Para gadis itu berdiri di pantai yang kosong. Ombak bergulung ke tepi pantai berpasir, di tempat yang sesaat lalu adalah pagar. Rumah yang awalnya ada di belakang mereka, berubah menjadi tembok hutan hijau lebat.
Suara gemerisik di atas membuat mereka mendongak. Sekawanan flaminggo pink melintasi langit.
"Aku memang melihat flaminggo," gumam Lainey.
"Apakah kita bermimpi?" tanya Mia.
Kate pikir itu bukan mimpi. Ia tak pernah bermimpi terlalu tajam dan terlalu jelas. Namun untuk memastikan, ia mengulurkan tangan dan mencubit Mia.
"Ow!" Mia mengusap lengannya. "Kate!"
Kate meringis. "Kurasa kita tidak bermimpi."
"Mia," keluh Gabby, "kau mencengkram terlalu keras."
Mia melepaskan lengan Gabby, yang telah dicengkramnya erat. Kemudian ia melihat telapak tangan Gabby yang tertangkup. "Apa yang ada di tanganmu?" tanya Mia.
"Peri," sahut Gabby.
"Gabby," kata Mia, menatap galak adhiknya.
"Apa peraturan tentang kebohongan?"
"Tapi aku memang punya peri. Lihatlah!" Gabby membuka tangannya. Serang peri sungguhan dan hidup terbang keluar.Gadis-gadis lainnya terlonjak mundur, terkesiap.
"Astaga!" pekik Mia tertahan.
Peri itu berambut cokelat ikal dan berkilau kuning-lemon. Ia tampak sama kagetnya dengan para gadis yang melihatnya itu. Ia mengedip tiga kali. Kemudian, secepat kedipan, ia terbang kabur.
"Kembali!" seru Gabby.
Namun peri itu tidak berhenti. Mereka dapat melihat kilaunya yang meliuk-liuk di antara pepohonan.
Kate berbalik pada teman-temannya. "Nah, jangan hanya berdiri di situ!" Jantungnya berdegup girang. "Ayo kita ikuti dia!"
***
Prilla melesat menuju Pixie Hollow, terbang secepat sayap bisa membawanya. Saat itu juga, ia rela memberikan apa saja untuk menjadi peri bakat terbang-cepat.
Tentu saja, pikir Prilla, tidak gembira, andai aku peri bakat terbang-cepat, aku takkan berada dalam kekacauan ini.
Ia mengitari gerombolan bunga-bunga liar dan bengkel Tinker Bell mulai terlihat. Andai ada yang dapat membantu, itu adalah Tink.
Ketika Prilla menghambur masuk dari pintu bengkel, Tink mendongak dan mengernyit. Ia tak suka diganggu saat sedang mengerjakan panci dan wajannya. Namun saat melihat ekspresi wajah Prilla, ia meletakkan panci bergagang panjang yang sedang diperbaikinya. "Ada apa?" tanyanya.
"Masalah," jawab Prilla. "Masalah yang sangat besar!"
"Nah, ceritakan padaku," kata Tink. "Apapun itu, aku yakin itu bisa kuperbaiki."
"Aku tak bisa membawanya ke sini." Prilla meremas-remas kedua tangannya. "Bisakah kau ikut aku?"
"Sekarang?" Tink mengerling ke pancinya. "Aku sedang-"
"Ini darurat!" pinta Prilla.
Tink mendesah. "Baiklah," katanya.
"Omong-omong, masalahnya apa?""Kupikir kau perlu melihatnya sendiri," kata Prilla. Dengan menyambar tangan Tink, ia menariknya keluar pintu.
Ketika mereka tiba di pantai, Prilla berhenti dan melayang di udara. "Mereka di sini ketika kutinggalkan!" serunya.
"Mereka?" tanya Tink.
Dari kejauhan, kedua peri itu mendengar teriakan. Telinga runcing Tink menegak. "Itu kedengarannya seperti Clumsy!"
"Itulah yang ingin kutunjukkan padamu," kata Prilla. "Ayo!"
Prilla dan Tink mengikuti suara-suara itu ke dalam hutan. Kemudian untuk pertama kalinya Tink melihat masalah Prilla.
Atau empat masalah, tepatnya. Keempat gadis itu berjalan di antara pepohonan. Gadis yang paling tinggi memimpin jalan. Ia berwajah bintik-bintik, berambut merah lebat dan kusut, serta berjalan penuh semangat. Gadis yang berjalan di belakangnya memakai kacamata besar yang terus-terusan melorot ke hidung. Gadis berambut ikal hitam panjang berjalan di belakang. Ia menggandeng tangan seorang gadis kecil yang mungkin adalah adiknya. Gadis kecil itu selalu menarik lepas tangannya.
Tink memperhatikan. Gadis paling kecil itu bersayap. Tink belum pernah melihat Clumsy bersayap.
"Kate," kata gadis berkacamata, ragu-ragu, "apa menurutmu kita tersesat?"
Gadis berambut merah itu berhenti. Ia berkacak pinggang dan melihat sekeliling. "Bagaimana kita bisa tersesat saat kita bahkan tak tahu di mana kita berada?" tanyanya.
"Aku belum pernah melihat para Clumsy itu," bisik Tink pada Prilla. "Mereka dari mana?"
"Um...," kata Prilla, menggeliat sedikit. "Yah, begini, aku yang membawa mereka."
"Apa?" Saking kagetnya, sayap Tink sempat lupa mengepak sesaat. Ia merosot hampir tiga senti di udara.
"Aku tak bermaksud begitu," kata Prilla cepat. "Itu tak sengaja."
Tink menarik poninya, seperti yang selalu ia lakukan ketika jengkel atau bingung. Sekarang, ia merasakan keduanya. "Mungkin sebaiknya kau mulai dari awal."
"Aku sedang mengedip," jelas Prilla. Prilla memiliki bakat istimewa, bahkan untuk peri. Ia bisa mengunjungi anak-anak di mana pun hanya dengan mengedip. Bakat Prilla sangat penting. Dengan mengunjungi anak-anak, ia membantu melanggengkan kepercayaan pada peri. Dan para peri mendapat kepercayaan yang makin besar dan kuat dari anak-anak.
Tink menganguk. "Lanjutkan."
"Itu seperti kedipan lain, sampai aku mencoba pulang," kata Prilla. "Ketika aku tiba di Never Land, empat gadis itu juga di sini! Pasti mereka terbawa olehku!"
"Nah, kalau begitu kedipkan saja mereka kembali ke tempat asalnya," kata Tink, bersedekap.
"Sudah kucoba!" kata Prilla. "Tidak berhasil. Oh, Tink, apa yang mesti kulakukan?"
Tink mendesah. Inilah masalah dari menjadi peri tukang. Peri-peri lain datang padanya dengan segala macam masalah, dan tidak semuanya melibatkan panci dan wajan.
Pada saat itu, si gadis kecil mendongak dan melihat mereka. "Periku kembali!" serunya.
"Dia membawa teman!" kata gadis berkacamata.
Gadis-gadis itu buru-buru melihat lebih dekat.
"Ooh! Lihat kucir mungilnya?"
"Dan baju daun mungilnya?"
"Lihat pom-pom di sepatunya."
"Dia imut sekali!"
"Aku tidak imut!" seru Tink.
Sejak dulu Tink memang tidak terlalu menyukai kaum Clumsy (kecuali Peter Pan, tentu saja), dan gadis-gadis itu tampak seperti gerombolan konyol. "Prilla, gadis-gadis itu tak punya tempat di Pixie Hollow. Pulangkan mereka."
"Tapi Tink," Prilla mulai bicara.
Pada saat itu, mereka mendengar kersik sayap. Peri ketiga muncul di lembah kecil. Ia Spring, seorang pengabar. Prilla dan Tink terbang menghampirinya.
"Kembali ke Rumah Pohon sekarang juga," kata Spring pada mereka.
"Ada apa?" tanya Prilla, mencelus.
Spring melihat sekilas keempat gadis itu. "Bawa para Clumsy-mu. Ratu ingin bicara denganmu."
°°°°°°°°°°
Writing:
17 September 2019 s/d
01 Desember 2019Publish:
09 Desember 2019Jangan lupa 'voment'.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Never Girls(10)
SonstigesA story by: @eilyoornetta12 Ke-10 (UPDATE SLOW) °°°°°°°°°° Perjalanan empat gadis di dunia peri. Dalam sekejap, Kate, Mia, Lainey, dan Gabby menghilang dari dunia mereka. Aroma laut, embusan lembut angin laut, dan tawa peri yang seperti denting lonc...