Matahari di luar sudah mulai menghangat ketika Han Seungwoo duduk di tepi jendela dapur, menikmati semangkuk serealnya untuk sarapan. Ranting-ranting pepohonan menari lirih, disentuh angin semilir pagi. Lelaki itu meniup isi sendoknya, menghantarkan udara panas yang mengepul ke udara—kasat mata. Matanya memandang jauh keluar. Lelaki itu sibuk dengan isi pikirannya, terjebak selama bermenit-menit dalam keheningan yang menenangkan.
Atau mungkin tidak juga. Alis lelaki itu sesekali berkerut, tapi kemudian tatapan matanya kosong lagi.
Seruan panggilan tak masuk ke dalam pendengarannya. Ia baru tersentak ketika tepukan halus menyentuh lengan atasnya. Ketika Seungwoo menoleh, ada Dongpyo di sampingnya, memberinya salam pagi. Rambut Son Dongpyo basah sementara handuk menggantung di lehernya. "Kau memanggilku?" tanya Seungwoo sambil melempar senyuman tipis.
"Tidak, aku baru saja siaran radio, Appa." Dongpyo mengerucutkan bibirnya, "Dari tadi aku mengajakmu bicara."
"Oh ya?" Seungwoo bahkan tidak tahu sejak kapan Dongpyo berdiri di dekatnya. Lelaki itu memiringkan kepalanya, matanya membulat menatap Dongpyo.
Seperti biasa, Dongpyo semakin cemberut. "Bahkan tadi Hangyul-hyung juga sempat ke sini. Kau tahu apa yang Hangyul-hyung bilang waktu papasan denganku di depan kamar mandi?" Dongpyo memberi gestur berbisik, meletakkan kedua tangannya di sisi pipinya—meniru Hangyul. "Appa mu sedang melamun di dapur."
"Hmm." Seungwoo meletakkan mangkuknya yang sudah hampir tandas isinya. Perutnya sudah cukup hangat. Sisa susu sereal masih meninggalkan jejak manis di mulutnya. Lelaki itu tersenyum. Diraihnya handuk di leher Dongpyo. "Mendekatlah." Seungwoo lalu menggosok rambut Dongpyo, membantu mengeringkan rambut pemuda itu dengan lembut.
"Jadi, tadi melamun?"
Seungwoo hanya mengangkat kedua bahunya. "Aku menikmati suasana pagi."
"Sampai tidak dengar apa yang kukatakan tadi?"
Seungwoo tertawa kecil. "Maaf, ya. Kau tadi bilang apa?"
Dongpyo menggeleng, "Hanya bicara soal persiapan ke Sapporo. Mau minta tolong memilihkan baju apa yang harus kupakai ke bandara. Airport fashion," bibir Dongpyo membentuk cengiran penuh semangat. "Kalau kau sibuk, aku bisa minta tolong Seungyoun-hyung."
Mendengar nama itu disebut, tangan Seungwoo berhenti menggosok rambut Dongpyo.
"Appa?"
Seungwoo menunduk. "Sudah lumayan kering," ujarnya dengan senyuman teduh. "Mau kupinjamkan pengering rambut punya Wooseok?"
Dongpyo meraba helai rambutnya, "Ah, tidak usah. Sebentar lagi juga kering sempurna."
"Mau kubantu memilih baju sekarang?"
"Nanti malam saja tidak apa, kok." Dongpyo tersenyum lebar—hingga matanya menyipit.
"Ngomong-ngomong, apa semuanya sudah bangun?"
"Aku bertemu yang lain, tapi tidak semua." Dongpyo masih tersenyum ramah. Berpikir beberapa saat, ia memikirkan sesuatu dari pertanyaan Seungwoo barusan. "Semuanya?" ulang Dongpyo. "Kau menanyakan semuanya atau—"
"Semua, Dongpyo. Semua," Seungwoo buru-buru mempertegasnya.
Dongpyo tertawa kecil. "Sepertinya salamku semalam belum disampaikan, ya?"
Seungwoo menarik napas rendah. Ia menepuk kepala Dongpyo dan kembali meraih mangkuknya. Lelaki itu bergerak ke arah kotak cuci piring, meletakkan mangkuk sarapannya di sana. "Dia sudah tidur."
"Wah, secepat itu?"
Seungwoo mengangkat kedua bahunya lagi. Tidak sampai sepuluh menit sejak Seungyoun kemarin malam keluar dari kamarnya. Ketika Seungwoo naik ke lantai atas dan mencari Seungyoun, hanya ada Hangyul yang masih terjaga—sibuk memainkan dumbbell tangan, membukakan pintu kamar Seungyoun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fever
Lãng mạnOneshot / Seungzz Ryeonseung / Han Seungwoo x Cho Seungyoun / Sequel to Burning Fire / Canon Compliant Berniat mengajak Seungyoun bicara mengenai kejadian semalam, Seungwoo justru mendapati rekannya itu demam tinggi. Namun Seungyoun menolak meminum...