22

774 121 3
                                    

Sembari menunggu di lampu merah berubah menjadi hijau, Seokjin menenggelamkan wajahnya dibalik setir mobil.

Ia tampak gelisah dan salah tingkah karena perbuatannya pada Sowon tadi.

Seokjin mengangkat kepalanya dan menyentuh bibirnya itu.

Setidaknya, aku menjadi second kissmu.

"Kenapa aku berkata seperti itu?!" tanya Seokjin pada dirinya sendiri. Ia sendiri tak habis pikir. Sekarang apa yang perlu dia lakukan? Seokjin selalu saja mengutarakan perasaannya di saat yang tidak tepat.

Ia malah tidak berpikir secara matang. Padahal besok dia dan Sowon sudah membuat janji. Akan tetapi, karena kejadian ini, Seokjin jadi benar-benar canggung dengan Sowon.

Bahkan sejak saat setelah Seokjin menyuri ciuman dari Sowon, mereka berdua tidak berbicara. Bahkan untuk saling memandang saja sudah sangat canggung. Bahkan setelah Sowon turun dari mobil, Sowon hanya membungkuk tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.

Lagi-lagi, suara klakson mobil di belakang yang membuyarkan lamunan Seokjin. Ia pun tersadar kalau lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau. Ia pun segera melajukan mobilnya ke rumah.

Sesampainya di gerbang, Seokjin langsung disambut dengan gonggongan dari Jjanggu. Kemudian di depan pintu rumah, berdiri seorang wanita dengan pakaian kerja sambil berkacak pinggang melihat mobil Seokjin masuk ke perkarangan dan berhenti di garasi.

Seokjin menghela nafas kasar. Dia yakin sore ini tak akan tenang karena ibunya sudah menunggunya di depan pintu bagaikan anak kecil yang siap dimarahi karena terlalu lama main di luar rumah.

Seokjin melepas seat belt dan keluar dari mobil mewahnya.

"Ya! Seokjin, kau kemana saja seharian ini? Yongsun mencarimu! Kau tidak ada di rumah sepanjang hari."

"Lalu kenapa? Apa ada masalah? Dia kan bisa pergi sendiri tanpaku."

Sang ibu tersinggung. "Ya! Bagaimana kalau sesuatu terjadi padanya? Seharusnya kau sebagai pria itu menemaninya dan menjaganya! Terlebih dia adalah calon istrimu."

"Ibu yakin sekali dengan perkataan ibu." Seokjin berdecih dan memandnag ibunya itu. "Apa jangan-jangan dulu sifat ibu sama seperti Yongsun?"

"Apa maksudmu huh? Kau benar-benar tidak sopan, bagaimana bisa kau menjadi pemimpin perusahaan nanti!"

Seokjin menghela nafas. "Aku tidak mau menjadi pemimpin perusahaan dan seharusnya ibu tahu soal itu."

Sang ibu berdecak. "Kalau kau tidak mau menjadi bos, lantas kau mau jadi siapa kelak?"

"Entahlah, menjadi pria yang baik untuk istriku, mungkin? Tapi bukan Yongsun."

"Jangan membuat ibu marah. Kau sendiri yang mau menerima perjodohan ini. Kita sudah membahasnya selama setahun!"

"Tapi, aku bilang ada syaratnya. Jisoo harusnya diperbolehkan untuk mengambil keputusan sendiri. Dia mau bersama Jinyoung, jadi restuilah!"

"Tidak! Kau kira kalau kamu merestui mereka, pihak Jinyoung akan setuju juga?"

Seokjin diam. "Aku yakin mereka mau. Kalau saja ayah damai dengan ayah Jinyoung."

"Ayah Jinyoung itu pengkhianat!"

"Huh? Benarkah?" Seokjin mengernyitkan keningnya.

Ibu Seokjin menghela nafas kasar. "Sudahlah, tidak ada gunanya berbicara dengan anak keras kepala sepertimu." Ia masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.

Seokjin, memilih untuk berbalik ke arah gerbang. Ia berjalan menuju Jjanggu dan tersenyum. Ia berjongkok dan mengelus kepala anjing itu dengan pelan. Anjing itu kelihatannya nyaman.

sculpture | sowjin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang