" tambah Zain dengan suara lega dan bahagia.
"Alhamdulilah kang, njenengan hafal. Berarti njenengan beneran sayang" kagum Zain dengan senyum di wajahnya.
"Aku kan sudah bilang, kamu nya aja yang gak percaya" ucap Zain.
"Nggih kang. Kulo kagum sama njenengan bisa hafal dengan cepat"
"Aku ngafalinnya empat hari berturut tanpa ada waktu nganggur sedikitpun, setiap kali selesai ngaji langsung yang aku ambil Jurumiyah. Selesai ngaji jam sembilan aku ngafalin di masjid sampai jam dua. Capek si, tapi gak apa-apa aku ikhlas" jelas Zain.
"Tapi njenengan ngafalinnya jangan karena aku lho ya?" ujar Aya.
"Ya gaklah, ngafalinnya karena Allah, kamu jadi penyemangat" jawab Zain.
"Ya sudah. Leres menawi ngoten. Ya sudah kang, saya pamit ke pondok dulu. Pesan saya tetap di jaga hafalannya, dideresi. Assalamualaikum" pamit Aya.
"Iya. Silahkan kamu duluan. Walaikumussalam warahmatullah"
Perjalan Aya sepulang dari masjid menuju pondok dihiasi senyum bahagia. Kagum atas Zain yang ternyata sudi memenuhi permintaannya. Bahkan diluar dugaan dengan waktu yang lebih cepat. Dan kini terang sudah apa yang kini hati mereka rasakan, bahwa keduanya saling menyayangi walaupun mereka dulu sangat saling membenci.
Dan cukup rasa itu mereka berdua realiasisasikan dalam doa dan sujud masing-masing. Entah Tuhan akan menyatukan mereka dalam ikatan suci-Nya atau hanya sekedar rasa yang tak berlanjut.
Tergambar pula pada puisi yang Aya tulis dalam secarik kertas yang sudah umum di dunia pesantren. Ya, puisi orang yang sedang jatuh cinta. Yang entah sebenarnya siapa yang benar-benar merasakan maksud dari puisi tersebut.
"Untuk Sang Pangeran Nahwu"
Suatu saat, aku isim mufrod, tunggal sendiri
Seperti kalimat huruf, sendiri tak bermakna
Seperti fi'il lazim, mencintai tak ada yang dicintai
Namun, aku tak mau terpuruk dan terdiam
Aku harus menjadi mubtada', memulai sesuatu
Menjadi seorang fa'il yang berawal dari fi'il
Bertemu denganmu
Adalah khobar muqoddam, sebuah khobar yang tak disangka
Akupun, jadi mubtada' muakhor, perintis yang kesiangan
Aku mulai dengan sebuah kalam, dari susunan beberapa lafadz
Yang mufid, terkhusus untuk dirimu yang penuh makna
Dari sini aku bermula,
Mengharap aku dan kamu bagikan idhofah
Kamu mudhof dan kamu mudhof ilaihnya
Tak bisa Dipisahkan
Cintaku padamu, beri'rob rofa', tinggi bertanda dhommah, bersatu
Cinta kita bersatu, mencapai derajat yang tinggi
Saat kita membangun sebuah hubungan cinta
Kita hanya isim beri'rob nashob, susah payah bertanda fathah
Terbuka, hanya dengan bersusah payah maka jalan itu terbuka
Setelah mendapat cinta masing-masing
Jangan sampai kita seperti isim yang khofadh
Hina, rendah bertanda kasroh, terpecah belah
Jika kita terpecah belah tak bersatu,
Rendahlah derajat cinta kita
Karenanya, kita jaga cinta kita
Layaknya isim yang beri'rob jazm
Mantap, penuh kepastian bertanda sukun, ketenangan
Akan kita gapai cinta dalam penuh damai
Saat semua terikat dengan kepastian tanpa ragu-ragu
Dan aku tak ingin cintaku seperti lafadz, yang hanya diucapkan
Tidak juga seperti murokab, hanya tersusun saja
Pun tidak hanya mufid, yang hanya memberi faedah belaka
Atau hanya seperti wadho', hanya disengaja tanpa tujuan semata
Cintaku ingin seperti kalam. Sempurna dan paripurna
Diucapkan, disusun rapi, memberi manfaat untuk sesama
Dan setulus hati diucapkan dalam kumpulan kata indah yang tersemat di dada
Aku tak ingin seperti fi'il madzi, yang hanya terpaku oleh masa lalu
Atau menjadi fi'il amar yang hanya hidup berdoa dan pasrah
Aku ingin hidup sesempurna kalimat fi'il pada umumnya
Learn from the last, live for today and prepare to the future
Aku mau seperti fail yan selalu optimis dan aktif
supaya hidupku punya tujuan menggapai harapan
agar waktuku tak terbuang sia-sia
laksana orang yang mati, pasif
sehinga tak mejadi seperti
"fi'il mudhore alladzi lam yattasil biakhiri syaiun"
Tak bertemu sesuatu apapun diakhir
~Tsurayya Haunan Salamaa
YOU ARE READING
Cinta Dalam Bait Jurumiyah
Любовные романыMencintai memang tanpa syarat. Tapi tak selamanya syarat dal mencintai itu tidak ada.