13 - Perasaan yang Tertunda

44 2 0
                                    

Setelah mendengar pertanyaan Rafa tadi sore, malam ini Lala benar-benar tak bisa tidur. Lala terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah Rafa serius menyukainya. Ia ingin mengetahui semuanya lebih lanjut, tetapi ia terlalu canggung bahkan sangat shock ketika mendengar ucapan Rafa itu. Itulah sebabnya sore tadi Lala langsung meninggalkan Rafa tanpa mengucap sepatah kata pun.

Namun, Lala berpikir sekali lagi, jika Rafa memang mencintainya, bagaimana nantinya dengan nasib Amel. Amel pasti tak akan menerima semuanya semudah itu, mengingat Lala sempat menerima labrakan Amel beberapa hari yang lalu karena kedekatannya dengan Rafa.

Seharusnya Lala senang, akhirnya cintanya selama ini tak lagi bertepuk sebelah tangan. Rafa membalas cinta Lala. Namun, ia bingung dengan situasi ini. Apa yang akan dilakukannya untuk menghadapi Amel. Lala bahkan tak ingin dicap sebagai perusak hubungan orang.

---

Pagi harinya, Lala pergi ke sekolah seperti biasa. Di sekolah tentunya ia tak bisa menghindari bertemu dengan Rafa. Apalagi hari ini ada rapat OSIS. Lala tak ingin skip rapat dan melalaikan tanggung jawabnya hanya karena masalah perasaan pribadinya.

Di tengah-tengah rapat, Lala selalu menghindari komunikasi ataupun kontak mata dengan Rafa. Rafa jelas sangat menyadari itu. Ia bertekad untuk menyelesaikan semuanya hari ini.

Selesai rapat, Rafa langsung menarik Lala dan mengajaknya ke suatu tempat.

"Loh, kak!! Kak Rafa ngapain? Kakak mau bawa aku ke mana?"

"Kita harus bicara La! Ikut aku sebentar!"

"Tapi kak--"

"Gak usah protes sekarang! Kamu gak malu diliatin sama anak-anak yang lain?"

"Lah kak Rafa juga yang mulai duluan."

"Husstt, makanya bersikap biasa aja! Aku cuma mau bicara sama kamu kok."

Lala dan Rafa sampai di taman belakang sekolah. Kondisi taman sekarang cukup sepi karena kebanyakan siswa di sekolah itu sudah pulang. Akhirnya Rafa melepaskan tangan Lala.

"Kak? Kalo mau ngomong tinggal ngomong aja kan. Kenapa pake tarik-tarik paksa aku segala sih?"

"Kalo aku gak kayak gitu, ntar kamu ngehindar lagi dan kita gak bakal jadi ngomong. Kamu kan akhir-akhir ini suka banget ngejauhin aku."

"..."

"La, aku cuma mau selesaiin obrolan kita kemarin. Soalnya kamu kemarin pergi gitu aja tanpa bicara apa pun. Aku mau kelarin semuanya hari ini."

Jantung Lala berdegup kencang. Ia tahu Rafa akan membahas soal pertanyaannya kemarin sore. Itu sangat membuat Lala gugup saat ini.

"Kak, kita--"

"Aku cuma mau kamu jawab pertanyaan aku La. Gimana perasaan kamu? Gimana menurut kamu kalo aku jatuh cinta sama kamu?"

"Kak Rafa. Itu--"

"Kalo kamu pikir aku lagi bercanda, kamu salah besar La. Kali ini aku bener-bener serius."

"Kakak, aku--aku gak bisa."

"Maksud kamu?"

"Menurut aku lebih baik kak Rafa gak perlu jatuh cinta sama aku. Kalo pun itu bener, sebaiknya lupain aja, buang jauh-jauh perasaan kak Rafa itu."

"Tapi kenapa La?"

"Yah karena menurut aku itu yang terbaik."

"Gak mungkin La. Bukannya selama ini kamu juga suka sama aku?"

"..." Lala jadi mendadak bisu. Ia terlalu kaget mendengar ucapan Rafa kali ini. Bagaimana Rafa bisa tahu tentang perasaan Lala yang sebenarnya.

"Kenapa kamu diem La? Jawab aku!"

"Kak Rafa kenapa bisa ngomong kayak gitu? Aku gak pernah bilang kan kalo aku suka--"

"Aku tau dari Zain. Semenjak kamu putus dari Zain, dia udah kasih tau aku soal perasaan kamu. Kamu sama Zain putus karena kamu lebih sayang sama aku dan gak bisa lupain perasaan kamu ke aku. Iya kan? Kamu gak perlu bohong lagi La!"

"..."

"Lala?"

"Oke, kalo pun kak Zain bilang gitu ke kakak, tapi itu dulu kan kak? Sekarang bisa aja kalo perasaan aku udah berubah."

"Jadi kamu ngaku juga kalo itu bener?"

"Ya. Ya aku memang sempet punya perasaan lebih ke kak Rafa, tapi itu dulu kak."

"Terus sekarang??"

"Aku udah bilang kan tadi, perasaan bisa aja berubah kak."

"Kamu yakin?"

Lala mengangguk tanpa berani bertatapan dengan Rafa. Rafa justru kembali menggenggam tangan Lala.

"Kenapa harus berubah? Bahkan di saat aku mulai sadar kalo aku juga punya rasa yang sama. Kenapa Lala?"

"Kak Rafa, aku mohon jangan kayak gini!"

"Lala, kamu gak mau kasih aku kesempatan?"

"..."

"Lala, aku beneran sayang sama kamu. Aku jatuh cinta sama kamu."

Akhirnya Rafa resmi menembak Lala dengan menyatakan cintanya. Ini adalah hal yang paling ditunggu Lala sejak dulu. Namun, entah kenapa ia saat ini jadi tidak bersemangat.

"Aku mau kamu jadi pacar aku La!"

"Aku beneran gak bisa kak."

"La."

"Kak Rafa masih punya pacar sekarang."

"Kalo itu masalahnya, setelah ini aku akan segera putusin Amel."

"Jangan kak! Kak Rafa gak boleh gitu. Itu akan bener-bener nyakitin perasaan kak Amel."

"Tapi aku emang udah gak bisa lanjut lagi sama Amel. Terlalu banyak konflik antara aku sama dia. Aku dah gak cocok sama dia."

"Aku gak mau jadi perusak hubungan orang ataupun jadi orang ketiga di antara kak Rafa dan kak Amel."

"Gak kayak gitu La! Lagipula aku yang emang pengin putus dari Amel dan itu beralasan. Bukan kamu yang nyuruh aku ninggalin Amel, tapi hati aku sendiri yang berkehendak kayak gitu."

"..."

"Aku tau kamu gak mungkin secepet itu bisa lupain perasaan kamu ke aku. Kamu masih suka sama aku kan? Ayo kita mulai hubungan yang baru La!"

"..."

"Aku janji semuanya akan baik-baik aja. Masalah Amel, itu urusan aku. Dia gak akan bisa macem-macem sama kamu, aku akan pastiin itu."

"Kak Rafa, tetep aja aku--"

"Please La, aku mohon. Terima aku! Percaya sama aku, semua akan baik-baik aja."

"Kak--"

Lala belum sempat menjawab Rafa sepenuhnya karena mereka berdua dikejutkan oleh seseorang yang menghampiri mereka dengan wajah tegangnya.

OSIS, I'M IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang