"Kakak pulang ya," isak tangis Aluna memegangi kaki Lidya dan sangat berharap lebih.
"Lidya gak akan kemana-mana," sela Gio sambil memandang Aluna dengan malas.
"Kau bohong! Kau bilang kalau kau sama sekali tidak melihat kakakku! Puas aku mencarinya semalaman ini!" amuk Aluna dengan tatapan tajam menusuk Gio.
"Itu hidup lo bukan hidup gue dan yang terpenting gue gak ada kewajiban sedikitpun buat peduli sama lo!" bantah Gio mendalam lalu berdiri dan meletakkan gelasnya ke wastafel.
"Kau jahat!" bentak Aluna tidak terima.
"Jahatan kakak lo daripada temen gue, Lidya diusir malem-malem gitu. Udah lo pergi aja dari sini, gue muak liat muka lo!" protes Dimas terang-terangan.
"Gue setuju," sambung Gio yang kembali duduk.
"Aku gak bakalan pergi jika kak Lidya tidak ikut bersamaku!" tolak Aluna langsung sambil menangis dan menitikkan air matanya.
"Gue gak bakalan ikut sama lo," jawab Lidya tiba-tiba setelah mengkosongkan tatapannya dan mempertimbangkan sesuatu.
"Kenapa kak?" kaget Aluna dalam isaknya.
"Gue gak sudi," desis Lidya. Gio menatap ke arah Lidya dan tersenyum sepintas.
"Tapi kak... Aku tidak punya siapapun di sana. Keluarga bukanlah keluarga dan aku hampa akan cinta dan kasih sayang. Ditambah lagi...."
"Apa?" potong Lidya heran. Mereka serentak menoleh ke arah Aluna.
"Besok di sekolah ada acara pementasan dan ada penghargaan teruntuk 10 murid berprestasi dan aku memasuki daftar murid tersebut," jelas Aluna dengan penuh pengharapan.
"Lalu?" guman Lidya pelan.
"Setiap siswa yang maju harus ditemani dua anggota keluarganya. Aku malu, tahun lalu aku mendapatkannya dan tidak ada siapapun yang datang untukku. Ini tahun terakhirku mendapatkan prestasi itu," mohon Aluna.
"Terus?" heran Lidya dengan arah bicara Aluna.
"Jika kau sudi, kau yang harus datang di penghargaanku. Ibu dan Oxy sibuk dengan urusannya," pinta Aluna masih tetap berharap.
"Lalu kata lo itu harus berdua, terus gue sama siapa?" tanya Lidya menyelidik heran.
"Sama gue," jawab Gio spontan. Mereka langsung serentak menoleh ke arah lelaki itu sambil menatapnya tidak percaya.
"Lo?" ragu mereka serentak.
"Apa salahnya?" Gio mengedikkan bahunya lalu merilekskan tubuhnya.
"Sejak kapan lo jadi mau dateng ke acara orang? Giliran lo diundang aja selalu nitip amplop sama kita. Jangan-jangan darah lo terinfeksi virus," duga Dimas berargumen.
"Sejak besok. Udah lo sana sekolah, kalo lo kelamaan Oxy bakal dateng ke sini dan gue lagi ga semangat buat ngabisin tuh orang. Cepetan pergi atau gue usir lo secara paksa!" bentak Gio masih saja terfokus dengan langit-langit kafe.
"Kakak datang kan?" tanya Aluna memastikan lagi.
"Iya," jawab Lidya menyerah. Ia tidak dapat meretakkan hati orang yang kini menyayanginya.
Aluna tersenyum girang lalu melambaikan tangan menuju pintu keluar. Lidya bernafas lega seperti yang lainnya.
"Lo yakin mau dateng?" tanya Exel sambil menempelkan punggung tangannya hendak mengecek suhu tubuh pada dahi Gio.
"Gue yakin. Gue pinjem jas lo, gue ga punya jas," rayu Gio bergerilya.
"Kenapa lo ga pake baju gini aja?" kekeh Sadam menggodanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
JugendliteraturBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...