Maaf buat keterlambatan nge-post cerita ini. Aku bingung mau ngelanjutinnya gimana.
Dan karena udah banyak yang nanyain kapan cerita ini ada konfliknya, dan nanya kenapa Lea minta cere, makanya part ini aku bikin cepet aja ya..
Don't bully and don't be angry with me :)
***
Lea sedang termangu di balkon kamar tempat ia tidur semalam. Angin sejuk pagi menerpa wajahnya, memberikan kesejukan.
Ia memandang tangan kirinya, tepatnya ia memandang ke benda yang melingkar di jari manisnya yang lentik.
Lea tersenyum.
Kemarin, tepat 18 jam yang lalu dia dan Abi telah resmi menjadi sepasang suami istri, mereka mengikrarkan janji di hadapan sang Pencipta.
Lagi lagi, Lea tersenyum. Ia mengingat pertemuan pertamanya dan Abi, sampai kemarin mereka telah bersatu.
Betapa singkatnya kisah cinta mereka. Namun Lea tetap berdoa, kalau-kalau singkatnya kisah mereka tidak menjadi penghalang mereka untuk membuat kisah baru yang panjang.
Lea masih menikmati angin yang menerpa tubuhnya. Angin ringan yang tak pernah ia ketahui bagaimana wujudnya. Tak mampu ia sentuh. Transparan. Namun ia bisa merasakan angin itu.
"Seperti cinta" gumam Lea tanpa sadar.
Angin. Semakin kita mencari angin itu dimana, maka angin itu akan semakin berhembus menjauh.
Seperti cinta. Tak berwujud, abstrak, tak terlihat, tak dapat dijangkau namun bisa kita rasakan.
Lea meletakan tangannya di dada, tempat hatinya yang sedang banyak panah yang dihujamkan oleh cupid.
"Apa yang seperti cinta, hm?" tanya Abi yang tiba-tiba muncul. Melingkarkan tangan kekarnya di pinggang Lea, dan menopangkan dagunya di bahu Lea. Memberi kecupan kecil pada bahu telanjang itu.
Lea meikmati pelukan itu, ia membenarkan posisinya agar mereka sama-sama nyaman. Ia merentangkan tangannya, menghirup udara sebanyak-banyaknya, menikmati angin yang masih membelai wajahnya.
Lalu ia membuka matanya, tetap memandang lurus ke depan, dan tersenyum. "Angin" ucapnya santai. "Ia seperti cinta, bi"
"Hm?" Abi yang sibuk menenggelamkan kepalanya di lekukan leher Lea tiba-tiba mendongak, dan menatap wanitanya penuh tanda tanyanya.
Namun Lea yang masih memandang ke depan tak sadar akan tatapan tanya itu, sampai akhirnya ia tersadar karena pertanyaan yang terlontar dari mulut Abi.
"Mananya yang mirip?" tanya Abi.
Lea menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum menjawab. "Kita tidak bisa melihatnya, menyentuhnya, tapi kita bisa merasakannya" hanya itu yang keluar dari mulut Lea untuk menjelaskan pada suaminya. Lelakinya.
Abi mengangguk, ia membenarkan ucapan Lea. 'Kita juga tidak tau angin akan pergi ke mana, begitupun cinta. Belum tentu yang terlama akan menjadi yang terakhir' tambah Abi dalam hati, sekaligus meyakinkan dirinya: bahwa wanita yang sekarang ada dipelukannya yang akan menjadi terakhir di hidupnya.
Mereka sama-sama menikmati semilir angin yang menerpa wajah mereka. Mengucapkan doa di hati mereka masing-masing. Berharap sang Pencipta akan mengabulkan harapan mereka.
'Tuhan, kalau aku boleh minta, aku ingin menjadi satu-satunya wanita dalam hidupnya' mohon Lea. 'Tanpa wanita itu' lanjutnya.
'Tuhan, buatlah dia menjadi wanita dan cinta terakhirku' mohon Abi dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be The One ✅
RomansSaat raga sudah melemah, namun hati masih menginginkan untuk bertahan. Jalan mana yang akan ia pilih? Menyerah? Atau tetap berjuang?