Telah beberapa bulan waktu berlalu, hidup di kota lain membuat Lidya sedikit menyepi. Perubahan demi perubahan telah dirasakan Lidya semenjak mengenal mereka berlima.
"Gak kerasa udah 5 bulan Lidya di sini dan tinggal sama kita," ujar Dimas sesekali menunjuk ke arah tanggal ketika Lidya pertama kali bergabung dengan mereka.
"Gak kerasa juga gue tidur di sofa selama 5 bulan," gumam Gio namun terlihat tidak ingin dipedulikan.
"Gimana kalo kita buat nama untuk Kafe cabang kita?" tawar Exel. Semuanya saling menatap dan mengangguk.
"Dan gue udah punya nama bagus buat Kafe kita kali ini," sela Rudi semangat. Semuanya menatap Rudi dengan heran.
"Gimana kalo namanya Sirent? Kafe sirent?" usul Rudi menatap dengan tatapan yakin.
"Sirent?" heran mereka serentak.
"Six differents, kita berenam tapi kita saling berbeda. Sifat ataupun tingkah kita gak ada yang sama," jelas Rudi lagi. Semuanya mengangguk seakan mengerti.
"Ide bagus tuh. Gimana kalo itu gak cuma nama kafe aja? Tapi juga nama identitas kita?" tawar Exel menyambut ide tersebut dengan penghayatan.
"Gue udah punya identitas sendiri," cetus Gio sambil memainkan kunci motornya.
"Intinya kita sepakat, Sirent jadi identitas kita," potong Sadam tanpa mempedulikan sedikitpun ucapan Gio.
"Lo setuju kan Lid?" sambung Sadam.
"Iya-iya, dia setuju. Udah, Lid ayo ikut gue. Gue mau ngajak lo jalan-jalan." Gio langsung berdiri dan memainkan kunci motornya.
"Eh curut, lo mau kemana?" sindir Dimas dengan mengganti panggilan teruntuk Gio.
"Ke puncak," jawab Gio singkat sambil mengambil dua helm dan memberikannya kepada Lidya.
"Jiah puncak. Puncak mana?" kekeh Exel menggoda temannya.
"Puncak kebahagiaan lo lalu menebasnya dan buat lo tersungkur jatuh dan berakhir sengsara." Gio langsung mengeluarkan pisau lipat kecil dari dalam saku celana jeansnya sekaligus menaikkan satu alisnya. Tanpa basa-basi ia menarik Lidya tanpa izin.
Gio membawa Lidya menjauhi kafe tersebut dan menuju ke suatu tempat.
"Lo mau ajak gue ke mana?" tanya Lidya seraya penasaran.
"Ikut aja, ga gue apa-apain juga." Gio langsung mengegas motornya lebih kencang, motor itu melaju lebih cepat.
"Gio, gue boleh tanya sesuatu sama lo?" tanya Lidya sambil memperbesar suaranya, ramainya jalan membuat Gio tidak bisa mendengar dengan jelas.
"Tanya apa?" heran Gio lalu memutar mengambil jalan yang sedikit lebih sepi. Lidya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Gio. Gio memperlambat laju motornya.
"Lo emang punya kepribadian ganda?" tanya Lidya meragu, Gio hanya membalasnya dengan tersenyum singkat yang dapat Lidya lihat dari kaca spionnya.
"Entar lo bakal tau semuanya, entah lo pengen tau ato enggak semuanya bakal terungkap sendiri," jawab Gio santai.
"Lo ga mau kasih tau sedikit aja? Kisi-kisinya gitu?" bujuk Lidya sambil merendahkan suaranya.
"Lo kira ini ulangan pake ada kisi-kisi?" kekeh Gio tidak habis pikir. Namun kekehannya seketika terhenti ketika melihat beberapa motor mengikuti dari belakang mereka. Lidya mengikuti arah pandang Gio dan mencoba menerka.
"Ada apa?" nada suara Lidya menjadi cemas seketika.
"Pegang gue erat-erat karna gue mau ngebut," imbuh Gio sambil tidak henti melirik ke arah kaca spion. Motor itu semakin mengebut mencapai mereka.
"Gimana? Motor lo ga ada pegangannya," bingung Lidya gelagapan.
"Peluk!"
"Hah peluk apa?!" teriak Lidya menjelaskan pendengarannya. Namun bukannya jawaban yang ia dapatkan, pacuan motor yang mempercepat tiba-tiba hampir membuat Lidya terpelanting. Ia langsung memeluk Gio dengan spontan. Ulangi, Lidya memeluk Gio!
Mereka melaju dengan cepat, Lidya melihat ke arah kaca spion itu motor tersebut seakan membelah diri menjadi tiga bagian.
"Mereka siapa?" selidik Lidya tepat membisik di telinga Gio.
"Arya," jawabnya singkat. Ia kembali fokus mengarah ke arah jalannya. Kesialan! Mereka mendekat dengan kecepatan penuh. Gio langsung memutar otaknya dan memutuskan untuk memotong sebuah truk di depan mereka. Sial! Ia kini berhadapan dengan truk yang bergerak kencang dan berlawanan arah. "Gio truk!"
Gio mengegas motornya dengan sangat kencang, menyela di antara cela dan menyelamatkan tubuh mereka dari kehancuran sebab dua truk tersebut.
Lidya melihat jalan belakangnya sepi, Gio mengambil beberapa kelokan guna menghilangkan jejaknya. "Masih betah buat meluk gue?"
Mendengar penyataan itu Lidya langsung melepas pelukannya. Sebuah keramaian berhasil membuat Lidya penasaran. "Itu kenapa?"
"Mana gue tau,'' jawab Gio tidak peduli.
"Ya makanya liatin ada apa disana," protes Lidya.
"Mungkin ada yang kecelakaan," duga Gio lalu melewati kerumunan tersebut.
"Kok lo lewat aja?" heran Lidya menatap Gio datar.
"Biarin. Hal ini lebih penting," acuh Gio lalu mengendarai motornya ke suatu tempat.
Tiga motor menghadang gerak mereka. "Sial!"
Gio mengamati mereka satu persatu, ia melirik wajah penuh kecemasan milik Lidya saat ini. "Turun!"
Lidya turun sambil menunggu Gio dengan santainya duduk menyamping di motornya. Ia menggenggam sebuah pisau lipat kecil yang ia bawa, lalu menstransferkan ke tangan Lidya.
"Lukain apa yang lo mau lukain lakuin itu pas lo dalam keadaan terdesak. Jangan jauh-jauh dari gue," pesan Gio setengah berbisik. Musuh mereka kini turun mendekati mereka begitupun dengan Gio yang berdiri melindungi Lidya.
Perkelahian tidak dapat dielakkan, lagi-lagi pasukan Arya bisa dihentikan walaupun luka pada tubuh Gio tidak dapat terelakkan. "Lo gak apa-apa?"
Lidya langsung menggeleng yakin, ia menghentikan aliran darah di sudut bibir Gio. "Sakit?"
"Gak. Ayo naik," ajak Gio lalu kembali menarik Lidya mendekati motornya dan membawa Lidya ke tempat tujuannya.
"Toko elektronik?" heran Lidya melihat papan nama toko tersebut.
"Gue lagi punya rezeki lebih jadi gue mau belii lo hp," tukas Gio menoleh ke arah Lidya.
"Lo ga perlu repot-repot, gue masih punya uang," tolak Lidya tidak enak hati.
"Uang lo bisa lo tabung buat keperluan mendadak, jangan tolak pemberian gue karena gue cuma sekali ngasih orang," paksa Gio lalu menarik Lidya masuk ke toko tersebut bersamanya.
Handphone yang mempunyai spesifikasi dan merk yang sama dengan handphonenya yang lama telah berada di genggaman Lidya.
"Lo serius beliin gue ini?" tanya Lidya berbinar. Ia tau handphone ini akan sangat berguna baginya.
"Iyalah, lah tuh hape udah atas nama lo," tutur Gio santai.
"Makasih." Lidya langsung memeluk erat Gio karena haru dan bahagia. Dengan lekas ia sadar dan melepas pelukan tersebut.
"Maaf, gue kebablasan," gugup Lidya menyadari tingkahnya.
"Gak apa-apa, kalo lo mau meluk gue lagi gue bener-bener ikhlas. Satu lagi, lo bisa buang nih kotak? Karena gue gak mau kalo mereka tau gue ngasih hape ke lo. Ayo pulang!" Gio langsung memakai helmnya dan membawa Lidya kembali ke kafe dengan selamat sentausa.
Lidya memasuki Kafe dengan berjalan di samping Gio. Ia mengamati hal aneh yang berada di sekitar keempat temannya. Seorang yang sangat asing bersanding dengan mereka, Oxyvier Lathfierg. "Ikut gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
JugendliteraturBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...