Shani dan Viny sama-sama keluar dari kafe tersebut setelah Viny mendapatkan pesan dari Acha kalau jadwal pemotretannya akan segera dilakukan. Viny tersenyum pada Shani sebelum dia mengangkat tangannya dan menyampirkan rambut Shani ke belakang telinga. Shani juga membalas senyuman manis dari Viny. Sesaat kemudian, senyum Viny dan Shani luntur ketika tangan Shani ditarik oleh seseorang.
"Sinka?!" Viny menatap terpaku pada Sinka yang tengah menarik paksa tangan Shani untuk menjauh dari Viny.
"Aw! Sakit! Lepasin!" Keluh Shani.
Dengan sigap, Viny menghampiri Sinka yang sudah terlihat seperti orang kerasukan. Mata Viny membulat sempurna ketika melihat Sinka menampar pipi Shani dengan sangat keras. Dia kembali terpaku saat tatapan tajam Sinka diarahkan padanya.
"Jadi ini cewek yang kamu sukain, Vin?!" Tanya Sinka dengan suara tinggi dan nafas yang memburu.
Viny tidak bisa menjawab, dia berjalan mendekat ke arah Sinka. Kali ini, Viny menepis paksa tangan Sinka yang memegang Shani. Shani sudah menangis. Viny menghela nafasnya dan menatap Sinka dengan ekspresi datarnya, "Iya, dia cewek yang aku sukai. Dan aku harap, kamu ga ganggu dia lagi."
Sinka tersenyum sinis, kemudian menggeleng, "Aku ga akan ngelepasin dia gitu aja karena dia udah ngerebut kamu dari aku."
"Kita udah putus!" Viny menjeda kalimatnya, "Dan kamu sendiri yang mutusin aku!"
"Tapi, aku masih cinta sama kamu Vin!"
Viny menggeleng, "Lupakan aku. Kembalilah dengan Lidya."
"Tidak!" Sinka menggeleng, air matanya sudah mengalir, "Kamu milikku dan selamanya akan tetap menjadi milikku!"
Viny tidak membalas ucapan dari Sinka. Dia menatap Shani dan langsung menarik Shani untuk pergi dari sana. Sinka yang tidak terima pun mengejar Viny dan berhenti tepat di depannya untuk mencegah langkah Viny.
"Minggir, gue aja jadwal pemotretan." Ucap Viny tegas.
Sinka menggeleng, "Ga! Aku ga akan minggir sebelum kamu nerima aku kembali!"
Viny menatap tajam pada Sinka, "Lo tuh sadar ga sih udah nunda-nunda pekerjaan gue dengan bahasan lo yang ga bermutu itu?!"
Sinka terkejut mendengar kalimat yang meluncur keluar dari mulut Viny. Baru kali ini dia melihat kemarahan besar dari Viny. Selama berpacaran dengan Viny dulu, Sinka hanya melihat kelembutan dari Viny.
"Vin, aku mohon. Kasih aku kesempatan." Ucap Sinka dengan suara lirihnya.
Viny menggeleng tegas, "Gue udah cukup sama lo, pelacur murahan!"
Emosi Sinka tersulut saat Viny mengatainya dengan pelacur murahan. Tangan kanannya terangkat dan mendaratkan tamparan keras ke pipi Viny. Viny tersenyum miring saat mendapatkan tamparan keras itu.
"Jaga mulut kamu, brengsek!" Sinka menunjuk Viny, "Kamu udah nyakitin aku dengan kata-katamu!"
"Nyakitin lo dengan kata-kata gue?" Viny kembali menatap Sinka, "Gimana dengan lo yang nyakitin gue dengan selingkuh sama sahabat gue sendiri?!"
Sinka terdiam, dia tidak mampu membalas lagi. Kalimat yang diucapkan Viny memang benar. Dia telah berselingkuh di belakang Viny. Dan itu, lebih terasa sakit daripada hinaan Viny padanya.
Setelah tidak mendapatkan respon apapun dari Sinka, Viny kembali menarik Shani untuk pergi dari hadapan Sinka. Sinka menundukkan kepalanya saat Viny dan Shani telah berjalan jauh melewatinya. Air matanya sudah mengalir sangat deras.
"Maafin aku, Vin. Maafin aku." Batin Sinka.
Sesaat kemudian, Sinka merasakan sebuah pelukan pada tubuhnya. Tanpa mau tahu siapa orang tersebut, Sinka pun membalas pelukan orang tersebut.