BAB 10

2.1K 86 4
                                    

Aku nggak sangka ternyata pesta resepsi yang udah disiapkan akan semegah ini.

Acara resepsi ini diselenggarakan di Ballroom sebuah hotel dengan desain yang emang selera aku banget. Aesthetic gitu loh kesannya. Cantik banget. Cocok juga sama gaunku yang berwarna peach-salem gitu. Belum lagi ada lilin-lilin yang menghiasi hampir seluruh ruangan yang saat dinyalakan ruangan sengaja dibuat redup penerangannya. Uwh, keren lah pokoknya!

Padahal yang aku tau, tema aesthetic kayak gini tuh biasanya dipakai buat acara outdoor, bukannya indoor kayak acara kami saat ini. Malah yang agak berbeda gini ini yang kadang bikin kesannya makin bertambah. Kayak aku lah yang daritadi nggak ada hentinya takjub sama konsep antimainstream ini. Hoho.

Intinya, aku seneng banget sama konsepnya. Siapa pun yang punya ide buat konsep kayak gini, pokoknya aku mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya!

"Yo, Man!"

Suara ramai dari samping kananku itu membuatku melirik. Seorang cowok berbadan tegap yang tingginya hampir sama dengan Bian sedang tertawa bersalaman ala-ala anak gaul jaman dulu yang terasa sinkron sama gaya mereka. Aku menyipitkan mata saat merasa familiar dengan wajah cowok itu.

"Yoo!! Dateng juga lo!" balas Bian.

"Gila lo, Yan. Lama nggak ketemu, tau-tau sebar undangan nikah aja lo!" lalu mereka tertawa bersama.

Aku masih mikirin siapa orang ini. Aku merasa familiar, tapi pernah lihat dia di mana yaa...

Oh, iya! Akhirnya aku inget dia. Pantes aja wajahnya familiar, dia ini kan salah satu sohibnya Bian pas jaman SMA yang juga teman sekelasku dulu pas kelas sebelas. Haga, namanya. Yang kelakuannya sebelas duabelas sama Bian. Nggak nyangka kelakuan absurd itu masih aja kebawa sampai sekarang. Duh, duh, duuhhh... lihat aja itu gaya mereka dua serasa dunia milik bersama sementara yang lain ngontrak! Nggak inget apa, antrean di belakangnya masih panjang itu! Ckck.

"Mas, Mas, udahan dulu lah ngobrolnya. Coba lihat tuh di belakangnya masih antre." Aku tersenyum sarkastik padanya.

Aku harap setelah ini dia langsung sadar kalau perbuatannya ini telah menghambat jalannya sesi salam-salaman ini dan membuat antrean itu makin mengular panjangnya. Ck!

Haga pun menoleh kepadaku. Menatapku agak lama sebelum dia menaikkan alis matanya tinggi-tinggi ke atas seakan merasa nggak yakin akan apa yang dia lihat di depannya. Aku itu maksudnya!

Aku mengernyit. Ini orang kenapa sih? Liatin aku sampai segitunya?!

"Oh, jadi ini beneran si Rere bawel yang hobinya ngomel itu?"

Apa? Rere bawel yang hobi ngomel? Wah, kurang ajar nih si Haga! Udah lama nggak ketemu bisa-bisanya dia bilang kayak gitu ke aku! Nggak Bian, nggak Haga samanya ngeselin. Dasar ya emang mereka itu sahabat yang sejenis!!

Aku melotot mendengar suara tawa dari sebelah kananku. Ish, suami macam apa sih dia ini. Istrinya dikatain, bukannya ngebela tapi malah ikut ketawa. Ngeselin emang!

Kesel. Aku sikut aja perutnya sampai bikin dia meringis kesakitan. Rasain, emang enak! Makanya jangan berani-beraninya bikin Rere kesel!

"Hahahaha..." si Haga ini malah ketawa tiba-tiba nggak ngerti karena apa. Ini orang kenapa coba? Kesambet kali ya. Tau-tau ketawa. Nggak jelas dasar!

"Woi, kalian ini ternyata masih aja suka berantem ya? Heran gue, kenapa tau-tau bisa ketemu di pelaminan begini dah." Haga geleng-geleng kepala sambil tertawa geli sampai perlu memegangi perutnya segala. "Ini sih namanya tikus dan kucing menjadi nikah! Hahahaha..."

Huh, kampret juga nih si Haga. Beraninya dia merusak suasana pesta ini. Mana nggak kira-kira lagi ketawanya. Jaim dikit kek. Udah pake jas, ganteng-ganteng gitu masih aja selebor!

Nikah Tapi Musuh (Old Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang