"Aku tidak peduli! Kesepakatan itu tidak berlaku sekarang dan Lidya tidak akan meninggalkan rumah ini!" perintah Oxy. Gio merasa tidak sabar lalu mengeluarkan senjatanya dari balik jaketnya.
Dimas datang dan masuk dengan santai. "Ayo! Lo mau ngaku atau enggak?" desak Dimas dengan nada penuh ancaman.
"Kalian? Gimana cara kalian masuk?" sergah Oxy tidak terima dengan kehadiran mereka.
"Oh itu. Tuh satpam-satpam lo udah gue iket, soalnya mereka bandel banget pake acara ngelarang gue masuk. Entar kalo urusan kita dah kelar jangan lupa lo buka tuh tali," jawab Dimas santai lalu mengalihkan pandangannya lagi ke arah lelaki yang tersungkur itu dan menariknya duduk.
"Ampun bang. Gue disuruh dorong wanita ini dari tangga lantai 4 ke lantai 2." Lelaki itu menunjuk ke arah Lidya.
Lidya sedikit terkekeh sehabis mendengar penjelasan lelaki itu. "Biar gue mati? Terus lo langsung ninggalin gue tanpa mastiin kematian gue? Lo salah besar. Gimana rasanya tersungkur di lantai? Enak?"
"Siapa yang nyuruh lo?!" desak Dimas sambil mendongakkan wajah lelaki itu lekas.
"Dia! Dia yang nyuruh gue! Dia bilang kalo wanita yang gue dorong itu pengganggu yang harus dibasmi dan gue dibayar dengan harga mahal," jawab lelaki itu sambil menunjuk pasti ke arah Bianca.
Oxy menatap sengit ke arah Bianca. "Keluar dari rumahku sekarang!"
"Tapi Oxy.."
"Keluarlah saat ini bersamanya atau aku akan menyeretmu keluar dengan terpaksa!" sergah Oxy mengulang kata-katanya lagi.
Bianca menghentakkan kakinya ke lantai dengan keras, seraya menatap tajam ke arah Lidya. "Gue pastiin lo bakal hancur di tangan gue!"
"Berhenti buat ngancem kek gitu, itu ga bakal kewujud selagi masih ada kami dan yang lainnya. Jangan terlalu berharap," tukas Dimas tanpa diminta. Bianca menatapnya sinis, sembari kesal ia menarik lelaki itu dengan keras dan menyeretnya. "Ga becus!"
"Ayo, waktunya kita pulang," gumam Gio sambil menyimpan senjatanya.
"Lidya enggak boleh pulang ataupun meninggalkan rumah ini sedikitpun," cegah Oxy seketika.
"Harusnya anda konsisten dengan kesepakatan yang telah kita buat. Tertulis jelas dengan tanda tangan kita bertiga," anjur Gio dengan bahasa yang formal dan memunjukkan selembar kertas tepat di depan mata Oxy.
"Aku mohon padamu Lidya, jangan tinggalkan rumah ini demi kebahagiaan adikku," pinta Oxy sembari menundukkan wajahnya.
"Kebahagiaan adik lo? Lo aja ga mikirin adik lo kenapa gue harus mikirin dia?" sanggah Lidya dengan pasti. Mereka hening dengan menatap satu sama lain.
"Aku mohon, aku melakukan kesalahan." Oxy menatap lekat ke arah Lidya namun Gio hanya membalasnya dengan decakan kesal tidak berujung.
"Tetep aja lo ngelanggar kesepakatan kita. Udah kita sepakati kalo semisal Lidya terluka, gue berhak ngambil Lidya dari sini," bantah Gio. Ia kini memainkan senjatanya dengan tenang.
Oxy menatapnya tajam. "Diamlah! Adikku sedang terpuruk karena perlakuan burukku kepadanya!"
"Itu lo yang ngelakuin, bukan Lidya. Jadi, Lidya ga ada kewajiban buat ngebaikin apa yang telah lo perbuat ke Aluna! Miris, adiknya sayang banget sama kakaknya malah kakaknya sayang banget sama tunangannya," kekeh Gio merasa tidak bersalah.
"Gue ga bakal ninggalin rumah ini tapi cuma untuk malem ini," jawab Lidya mengambil keputusan.
"Gue iba sama adik lo, Aluna pasti butuh gue malem ini. Tapi, besok sebelum Aluna bangun gue pastiin gue udah keluar dari rumah ini. Memang, kesepakatan ini ga ngelibatin adik lo," lanjut Lidya atas ucapannya.
"Bisa kau pertimbangkan lagi keputusanmu?" tawar Oxy dengan memelankan suaranya.
"Kalo gue enggak mikirin lagi gue pasti udah ninggalin rumah ini detik ini juga," tukas Lidya dengan pandangan yang lurus.
"Gue ingetin sama lo, lo jangan sampe ngehalangin Lidya buat pergi dari sini! Dan jangan sesekali lo nyoba buat ngelukai Lidya! Karena gue bakal bakar lo hidup-hidup!" tegas Gio dengan nada penuh ancaman.
"Kita pamit. Dan lo ada baiknya lo ikut kita ke luar, lo harus buka tuh iketan satpam. Gue yakin kami masih banyak kerjaan yang lebih berfaedah," tutur Dimas dengan tenang lalu berjalan ke luar.
"Besok gue tunggu lo di depan gerbang. Temuin Aluna karena dia pasti lagi nungguin lo sekarang," tukas Gio menyarankan. Lidya mengangguk lalu berbalik arah ke arah tangga dan sedikit melirik ke arah mereka ketika telah berada di atas. Ia melihat tiga lelaki itu tertelan pintu tersebut dan masuk ke dalam dunia luar.
Lidya berjalan dan membuka pintu tersebut dengan sangat pelan. Ia melihat Aluna yang duduk meringkuk dengan sendu.
"Kak, apa aku gak boleh bahagia?" lirih Aluna lebih dalam. Sejenak pertanyaan itu membuat Lidya tersentak kaget.
"Ngomong apa sih? Kamu pantes kok bahagia." Lidya mendekatinya lalu menenagkannya.
"Tapi kak.."
"Tapi apanya? Liat tuh jam udah malem banget. Lo harus tidur karena lo besok harus sekolah," sela Lidya dengan lekas. Aluna mengikuti arah mata Lidya lalu berpikir sejenak. Ia mengangguk dan berbaring sambil menatap Lidya dengan tersenyum.
***
1 minggu kemudian...
Tidak terasa satu minggu telah berlalu dengan begitu cepat. Gio tengah mengendarai motor dengan Lidya yang duduk manis di belakangnya. Telah satu minggu juga Lidya berusaha tidak berpapasan ataupun bertemu Oxy sedetikpun. Jika tidak maka Gio telah menariknya jauh dari Oxy maupun Arya.
Gio menjaga Lidya dengan baik, ia tidak membiarkan Lidya sendirian ataupun merasa sendiri. Sebuah hal yang menguatkannya untuk tetap di sisi Lidya membuatnya terlalu bertekad untuk menjaga Lidya. Hari ini terlalu sore, sehabis membawa Lidya keliling kota. Mereka akhirnya memasuki fase lelah dan kembali ke kafe Sirent.
Mereka memasuki kafe secara bersamaan, semua pengunjung melihat mereka dengan serentak termasuk karyawan di perusahaan Oxy yang menunggu jemputan. Seperti pasangan selaras, putri yang cantik dan pangeran yang tampan. Mereka berjalan seirama dan sejajar.
"Pulang bang?" sindir Dimas atas kedatangan mereka berdua. Lidya tersenyum sementara itu Gio hanya menaikkan satu alisnya sekaligus merasa heran.
"Enggak, baru aja mau pergi," ketus Gio cepat. Mereka hanya tersenyum dengan jawaban Gio yang tidak pernah berubah sedikitpun.
"Diajak kemana aja Lid?" tanya Exel sembari menatap Gio dengan tatapan remeh.
"Cuma keliling-keliling kota," jawab Lidya masih dalam keadaan riang.
"Yaelah Lid. Cuma diajak keliling-keliling kota? Minta ke Mall beli sepatu kek," imbuh Exel sembari menatap yang lainnya lalu tertawa.
"Gue juga yang minta," jawab Lidya dengan cepat agar tidak salah paham.
"Gue tadi di kampus denger berita tentang keluarganya Oxy," ujar Rudi mengawali pembicaraan yang menjadi hening.
"Apa?" tanya mereka serentak.
"Beritanya tuh gue ga tau bener ato enggak, kalo...." kehadiran seseorang lelaki dari pengunjung mereka benar-benar membuat Rudi menghentikan ucapannya.
"Ada apa?" tanya Lidya khawatir melihat guratan urat lelaki itu.
"Itu... Ada yang pingsan," gugup lelaki itu.
"Pingsan? Siapa dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Novela JuvenilBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...