Mas Firman mengantarku pulang walau aku sudah menolak. Di sepanjang jalan aku hanya diam. Memikirkan jalan yang sudah aku tempuh sejauh ini. Aku lelah, jika selamanya harus begini. Setiap merajut kasih selalu saja ada penolakan dari orang yang nereka sayang, apa aku memang tak pantas untuk di miliki. Dimana letak kesalahanku? Apa karna fisik lagi? Atau materi dan kasta kami berbeda. Sepertinya kisahku dan Vino akan kembali kandas. Sesekali aku membuang nafas berat. Tiba-tiba Mas Firman menghentikan kendaraannya di sebuah rumah makan.
"Kita makan dulu ya?" Pintanya. Percuma aku menolak, karena sudah mampir juga. Aku juga sudah lapar. Setelah mendapatkan meja, kami memesan makanan sesuai dengan selera masing-masing
"Bagaimana hubungan mu dengan Vino?" Tanya Mas Firman setelah kami memesan makanan.
"Biasa aja. Tidak ada yang spesial." Entah kenapa aku meragukan perasaan ku pada Vino kini. Apakah aku sudah jahat, entahlah. Aku kira tidak masalah saat kami memutuskan untuk backstreet, ternyata kini membuat aku berfikir jika memang sebenarnya aku bukanlah wanita yang di inginkan tante Karin untuk anaknya.
"Jangan mempermainkan perasaannya." Ucap mas Firman seperti menasehati, ya memang menasehati.
"Aku hanya takut." Ucap ku menahan nyeri di dada.
"Apa yang membuatmu berfikir seperti itu?" Tanya Mas Firman tidak mengerti.
"Setelah kepergian mu aku tidak pernah membuka hati atau hanya menjalin kasih dengan pria manapun. Ada rasa trauma."
"Maaf, aku tidak menyangka membuat mu begitu terluka." Mas Firman lalu menggenggam tanganku dengan lembut. Aku merasa sedikit tenang walau sebenarnya aku ingin menangis di pelukannya.
"Apa yang salah dengan ku mas? Apa aku tak layak untuk bahagia? Aku lelah harus berpura-pura tegar, sedangkan aku rapuh." Ucap ku kali ini tanpa mampu menahan bulir bening yang sudah sedari tadi ingin menetes. Melihatku menangis, mas Firman mendekatkan posisi duduknya dan merebahkan kepalaku di dadanya. Mengusap lembut rambutku.
"Kamu seharusnya bahagia Ran." Ucapnya lirih.
"Tapi tidak ada yang bisa membuat ku bahagia mas. Aku lelah, tidak ada yang menginginkan ku. Semuanya ingin aku menjauh dari hidup orang yang mereka sayangi." Ucapku semakin tersedu. Mas Firman semakin memeluk ku erat dan kini mencium pucuk kepalaku.
"Kamu salah Ran. Aku sangat ingin berada di sisimu dari dulu hingga sekarang." Ucapan mas Firman membuat aku melihat wajahnya. Kini mata sembab ku menatap netranya. Dia tersenyum dan menghapus lembut air mata ku.
"Menikahlah dengan ku." Ucapnya dengan tulus. Tatapan kami semakin dalam menyelami hati masing-masing. Namun ketegangan kami terganggu dengan getar telepon ku. Aku segera meraih benda pipih tersebut menjawab panggilan Vino.
'Halo.'
'...'
'Aku lagi makan. Sama... sama temen." Ucapku melirik mas Firman. Ya aku berbohong, entah kenapa aku enggan Vino tahu aku sedang dengan siapa sekarang.
'...'
'Iya, bentar lagi aku pulang.'
Panggilan aku akhiri. Kami langsung menyantap makan yang sudah dipesan tanpa kata. Aku tiba-tiba hilang selera makan. Badan ku terasa meriang. Sebenarnya dari malam aku sudah merasa tidak enak. Aku fikir hanya karena cuaca yang sedang berubah-ubah. Setelah itu kami langsung pulang.
"Aku serius dengan ucapanku tadi Ran." Ucap mas Firman dengan bersungguh-sungguh.
"Pikirkan lagi mas. Aku bukan wanita yang diinginkan. Tidak mudah untuk bahagia bersama ku." Ucapku lalu meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA sang MANTAN ✔ (TAMAT) ✔
RomanceMengisahkan seorang wanita yang berusaha lepas dari kisah cinta masa lalu. Menata hidup tanpa hadirnya seseorang yang akan memberikan perhatian. Saat dia mampu mengubah hidupnya, sosok masa lalu kembali hadir membawa cinta yang pernah mati. Di saat...