BAB VII

22 3 4
                                    

"Leon, kamu sungguh hebat bermain game!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Leon, kamu sungguh hebat bermain game!"

"Ah tidak juga. Kamu juga hebat kok Rio. Buktinya, kamu tadi mengalahkan aku." Leon menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ketika Rio memujinya terlalu bersemangat. Jika dilihat-lihat, Rio dan Qiana memiliki kemiripan, sama-sama berisik.

"Apanya, hanya sekali dari tujuh kali balapan. Apa kamu juga suka main game online?"

Leon mengangguk mantap, membuat Rion kembali bersemangat bertanya kepadanya.

Qiana tersenyum melihat Leon dan Rio yang berjalan di depannya. Keduanya mengobrol akrab. Qiana sendiri tidak menduga, entah pergi kemana kecanggungan yang sempat Qiana lihat tadi. Mungkin karena kenyataan bahwa mereka menyukai sesuatu hal yang sama, sehingga mereka cepat dekat.

Dari pantulan mata Rio yang begitu bersinar, Qiana mengetahui betapa antusiasnya laki- laki itu ingin mengetahui tentang Leon. Teman baru yang ternyata seorang gamer dan Youtuber.

Qiana terus menatap Rio yang tertawa renyah. Setelah sekian lama mereka tidak bertemu, Rio tidak banyak berubah. Dia masih pemuda yang ramah dan penuh akan rasa ingin tahu yang tinggi. Jika dilihat-lihat mungkin hanya postur tubuhnya saja yang berubah. Menjadi lebih tinggi dan tentu saja 'semakin tampan'. Qiana menunduk malu akan pemikirannya sendiri, terutama bagian yang pertama dan terakhir.

"Wah hebat. Bahkan kamu sudah punya lebih dari puluhan ribu pengikut?"

"Begitulah. Tapi, mempertahankan agar lebih menarik itu yang sulit"

Qiana mencibir kesal mendengar perkataan Leon. Ia kembali teringat kenangan menyebalkan. Kenyataan bahwa gamer favorit yang sudah ia ikuti jejaknya sejak lama adalah Leon Dirgant. Laki- laki paling menyebalkan yang pernah dia kenal.

Qiana menghentikan langkah kakinya ketika pandangan matanya teralihkan oleh mesin kotak berisikan boneka-boneka lucu berbagai bentuk binatang. Qiana terpaku pada boneka kelinci berwara putih yang memakai pita biru ditelinganya.

"Kenapa? Kamu mau kelinci itu?"

Qiana tersentak kaget saat menyadari keberadaan Rio yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingnya. Ragu ia menganggukan kepalanya, pipinya bersemu malu-malu ketika Rion kembali menatapnya dengan senyuman.

"Dasar bocah!"

Qiana langsung berpaling ke sisi lain. Menatap ganas Leon yang menyeletuk sambil memamerkan senyum menyebalkan.

"Yah pendek! Kamu juga suka boneka kan? Jangan kamu fikir aku lupa wajah bahagiamu waktu kapten memberikanmu boneka beruang yang besar itu sedangkan aku hanya dapat secuil donat!"

"Apa!? itu bukan karena bonekanya, tapi alat... ah sudahlah pokoknya bukan seperti yang kamu fikirkan. Dan lagi, secuil dari mana kamu makan sekotak besar! Satu box kamu habiskan semua! Dasar bocah rakus!"

"Ya!!! Dasar pendek mulut tajam!"

Mendengar kekehan dari samping, Qiana dan Leon mendadak diam. Keduanya menghentikan pertengkaran konyol mereka yang terlihat kekanakan, lalu saling bertukar pandang penuh tanya saat melihat Rio tertawa lepas.

Delta7 TeamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang