Setelah melewati masa-masa sulitnya tepatnya lima tahun yang lalu bibir Kim Mingyu dapat kembali merasakan bibir kekasihnya yang sudah lama menghilangkan-seakan dirinya di telan bumi atau benar-benar hilang dari peradaban. Jeon Wonwoo membuka mulut hendak protes tapi hal itu malah meningkatkan akses Mingyu untuk memperdalam ciuman mereka-bukan ciuman singkat seperti saat bibir mereka hanya di pertemukan untuk menempel atau sekedar bertabrakan melainkan benar-benar sebuah ciuman dalam artian yang lebih dewasa. Mereka berdua sudah sama-sama tahu bahwa sebuah ciuman bukan lagi hanya berarti sebuah ungkapan kasih sayang semata melainkan juga nafsu yang sudah tertanam dari diri manusia sejak mereka di ciptakan-dalam kasus ini Mingyu memang tidak bisa berhenti membuat dirinya ingin memiliki Wonwoo sepenuhnya. Nafsu khas para anak Adam.
Tangan Mingyu menangkup wajah itu dengan lembut-kedua tangan Wonwoo balas memegang pundaknya. Tapi bukan untuk mempersempit jarak yang ada di antara mereka melainkan untuk mendorong tubuh tinggi Mingyu darinya-meskipun jauh di dalam dirinya Wonwoo menyadari bahwa dirinya tidak bisa mengelak saat Mingyu menciumnya, menyentuhnya bahkan memberikan sesuatu yang tidak pernah Wonwoo dapatkan lagi setelah memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka begitu saja. Wonwoo tidak bisa menampik bahwa dirinya masih mencintai Mingyu-dirinya tidak pernah berubah sedikitpun bahkan Jerman tampaknya tidak bisa merubah sedikitpun perasaannya untuk Mingyu bahkan selama ia tinggal di sana kota kecil itu maka membuat rindu semakin bertumpuk di sisinya. Tapi kembali lagi mengingat bahwa hubungan mereka bisa berakhir buruk atau sangat buruk jika di lanjutkan-Wonwoo menampik semua rasa rindu dan kasih sayang berlebih untuk Mingyu dan mencoba bersikap lebih dewasa dan bukannya mengikuti hawa nafsu.
Ketika berhasil mendorong tubuh Mingyu menjauh tanpa di rencanakan tangan Wonwoo terangkat untuk menampar pipi tirus itu. Katakan saja bahwa Wonwoo telah bersikap munafik dengan berpura-pura bahwa semua perasaan yang sudah tidak bisa lagi terbendung di dalam hatinya sudah hilang sepenuhnya untuk pria yang sekarang diam menatapnya dalam diam sambil memegangi bekas tamparan Wonwoo di pipi kirinya-Wonwoo hanya berusaha untuk menentukan pilihan terbaiknya dan satu-satunya cara hanyalah membuat kehidupan mereka berjalan dengan normal bukannya berada di bayang-bayang yang dahulu. Bayang-bayang yang Wonwoo maksud adalah hubungan mereka yang tidak akan pernah bisa berjalan dengan lancar karena baik Nyonya Jeon ataupun Nyonya Kim tidak akan pernah memberikan mereka kesempatan sejak keduanya berani mengumumkan hubungan mereka yang sudah terjalin selama lima tahun-Wonwoo masih ingat itu alasan mengapa ia di kirim ke Jerman dan menjalani hari-harinya yang penuh beban.
"Mingyu-ssi," Wonwoo menatap tangannya yang baru saja mengenai pipi Mingyu. "Ma-maafkan aku-aku benar-benar tidak bermaksud untuk menamparmu."
Sesuatu yang tidak pernah Wonwoo harapkan apalagi bayangkan adalah saat Mingyu berdecih dan pria itu baru saja melakukannya sekarang. "Apakah Jerman membuatkanmu melupakan kekasihmu yang sebenarnya Wonwoo?"
Wonwoo menggeleng sebagai balasan-sebuah isyarat manusia yang menjawab dua pertanyaan sekaligus. Pertama Wonwoo tidak bisa melupakan Mingyu dan kedua mereka bukan lagi sepasang kekasih seperti anggapan Mingyu saat terang-terangan sebuah undangan tiba di atas meja makan keluarga Jeon. Hingga saat ini baik Wonwoo maupun Mingyu sepertinya di permainkan takdir-bagaimana bisa mereka di pertemukan lagi saat mereka sudah membangun hubungan dengan orang lain dan masih memiliki perasaan yang sama. Perasaan yang bukannya menghilang melainkan semakin besar dari waktu ke waktu-perasaan yang ingin sekali Wonwoo bunuh tapi dia tidak mungkin tega melakukan itu karena ia masih mengharapkan Mingyu. Bukan untuk membangun kembali hubungan mereka dengan pondasi dan dinding yang lebih kuat dari sebelumnya melainkan dengan hubungan baik dan normal antara sesama lelaki-mereka mungkin masih bisa menjadi teman dekat atau sahabat. Entahlah-mungkin saja Mingyu berpikiran lain.
"Aku merindukanmu," ungkap Mingyu dengan tulus. "Sangat."
Wonwoo kembali menggeleng-kini sebagai pertanda larangan. "Kau tidak boleh begini Mingyu-seharusnya kita tidak boleh begini. Saat kau menciumku itu adalah hal yang salah dan kita seharusnya tidak pernah lagi bertemu."
Mingyu agaknya tersinggung dengan ucapan Wonwoo. "Kau sudah tidak mencintaiku?"
Untuk ketiga kalinya Wonwoo menggeleng-kali ini gelengan yang lebih kuat. "Mingyu kau sudah memiliki keluarga dan aku juga akan segera menikah-aku berharap kau paham bahwa kita tidak bisa seperti dulu. Kita sekarang berada di jalan yang jauh berbeda-kau dengan keluarga kecilmu dan aku dengan Sana."
Kali ini Mingyu yang menggelengkan kepalanya. "Tapi aku tidak bahagia Wonwoo-ssi. Aku tidak pernah bahagia dengan kehidupanku setelah kau pergi. Aku ingin kau kembali."
"Sayangnya aku tidak bisa."
Mingyu diam sejenak sambil menatap tepat ke iris sekelam malam itu untuk mencari kebenaran yang mungkin saja ia dapatkan jika ia beruntung. "Mulutmu mungkin berkata tidak bisa tapi hatimu berkata kau mau. Jadi mengapa tidak aku turuti saja hatimu kali ini Wonwoo dan berbahagialah bersamaku."
"Mingyu sejujurnya apakah kau mengetahui kemana arah pembicaraan kita?" tanya Wonwoo. "Saat aku berkata tidak bisa itu artinya aku benar-benar tidak bisa dan walaupun mungkin aku mau aku tetap tidak bisa karena aku memang tidak bisa. Kita sudah salah sejak awal dan kita memang sepatutnya tidak pernah bersama dulu."
"Darimana datangnya pemikiran bodoh seperti itu Wonwoo?" nada suara Mingyu naik satu oktaf-pria itu kini tengah membentak Mingyu. "Bagiku kita tidak pernah salah dan kau adalah pilihan terbaik yang bisa membuatku bahagia-Wonwoo setelah apa yang kita lalui selama lima tahun itu apakah kau tidak pernah merasakan kebahagiaan yang aku berikan atau kau tidak pernah menyadarinya?"
Wonwoo meneguk salivanya. "Tidak keduanya Mingyu-ssi," balasnya. "Aku bahkan tidak bisa merasa bahagia saat bersamamu. Kita ini sebuah kesalahan."
Itu sebuah kebohongan tentunya-Wonwoo tidak benar-benar mengatakan itu. Hanya saja ia pikir itu adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan. Mungkin saja setelah ini Mingyu menyadari bahwa selama ini Wonwoo tidak pernah membalas perasaannya-dengan begitu Wonwoo bisa melepaskan sedikit dari kekhawatirannya akan pria ini. Setidaknya Wonwoo sudah cukup bahagia saat Mingyu menjalankan hidupnya tanpa merasa terbebani dengan kenyataan yang tersembunyi di belakang mereka-apa yang mereka lalui memang sepenuhnya salah tapi apa yang bisa mereka lakukan jika kesalahan itu sepenuhnya adalah sumber kebahagiaan mereka? Wonwoo sudah menyadari fakta itu saat wanita bermarga Kim yang pernah ia bayangkan menjadi ibu mertuanya memandang rendah Wonwoo dan menolaknya mentah-mentah untuk menjadi pendamping hidup putranya-kini ia sudah berusaha membangun sebuah kebahagiaan baru yang tentunya tidak akan sebanding dengan perasaan paling beruntung di dunia saat Mingyu merangkul tubuhnya dalam dekapan hangat.
"Kau berbohong," desis Mingyu. "Kau berbohong padaku dan aku akan pernah percaya saat aku katakan bahwa kau mencintai wanita itu."
"Kau sendiri bagaimana?" Wonwoo bertanya. "Apakah kau mencintainya?"
"Tidak pernah sekalipun dalam hidupku."
"Bagaimana dengan anakmu Mingyu?" Wonwoo kembali bertanya-kali ini dengan nada getir dan sarkas yang setara. "Kau pasti tidak pernah tidak mencintainya."
Untuk saat ini Mingyu yang Wonwoo kenal memiliki seratus jawaban berbeda untuk satu pertanyaan yang sama hanya bisa diam tak berkutik. Wonwoo mengartikan ini sebagai jawaban-mereka tidak akan pernah bisa kembali bersama. Mungkin untuk selamanya.
.
.
.
.
.
To be continued..
KAMU SEDANG MEMBACA
Down Side | Meanie
Fanfiction[On Going] Mereka tidak akan pernah bisa kembali bersama. Mungkin untuk selamanya. ⛔ Not suitable for those under 18, please take a caution Notes : FM070320 ©2020 Written by peach_cha