Tiing ...
Bunyi tanda masuk pelanggan di cafe Cempaka. Suara itu menjadi jalan implus bagi para pelanggang disana, seorang gadis dengan pakaian modisnya berjalan menghampiri meja yang sudah di pesan oleh kekasihnya, Nindy Niranja Putri, panggil saja ia Nindy. Hari ini Nindy, Cika dan Lolita sudah berjanji untuk bertemu di Cafe Cempaka, dimana mereka membujuk Nindy sangat amat melelahkan. Saat Nindy sedang berjalan menuju arah meja yang sudah di tentukan oleh Cika, ia bukannya melihat Cika dan Loli, tetapi ia malah melihat Vero, kekasihnya.
Vero Argatama Farenz, siapa yang tidak mengenal lelaki itu di kalangan teman - teman Nindy, lelaki yang memliki sejuta pesona cool nya yang mampu meruntuhkan hati para gadis di SMA-nya. Namun sayangan nya lelaki itu bukan lelaki yang haus akan perhatian perempuan, Vero lelaki yang sangat tertutup dan dingin, hanya beberapa orang yang beruntung bisa mengajaknya bicara panjang. Selain tampan, Vero anak yang pintar, dia sudah di pilih sebagai ketua OSIS, bukan keinginan Vero, namun kedua sahabatnya mengerjainya dengan mendaftarkan namanya ke acara pemilihan ketua OSIS.
Sebenarnya, Nindy sedang ada masalah dengan Vero. Seminggu ini Vero tak pernah mengabari Nindy sama sekali. Sudah berfikir positif, namun tetap saja yang namanya perempuan manusia yang memiliki segala pertanyaan yang membuat hati sakit, Vero benar - benar seperti orang asing, padahal Vero sudah berjanji akan sedikit lebih terbuka kepada Nindy. "Nindy, duduk," Panggil Vero.
"Kok, kamu yang disini? Aku janji ketemu Cika sama Loli loh, bukan sama kamu," ucap Nindy aneh.
"Iya, gue yang suruh" kata Vero.
Nindy mengerjapkan matanya pelan. "Oh gitu, tapi kayanya salah tempat deh? Cika kayanya salah kirim alamat, gue balik dulu deh, cari lagi,"
Nindy langsung berdiri dari tempat duduknya. Tiba - tiba, sebuah cekalan berhasil menahan Nindy. Vero menghalang Nindy pergi. Karena harus ada yang dibicarakan dengan Nindy. Vero tidak mau seperti lelaki bodoh yang tidak bisa mengungkapkan isi hatinya kepada kekasihnya. "Apa lagi sih?!" Kesal Nindy.
"Gue kesini cuma mau nanya, kemana lo selama ini? Menghilang gitu aja? Lo marah sama gue? Lo kesel karena gue ga tanya lo lagi apa, atau lo lagi dimana? Apa kenapa sih Nin?" Tanyanya.
Nindy tersenyum kecut. "hah? Lo gak tau diri banget ya jadi cowo, harusnya gue yang tanya, lo mikir sampe sedangkal itu tanpa lo intropeksi hal apa yang terjadi sama gue dan lo? Gue bukan anak kecil yang setiap harinya haus buat di kasih perhatian, yang gue pertanyakan adalah, lo sebenarnya pacarin gue karena lo suka sama gue, apa cuma main - main sih Ver?"
Vero menghela nafasnya panjang, ternyata ini yang menjadi jarak antara ia dengan Nindy. "Iya gue salah, maaf. Apa Lo mau minta putus? Please! Gue mohon, Jangan minta putus Nin," ucapnya memohon. Lelaki itu sangat takut kehilangan Nindy, karena baginya Nindy adalah satu - satunya yang membuat semangat nya kembali, gadis itu datang mengembalikan kesempurnaan hidupnya, tak rela jika Nindy pergi.
"Apaan sih?! Gue bukan anak kecil yang dikit - dikit minta putus, tapi gak ada salahnya kan lo lebih terbuka sama gue? Jujur udah hampir setahun gue ngerasa sama lo kaya flat tau gak? Gue cuma takut lo hanya jadiin gue sebagai taruhan, dan kesananya lo pergi gitu aja tanpa ada alesan yang jelas,"
"Nindy, please, gue minta maaf. Iya gue terlalu bodoh untuk sekedar terbuka sama lo, gue masih belum terbiasa, gue bener - bener minta maaf, "
Nindy menghela nafasnya, gadis itu mengangguk, ia memegang lengan Vero dan menatap tajam bola mata Vero dengan serius. "Gue gak tau, gue gak tau gue ini yang pertama di hati lo atau yang kedua, tapi gue cuma minta, jangan bikin gue ragu, karena gue ga pernah ingin jatuh cinta, tapi sekalinya gue jatuh cinta, gue ga bisa berkutik apa apa, kaya orang bodoh tau gak?"
Vero langsung memeluk Nindy dengan penuh kasih sayang, Vero memejamkan matanya, merasakan kenyamanan di pelukan Nindy. Vero merasa sangat egois, membuat Nindy kebingungan. "Aku sadar disini aku egois, aku minta maaf ya,"
***
Di perjalanan pulang tadi, Vero dan Nindy sama - sama bisu. Nindy masih belum ingin membuka suara dan Vero sedang memberikan Nindy waktu untuk berbicara, saling gengsi, itu yang menjadi penghalang nya.Setelah sampai depan rumah Nindy. Vero langsung pamit pada Nindy, lelaki itu memeluk untuk terakhir kalinya lagi sambil berkata. "Aku janji, aku bakal lebih terbuka tentang apapun, aku gak akan buat kamu ragu lagi Nindy, aku gak mau kehilangan kamu,"
"Aku pulang dulu." Ucapnya lagi.
"Iya, hati - hati,"
Vero hanya mengangguk, sedetik kemudian, Vero telah melakukan mobilnya jauh dari perumahan Nindy. Nindy berjalan lesu menuju pintu rumah. Dilihatnya kertas di tempel pada pintu tersebut, ternyata Note dari mamanya.
"Sayang, tadi mama sama abangmu nungguin kamu, tapi kamunya lama. Jadi mama sekarang lagi ke mall sayang sama abangmu, kalau kamu mau masuk rumah, kuncinya ada di rumah Oma ya,"
Nindy heran, mengapa mamanya masih menggunakan Note, walaupun sekarang sudah ada sosial media. Nindy langsung mengambil sepeda di pekarangannya dan langsung menggoesnya menuju rumah omanya, jarak dari rumah Nindy ke rumah Oma Nindy cukup dekat, karena Oma Nindy pun satu kompleks dengan Nindy. Oma ini ibu dari mama Nindy, jika nenek dari papa Nindy berada di Bandung.
"Hadeuh! Gue kudu ke rumah Oma lagi!" Kerutu Nindy saat sedang menggoes sepedanya.
Saat sudah sampai dirumah omanya, Nindy langsung memencet bel dan keluarlah si bibi yang menjaga Oma Nindy. "Oma ada bi?" Tanya Nindy.
"Eh, ada neng, masuk ayo," ajaknya.
Nindy langsung masuk dan menghampiri oma-nya yang sedang menjahit baju. Kebiasaan Oma Ranti. Nindy langsung menghampiri dan langsung mengecup pipi oma-nya. Ranti langsung terkejut melihat cucunya datang tak mengabari, biasanya Nindy jika datang, walaupun dekat, akan mengabari terlebih dahulu. "Hai Oma!"
"Duhh, biasanya kamu kabari Oma dulu kalo kesini"
"Hehe, aku kan mau ngambil kunci Oma"
"Oh iya, mamamu menitipkan kunci, Oma lupa, udah tua, hahaha!"
Nindy terkekeh saja melihat kelakuan Ranti.
"Oh iya, kak Rere belum datang Oma?" Tanya Nindy yang sedang duduk di sebelah Ranti.
Rere adalah kakak sepupu Nindy. Rere sudah tinggal bersama Ranti sejak SMA kelas XI, Rere di didik oleh Om Reza dengan mandiri. Sehingga orang tua Rere tinggal di Bandung dan Rere tinggal bersama Ranti. "Belum, katanya tadi dia cuma mau kasih tugas aja, gak lama kok. Kamu kalo mau istirahat, istirahat aja," ucap Ranti.
"Boleh Oma?"
"Ya boleh lah! Gimana lah kau ini"
Nindy menaiki anak tangga sambil tertawa kecil kepada Ranti. Nindy akan tidur sebentar, karena dirinya juga lelah akibat menangis tadi. Nindy tidur di kamar milik Mila sewaktu Mila muda. Kamar ini menurut Nindy cukup nyaman. Nindy langsung menghempaskan badannya di kasur empuk dan terlelap sebentar. "Aku lelah Vero, semoga kamu mengerti, seberapa khawatirnya aku jika kamu tidak mengabariku" gumam Nindy.
Akhirnya Nindy terlelap bersama air mata yang turun. Nindy tau dia terlalu posesif, tapi apakah Vero tau, bahwa dirinya benar - benar khawatir. Nindy akan tidur petang ini juga. Esok lebih baik lagi. Nindy bangun jika di bangunkan, karena bisa - bisa Nindy akan tertidur sampai besok pagi.
***
Hai!
Gimana - gimana? Seru gak?
Seru-in aja ya! Biar authornya juga seneng.Gimana nih, putus gak Nindy Sam Vero-nya?
Hahaha! Baru juga part 1 ya?Jadi insya Allah kedepannya gue terusin cerita ini!
Maka dari itu, kalian baca terus ceritanya, biar gue tambah semangat nih bikinnya!Jangan lupa Vote dan Coment ya!
Salam sayang dari
DiaraahmaaHappy Reading💕
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Couple (SUDAH TERBIT)
Teen FictionCover by : wira putra *BEBERAPA BAB DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT Banyak orang di luar sana yang ingin memiliki kekasih yang sempurna. Tapi, tak selamanya sebuah hubungan berjalan dengan sempurna. Akan ada di tengah perjalanan, ketika kamu sed...