21

12 2 1
                                    

"Bani! Tebak gue bahagia kenapa?" Sine memukul meja tempat Bani merebahkan kepalanya.

"Anying...!!! Gue kaget setengah mati tau ngak lo?!"

"Ngak." Jawab Sine dengan lempeng.

"Telinga gue ngehiung gara gara lo tau ngak?!" Bani mengelus elus sebelah telinganya.

"Ngak." Sine memasang wajah datar.

"Dasar anak puseran!" Bani menarik ujung rambut Sine yang menjuntai sedang berdiri di hadapannya.

"Apa lo? Emang lo ngak punya puser hah?!"  Jambakan Bani masih belum terasa oleh Sine, sehingga Sine hanya tersenyum licik pada Bani.

"Punya. Nih!" Bani mengangkat seragam kemeja putihnya ke atas dengan menggunakan tangan bebasnya, membuat pusar yang berada di perut bani pun terlihat.

"No Bani No! Lo ngak pake kaos dalam?" Sine berteriak histeris sembari menutup matanya dengan menggunakan telapak tangan.

"Pake kok. Nih mau lihat?" Bani melepaskan tangannya dari rambut Sine.

"Bani goblok lo!" Sine menepuk kepala Bani dengan sekuat tenaga.

"Aww! Sakit Sine.. gila lo! Org cuma lihatin kaos dalam doang, bukan pedang punya gue. Jadi ngak usah lebay!" Bani mengelus kepalanya yang sakit dengan manja.

"Bodo lah ya" Sine duduk di bangku yang berhadapan dengan Bani. "Btw Ban.." Sine menyipitkan matanya dan memajukan wajahnya mendekati wajah Bani  seperti orang yang sedang mengintropeksi.

"Apa?!" Bani melirik Sine sinis dengan ekor matanya tidak peduli.

"Puser lo keluar ya?"

"Jadi lo pas nutup mata masih sempet ngeliat?!" Bani terkejut dan membulatkan kedua matanya.

Sine menganggukkan kepalanya dengan ragu. "Y-ya"

"Astaga!!! Sine lo lihat perut gue yang sixpack dong?" Mata Bani masih terbuka lebar.

"Biasa aja kali ngak usah lebay." Sine menutup mulut Bani yang mangap. Sine akui Bani memang mempunyai badan yang ideal tetapi ia sudah lama tidak melihat perut sixpack milik sahabatnya itu semenjak mereka berempat naik ke kelas XI mereka sudah jarang berkumpul dirumah milik Bani yang super mewah dengan peralatan gym yang lengkap.

"Ya jadi ada apa tadi?" Bani mulai membukak topik baru diantara keduanya.

"Gue diajak nonton sama kak Yafi" Senyum di bibir Sine merekah bahagia.

"What?!" Bani kembali membulatkan matanya sempurna dan mulutnya yang respek mangap.

"Gue bilang ngak usah lebay" Sine kembali menutup mulut Bani.

"Kapan? Terus lo mau?"

"Nanti sore, dan jawabannya pasti mau karena sekarang gue adalah pacarnya kak Yafi" wajah Sine terlihat bertambah bahagia.

"Wha-" belum sempat Bani membuka mulutnya Sine langsung menutup mulut Bani menggunakan buku yang berada di mejanya.

"Kali ini buku yang nutupin mulut lo!"

"Sine lu-" Bani ingin menarik hidung mancung milik Sine sekeras-kerasnya tetapi hal itu diurungkan oleh Bani ketika kedua sahabatnya datang menghampiri mereka.

"Lo apain anak gadis orang?" Roby datang mendorong dahi Bani menggunakan telapak tangannya.

"Mau gue bunuh! Dia ngak guna di dunia ini tau ngak?" Bani mengeluarkan suara pembelaan untuk dirinya.

"Ngak." Roby Menjawab dengan muka lempeng seperti Sine.

"Sama aja kalian semua!" Bani memukul meja sekeras mungkin membuat suara yang nyaring terdengar di telinga ,itu membuat seluruh isi kelas memandang kearahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang