"Gimana nih? Kayaknya kita gak bakal dapet izin, tempat ini berbahaya."
Miko tak menyangka dengan kejadian yang akan mereka hadapi. Mereka berempat telah menempuh perjalanan jauh dan memakan waktu lama, namun ketika tiba, mereka justru dihadapkan pada rasa kecewa. Miko menatap satu persatu wajah teman-temannya, semua terlihat kecewa namun pasrah, sampai pada akhirnya, ia mengungkapkan sebuah ide.
"Gimana kalau kita tetep lanjut?"
Galang menatap Miko, ia belum mengerti apa yang Miko maksud, dan yang lainnya pun melakukan hal yang sama.
"Maksud loe?"
Miko mengumpulkan wajah-wajah penasaran itu dalam suatu lingkaran seraya masih tetap berdiri. Berharap pembicaraan mereka selanjutnya tak di dengar orang sekitar.
"Gini, kita tetep lanjut, tapi ngambil jalur lain."
Miko menatap wajah lainnya satu persatu, menunggu jawaban atau sebuah persetujuan melanjutkan rencana sesuai tujuan semula.
Galang menunggu reaksi Nando dan juga Sansan, dalam hati ia berharap bahwa mereka berdua setuju dengan usul Miko. Galang belum mengatakan setuju walau ia sebenarnya tak ingin pengorbanan waktu dan biaya yang telah keluar, semua harus berakhir sia-sia.
"Gua gak tahu, tapi kira-kira kalau kita lanjut, mau lewat mana?"
Miko berpikir sejenak, ini memang bukan yang pertama kali ia lakukan, sebelumnya Miko pernah beberapa kali melakukan hal yang sama, namun bagi Sansan juga Nando, ini adalah sesuatu yang baru.
"Gua juga gak tahu, tapi kita bisa cari jalan masuk dari yang gak ada jalurnya."
"Maksud loe?"
"Gini, kita ambil jalan yang sama sekali belum dibuka, kita nerobos lewat semak-semak sebagai jalan pintas buat nembus ke jalur utama, kalau udah ngelewatin pos penjagaan, baru kita masuk ke jalur utama biar gak ke sasar, gimana?"
Galang, Sansan dan juga Nando tak langsung menjawab, mereka berusaha mencerna apa yang Miko usulkan.
"Terus dari mana kita tahu kalau nanti kita gak salah jalur?"
Sansan belum yakin dengan ide yang diusulkan, menurutnya cara itu terlalu beresiko. Miko mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kecil di pinggang, berupa lipatan kertas yang setelah dibuka ternyata kertas itu merupakan peta jalur pendakian yang telah ia dapatkan sebelumnya.
"Gua masih ada ini, gua udah pelajari jalurnya."
Miko begitu percaya diri berbekal pengetahuan tentang tempat yang akan mereka jelajahi, mau tak mau membuat yang lainnya harus menghapus ragu dan melanjutkan apa yang telah mereka rencanakan.
"Oke, kalau gitu, sekarang kita harus gimana?"
Sepakat dengan perubahan rencana, mereka hanya tinggal memutuskan waktu untuk berangkat.
"Kita berangkat kalau hari gelap. Biar mereka gak ada yang curiga, lebih baik sekarang kita istirahat terpisah, pas mau berangkat, kita kumpul lagi di sini."
Masih butuh beberapa jam lagi hingga hari gelap tiba, namun mereka semua tak sabar untuk menunggunya. Mereka berpencar, masing-masing mencari tempat yang nyaman untuk menunggu seraya beristirahat mengumpulkan tenaga.
Miko duduk merenung di bawah pohon besar, memperhatikan orang-orang berlalu lalang. Sebagian mungkin memiliki tujuan yang sama dengannya dan juga harus berakhir dengan tanpa mendapatkan izin seperti yang ia alami, namun tak sepertinya, mereka lebih memilih memutuskan untuk kembali, tak ingin memaksakan diri. Ransel besar berisi perlengkapan ia gunakan sebagai penyangga menopang tubuh tegangnya. Beberapa kali ia pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya, namun kali ini rasanya begitu berbeda. Mata mulai menerawang jauh, di atas awan kelabu tak begitu banyak memberikannya cahaya, alam sedang muram dan enggan berbahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedhus Gembel
Horror"Tolong." Mereka semua berlari, rasa takut itu kian memuncak sebelum sesuatu itu datang melahap semua yang terlewat.