Alise (3)

949 31 0
                                    

Aku dan Nesya adalah sahabat dekat. Awalnya kami bertemu di kursus Bahasa Ingris. Kami sama-sama supel dan memiliki hobi yang sama, yaitu nonton film. Maka tak usah heran jika kami mudah akrab. Kami semakin dekat, ketika kami secara tidak sengaja bertemu di sebuah FGD yang membahas masalah LGBTQ. Akhirnya aku tahu jika dia seorang lesbian, dan dia tahu jika aku seorang gay. Kami sudah cukup lama saling mengenal, dan juga saling memahami. Saat ini nasibku begitu bergantung padanya.

Sepulang kerja, aku langsung menghampiri kosnya. Melihat mukaku yang kucal dia tahu aku sedang ada masalah. "Kenapa Conq?" tanyanya. "Cun, boleh minta tolong ga?" jawabku dengan nada memelas.

"Boleh aja, asal jangan minta duit, kalau butuh duit mending kita nglonte bareng-bareng," katanya bercanda. Nesya tipikal orang yang periang dan suka bercanda. Tetapi bukan berarti Nesya tidak bisa serius. Meski terdengar cuek dan tidak peduli sebenarnya Nesay memiliki rasa solidaritas yang tinggi.

"Mau ga jadi pacarku?" kataku pada Nesya.

"Hahahahahah," Nesya terbahak mendengarku, " "Giling! Ga takut dosa Conq, cewe sama cewe pacaran. Kamu mau mengingkari kodratmu sebagai binan. "

Aku menghela napas dan memintanya untuk tidak tertawa dulu. Setelah dia berhenti teryawa aku mencoba menjelaskan betapa serius situai yang sedang aku hadapi.

"Kemarin mama nanyain soal pacar, karena saking kepepetnya aku jawab aja kalau kamu pacarku. Sekarang mama minta aku ngajak kamu ke rumah buat dikenalin."

"Sumpah gilingan. Trus aku suruh ngapain?"

"Ya ikut aja ke rumah, kenalan sama mama habis itu kita putus. Paling juga cuma sejam."

"Kalau pacarku cemburu gimana?"

"Astaga, masa iya Dita mau cemburu sama bottom. Please. Doesn't make sense. We just pretend okay."

"Hahahahha, iya sih. Jadi kapan?"

"Kapan kamu off?"

"Selasa depan."

"Jam 3 aku jemput, jadi habis itu kita masih bisa pacaran dengan pacar asli kita. Dimas masuk pagi."

Setelah mencapai kata sepakat dengan Nesya, wajahku sedikit ceria. Meski tahu bahwa tidak menyelesaikan masalah, setidaknya apa yang aku rencanakan bisa meredam masalah. Aku percaya bahwa pada akhirnya cinta akan menemukan jalannya.

***

Di hari yang sudah kami sepakati, aku menjemput Nesyatepat pukul 3.00. Nesya telah siap dengan gaun merah yang terlihat terlalu anggun.Aku memintanya ganti pakaian agar terlihat lebih casual. Nesya memilih mengunakan celana jeans model pensil dan kaos, dan dipadu jaket berbahan jeans.

"Yakin seperti ini aja?" katanya meminta pendapatku. Aku menganggukan kepala ku lalu berkata, "We aren't trying make my mom impressed . Tampil sewajarnya tapi jangan keterlaluan. "

"Okay, sebelum berangkat kita briefing dulu. Namamu tetap Nesya. Tapi asalmu bukan Banjarnegara, asalmu Salatiga. Kamu kerja di Amplas , SPG Brand XX. Kos mu di Nologaten. Ngertikan."

"Weeew, sama kayak Dimas."

"Iya, jadi kalau ditanya detail kita bisa mudah ngarang cerita. Tinggal ceritaain aja ceritanya Dimas."

"Kenapa ga cerita pakai idenitasku asli aja?"

"Biar ga gampang kelacak. Rencananya kita 'pacara' cuma satu bulan. Ada pertanyaan?"

"Kita kenal di mana?"

Aku tak langsung menjawabnya pertanyaannya. Aku melupakan bagian itu, untung Nesya menanyakannya. "FB," kataku setelah berpikir sejenak.

Setelah semua siap kamipun berangkat. Aku melaju lebih lambat dari biasanya. Ada kekhawatiran dalam diriku yang membuatku tegang.

Samapai di rumah, Nesya disambut dengan sangat antusia oleh mama. Tak kusangka semua orang berkumpul di rumah demi menyambut Nesya. Bahkan Papa pulang lebih awal. Wajar jika mereka antusias, ini pertama kali aku mengajak seorang perempuan pulang ke rumah. Selama ini sosok yang menjadi pacarku selalu misterius. Akhirnya penasaran keluargaku terpuaskan oleh sebuah kebohongan. Aku sadar betapa jahatnya aku terhadap mereka, tetapi mau bagaimana lagi,aku takpunya banyak pilihan. Aku seperti punya pilihan, tetapi tidak diberi kesempatan untuk memilih.

Sepanjang pertemuan itu hatiku tak tenang. Rasanya begitu tersiksa. Aku hanya ingin semua ini cepat berlalu. Sepanjang pertemuan itu aku cuma bisa membisu. Beruntung Nesya bisa menguasai situasi. Mama bertanya begitu detail kepada Nesya. Bahkan mama menanyakan latar belakang keluarga Nesya, seolah aku akan segera menikah dengan Nesya. Sesuatu yang tidak aku duga sebelumnya. Aku melirik mama, sebagai tanda protes, karena menurutku belum waktunya mama bertanya hal-hal yang seprivate itu. Tetapi mama mengabaikanku. Nesya menjawab semua pertanyaan itu dengan baik, dan mama terlihat puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan Nesya.

Setelah proses wawancara mama bercerita tentang aib-aibku saat kecil. Nesya tertawa kecil menanggapi sambil sesekali melirikku genit, atau pura-pura marah padaku ketika mama bercerita kedekatanku pada perempuan lain. Aku yang masih tegang hanya bisa menanggapi dengan senyuman sesekali.

Pembicaraan kami terus berlanjut. Kali ini mama mencoba 'menjualku' dengan bercerita segala sesuatu yang baik tentangku. Nesyamenanggapi dengan antusias. Dia mendekatkan posisi duduknya padaku. Sesekali dia ikut memujiku dengan kata-kata sederhana, seperti 'ga nyangka', 'cie', 'masa sih. Ungkapan kagum itu dia kombinasi dengan usapan lembut di rambutku  dan tatapan bangga. Harus kuakui, Nesya punya bakat alami untuk beracting. Dan atas apa yang dia lakukan hari itu, aku rasa dia sangat layak diganjar dengan Piala Oscar.

Setelah lebih dari satu jam, akhirnya kami diberi kemsempatan untuk berduaan. Aku memandanggnya dengan penuh rasa kagum. Rasa-rasanya aku ingin berdiri dan bertepuk tangan untuk memberi apresiasi atas kerja kerasnya. Nesya memelototkan mata ke arahku, membuka mulut seolah berteriak, tetapi tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Dari gerak bibirnya aku tahu apa yang dia katakan. "GILING CONQ!!!" Rupanya diapun merasa tegang. Aku mengacungkan jempol, sebagai bentuk penghargaan dan ungkapan rasa terima kasih yang tak terhingga. "MANTAP, " kataku tanpa suara. Nesya berbisik mengajakku pulang. Aku langsung setuju. Memang itu yang aku pikirkan dari tadi. Semua ini harus segera diakhiri.

Sialnya sebelum sempat kami berpamitan, kakak iparku mengajakku makan di sebuah restoran. Aku dan Nesya saling pandang, aku harap dia punya ide untuk menolak. Namun sepertinya diapun sudah kehabisan ide. Menurutku seluruh energy kreatifnya telah terkuras habis untuk menghadapi mama.

Mama dan Papa tidak ikut bersama kami, jadi acara berlangsung lebih santai. Tidak ada lagi pembicaraan yang serius. Dan sekali lagi Nesya memainkan perannya dengan begitu epic. Nesya telah menyelamatkan hari itu.

Ya, satu hari kesulitan telah berlalu. Namun aku sadar bahwa masalah ini tidak mungkin aku hindari terus-menerus. Pada akhirnya aku harus membuat mereka semua kecewa dengan kebohongan yang aku berikan.

Vocab :

Giling - Gilingan = Gila - bahasa slang dalam komunitas LGBTQ

bottom = role sex perempuan dalam hubungan sex antara laki-laki dan laki-laki

Binan = berasal dari banci dengan disisipkan suku kata 'in;' didepan huruf vokal kata lengkapnya adalah 'binancini'- agar tak tetlalu panjang disingkat menjadi binan. bahasa slang dalam komunitas LGBTQ. Meski berasal dari kata banci, kata ini memiliki makna yang berbeda dengan waria. Binan digunakan komunitas LGBT untuk menyamarkan kata 'gay'

Conq = berasal dari kata bencong, panggilan akrab dalam komunitas LGBTQ. Pangilan ini juga dipakai sebagai bentuk kebanggan akan idenitas LGBTQ dan juga bentuk perlawanan terhadap diskriminasi yang biasa mereka terima. Penggunaan kata ini memiliki kesamaan dengan pengunaan kata Queer di Eropa.

Kisah Sunyi Dunia PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang