Bab 31

11.4K 1.9K 35
                                    

Gelap...

Sepanjang mata memandang hanya kegelapan yang bisa Hanin lihat. Hanin tidak ingat bagaimana bisa dia berada di tempat gelap ini. Tidak terdengar suara apapun selain desiran angin perlahan. Hanin berjalan dengan perlahan mengikuti suara desiran angin yang semakin menguat seiring langkahnya, padahal dia sama sekali tidak merasa ada angin yang berhembus menimpa tubuhnya.

Perlahan terlihat cahaya dari ujung pandangannya. Hanin berjalan menuju cahaya itu yang terlihat semakin membesar hingga menyilaukan matanya.

"Hana?" Tanya Hanin ketika matanya menangkap seseorang berdiri di balik cahaya itu. Meskipun mereka sudah lama tidak bertemu, Hanin tidak mungkin melupakan punggung sempit yang sedikit bungkuk milik adiknya. Hanin melihat sekelilingnya, dia merasa tidak asing dengan tempatnya berdiri sekarang. Sekelilingnya seperti sebuah ruangan yang berantakan. Entah kemana ruang gelap tadi, karena ruangan berubah menjadi sebuah ruangan rumah.

"Hana?" Tanya Hanin lagi memastikan.

Wanita yang dipanggilnya sama sekali tidak berbalik, tapi Hanin bisa melihat punggung wanita itu bergetar dan isakan mulai terdengar. Wanita itu menghadap sebuah pintu tertutup, terdengar keributan-keributan kecil dari dalam ruangan di depan wanita itu.

"Hana?" Tanya Hanin lagi, berjalan semakin mendekat pada wanita itu. Tangan Hanin terulur untuk menyentuh bahu bergetar wanita yang hanya mengenakan gaun putih lusuh itu.

Wanita itu berbalik, Hanin langsung menjerit melihat wajah wanita itu yang penuh darah.

"AAAAAAAAAAA...." Teriak Hanin terbangun dari mimpinya.

"Ada apa? Ada apa?" Tanya Narendra terbangun dengan paksa dari tidurnya.

Hanin bernapas cepat, wanita itu melihat sekelilingnya dan memastikan apa yang tadi dia lihat itu hanya mimpinya. Sudah lama sekali sejak mimpi buruk terakhir menghantuinya. Semenjak hidup dengan anak-anak, biasanya dia tidak pernah di hantui mimpi buruk lagi.

"Ada apa?" Tanya Narendra mengucek matanya. Pria itu mengecek anak-anak yang untungnya sama sekali tidak terganggu dengan jeritan Hanin. Mereka dengan terpaksa tidur bersama karena Mentari mengamuk tak terkendali dan Bintang rewel menanyakan 'mamih'nya setelah anak itu ingat sesuatu tentang mamih batamnya itu.

Selain kerewelan Bintang yang minta mamihnya tidak ada lagi info yang didapatkan selain kenyataan jika mereka ke tempat yang benar saat mengujungi Batam untuk mencari anak-anak. Selain kesimpulan jika anak-anak sering di titipkan di Batam, tidak ada info lain yang dapat mereka gali. Tidak ada benang merah yang bisa mereka hubungkan untuk mencari tahu siapa sebenarnya yang harus mereka hindari. Dan siapa sebenarnya orang dibalik penderitaan anak-anak, selain Keanu yang mereka curigai sebagai orang yang melecehkan Mentari.

Jam menujukan dini hari, dua orang yang mendadak jadi orangtua itu memutuskan untuk tidak tidur lagi. Keduanya ke dapur menikmati teh hangat dan cemilan di jam yang terlalu dini untuk makan. Sibuknya menenangkan anak-anak, membuat mereka tidak sempat makan malam dengan benar.

"Aku rasa tawaran pernikahan itu tidak ada salahnya." Ucap Hanin memulai pembicaraan. Setelah dia pikirkan matang-matang, mengikat diri dalam pernikahan bersama Narendra dan menjadikan anak-anak sebagai anak mereka secara hukum adalah cara terbaik untuk saat ini. Terkurung di rumah ini tanpa melakukan apapun lama-lama rasanya menyesakan, terlebih untuk anak-anak. Mentari perlu melanjutkan terapi untuk mengobati traumanya. Bintangpun sama, dia juga harus menjalani terapi untuk membuat dia menjadi anak normal layaknya anak berusia 4 tahun.

Jika memberikan identitas baru untuk anak-anak bisa membuat keadaan lebih baik, Hanin rasa mereka patut untuk mencobanya. Entahlah, hidup bersama-sama dengan anak-anak membuatnya memikirkan yang terbaik untuk kedua anak itu terlebih dahulu dari pada memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Mungkin itu juga yang dirasakan semua ibu untuk anak-anaknya. Untuk merasakan perasaan menjadi seorang ibu, ternyata tidaklah harus melahirkan. Hanya dengan menjadi manusia yang peduli, perasaan itu tumbuh dihatinya dengan sendirinya.

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang