Namaku Ramsey. Dalam Bahasa Inggris artinya 'Dari Lembah'. Karena aku memang asalnya dari lembah. Lembah hitam yang bernamakan 'ketiadaan' dan hanya akan berada di dunia untuk menunggu kembali ke ketiadaannya. Begitulah kiranya ajaran Buddha yang menurutku benar itu.
Aku anak kedua dari pasangan Marteen dan Dewi. Saudara kandungku jumlahnya ada tiga orang. Yang laki-laki ada dua, sementara yang perempuan ada satu. Kakakku bernama Roy, adikku bernama Rinto dan Rini. Semuanya berawalkan huruf R. Konon kata ayah dan ibu, semua nama itu mewakili harapan dari mereka.
Misal untukku, mengapa Ramsey? Konon kata ibu, nama itu ialah pemberian dari nenekku, Maria namanya. Sebab nama itu menurut nenek memiliki harapan yang sepenuhnya indah. Sebut saja, humanis, idealis, penolong, penuh keyakinan, sistematis, teratur, menarik perhatian, penuh semangat, mudah beradaptasi dan tidak suka dibatasi.
Banyak sekali memang.
Dan alangkah gilanya aku jika aku mencoba mewujudkannya satu persatu. Tapi tunggu, apa aku sudah mewujudkannya? Entah. Yang jelas, di usiaku yang ke dua puluh dua ini aku masih seorang mahasiswa semester akhir. Dengan kepadatan aktivitas yang tidak memberikan ruang untuk bernapas. Dengan teman yang makin hari makin berkurang saja jumlahnya. Menjenuhkan.Sampai-sampai kadang aku berpikir bahwa perkataan seniorku waktu itu ada benarnya. Benar saja, dulu salah satu seniorku pernah berkata; "semakin tua semestermu, kamu bakal semakin kesepian". Sungguh pengalaman yang hanya bisa dirasakan satu kali seumur hidup. Pun dieluhkan sedemikian rupa. Dan aku perlahan menderita karena itu. Di satu sisi, karena alam pikiranku yang kini sudah begitu kompleks.
Bagaimana tidak, pasca lulus ini saja, aku sudah di tuntut buat kerja. Mungkin sekalian sambil mencari istri, menikah, lalu, mendapatkan keturunan. Lalu bersama dengan mereka sampai maut menjelang. Dan menurut semua orang, hal-hal macam itu sungguh membahagiakan. Pertanyaanya, apakah hal-hal macam itu bisa membuatku berkata bahwa aku bahagia?
Tidak juga. Bahkan hal itu terlalu monoton buatku. Asing. Sama asingnya seperti kata bahagia itu sendiri. Apalagi proses pencariannya. Yang sempat ditafsirkan Camus kurang lebih seperti ini :
"Anda tidak akan pernah bahagia jika anda terus mencari apa yang terkandung di dalam kebahagiaan. Anda tidak akan pernah hidup jika terus mencari arti kehidupan"
Aku lelah karena aku paham bahwa kehidupan ini nyaris tidak bisa dibatasi dengan definisi. Bahagia, sedih, tawa atau tangis dan berbagai macam tetek bengeknya hanya suatu kata yang mensiratkan relativisme kehidupan fana. Dan yang terpenting ialah bagaimana kita memperkaya makna, itu saja. Sebab hidup ini nyatanya benar-benar sederhana. Sementara yang hebat-hebat adalah tafsirannya (kata Pram).
Ya, persoalan tafsir. Dan tafsir membutuhkan sudut pandang. Macam apa yang pernah diutarakan oleh Dee Lestari dalam novelnya yang cukup terkenal ; Supernova : Ksatria Putri dan Bintang Jatuh. Lalu biar aku berpendapat disini.
Bila hidup sepenuhnya pilihan antara a-b atau c-d, maka aku akan pilih hidup dengan sudut pandangku sendiri. Artinya, aku tidak perlu mengikuti pendapat umum. Dan akan aku katakan bahwa aku pernah punya kisah hidup yang amat menggembirakan.
Ini aku, Ramsey. Ya, aku pernah memiliki era keemasan. Meskipun sekarang aku lebih banyak berkubang dalam lumpur keterasingan hidup yang penuh rasa kesepian dan kedukaan. Dimanakah era keemasan itu?
Saat aku SMA. Sudut pandangku mengatakan demikian karena saat SMA aku punya semua. Teman dengan kisah-kisah heroik, atau cinta dengan kisah-kisah romannya. Dan aku memilih untuk menjabarkan alasannya disini. Lewat cerita. Semoga kalian berkenan membacanya.
Ini aku Ramsey, dan inilah ceritaku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet
SaggisticaBittersweet merupakan cerita manis pahitnya cinta dan persahabatanku saat masih duduk di bangku SMA. Berasal dari kisah yang nyata tapi tidaj senyata nama dari setiap pemainnya.