Chapter 2

418 26 0
                                    

Tak ada suara yang terdengar selain helaan napas Yeri.
Mereka tak kunjung memulai percakapan sejak 30 menit lalu.

Galang menatap tajam Yeri yang duduk dihadapannya, Bundanya hanya menatap Yeri dengan sedih. Lalu Dave yang belum meninggalkan apartemen Yeri dari tadi hanya diam setelah perdebatannya dengan Yeri.

Suasana sangat hening hingga suara getaran ponsel mengalihkan atensi mereka.

Drtttt drdttrrtttttt
Yeri menatap ponselnya yang tergeletak dimeja, matanya melihat nama Bang Si Hyuk pada ID Caller. Ia hendak mengambil ponsselnya namun secepat kilat lelaki yang menjadi adiknya itu merebut ponselnya.

"Galang, apa yang kau lakukan?"
Galang berdiri lalu mundur selangkah menjauhi kakaknya, "Batalkan kepergianmu atau aku yang akan memberitahu Bang Si Hyuk kau tak akan menjadi Manager anak asuhnya."

Yeri menatap tajam adiknya, "Galang, berikan ponselku!"
"Tidak akan!"
"GALANG!"
"TIDAK!"

Galang dengan segera mengangkat panggilan itu dan menempekan ponsel Yeri ketelinganya.

Namun seketika itu pula Yeri bangkit dari duduknya, menepis tangan Galang yang sedang memegang ponselnya dan membuat ponsel tersebut terlempar ke dinding hingga layarnya retak, lalu..

PLAK
"YERI"
"YER"
Teriak Ibunya dan Dave bersamaan melihat Yeri menampar adiknya cukup keras.

Merekapun hendak mendekat namun perkataan Yeri membuat langkah mereka kembali terhenti.
"Semuanya keluar dari apartemenku!"

"Yeri, kau tak seharusnya melakukan itu" Ucap Dave tak percaya Yeri yang dikenalnya adalah wanita yang lembut namun sekarang pertama kalinya ia melihat Yeri yang begitu kasar seperti bukan dirinya.

Galang memegang pipinya yang memerah karena kerasnya tamparan Yeri kepadanya,

"Ini pertama kalinya kakak memukulku karena marah. Bahkan saat aku sangat nakal, kakak tak pernah memukulku. Kemana kakakku yang dulu? Apakah kakakku sekarang berubah menjadi pengecut seperti ini?" Air mata Galang tidak dapat dibendung lagi.
Ia menangis dengan sangat keras didepan kakaknya.

Yeri melangkah mundur terduduk kembali di sofanya,lalu membuang wajahnya ke samping menahan tangis saat melihat adiknya menangis sangat keras dihadapannya. Juga isakan bundanya yang tiba-tiba terdengar membuat dirinya berpikir ia adalah sosok paling jahat dimuka bumi ini.

"Tapi, sakit tamparan ini tak sebanding dengan sakit dihatiku. Aku tak sakit karena kau menamparku kak, aku sakit karena pilihanmu kak. Tak bisakah kau tetap disampingku lebih lama lagi?" Tanya Galang suaranya bahkan hampir hilang tak terdengar, sangat lirih.

Yeri kembali membuang pandangannya, ia tak sanggup menatap adiknya yang tengah berlutut dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi.
Yeri sadar dengan jelas, ia adalah manusia jahat yang telah membuat banyak orang menangis. Dia adalah kakak jahat yang dengan teganya menampar adiknya sendiri.

"Sudah ku katakan kak, aku tak ingin kau pergi. Jika kau jauh dariku, siapa yang akan disampingku ketika kau menagis sendirian? Siapa yang akan merawatmu ketika kau sakit? Siapa yang akan menghentikanmu ketika kau menyakiti dirimu sendiri. Kak, aku hanya ingin kau tak terluka, lagi." Lanjut Galang terdengar putus asa meyakinkan kakaknya yang terlihat begitu egois.

"Lang..." Ujar Yeri lirih setelah mendengar penuturan adiknya.

"Kak, jika kau disini aku masih bisa melihatmu setiap hari, walaupun kita tak serumah aku masih bisa menjagamu, aku masih bisa mengunjungimu sebanyak yang ku ingin. Kak tolong mengerti!"
Yeri menarik napas dalam lalu menghembuskannya kasar.

"Aku mengerti lang, sangat mengerti. Aku sudah memikirkan hal ini ratusan kali sejak aku mengambil keputusan itu. Seperti yang kau katakan Lang, kau tak ingin aku terluka. Maka jika aku tetap disini aku kan semakin terluka, aku tak akan bisa menghapus bayangannya dan kemudian aku akan menyakiti diri sendiri lagi lang. untuk itu aku mengambil keputusan ini aku ingin melupakannya Lang, aku ingin menyibukan diriku sehingga aku tak perlu lagi menangis sendirian." Ujar Yeri sambil terisak.

"Kau egois kak! Kau tak memikirkanku, tak memikirkan bun-

"Aku memikirkan kalian lebih dari hidupku, Kalian adalah tangan-tangan yang menggenggam hidupku. Tapi, biarkan kali ini kakakmu sekali saja menjadi egois Lang!" Potong Yeri cepat sebelum Galang menyelesaikan ucapannya.

Galang semakin terisak kala sang kakak masih teguh dengan keputusannya.
"Tapi kak, bagaimana jika kau disana tak bahagia!"

"Kakak akan bahagia Lang, kakak janji. Dan jika nanti disana kakak tak bahagia, kakak akan langsung pulang menemuimu eoh. Bagaimana?"
"Janji?" Tanya Galang memastikan setelah tangisannya mereda.
"Janji. Sini peluk kakak!" Jawab Yeri mantap sambil merentangkan tangannya,

Galang sadar kali ini kalah lagi, keras kepala kakaknya sangat sulit ia hadapi.

Galang, lelaki yang dua tahun lebih muda dari kakaknya itu kini segera berlari menghamburkan tubuhnya kepada pelukan hangat sang Kakak.

"Yeri..!" Suara Ibunya tiba-tiba terdengar.
"Jika bunda berbicara hanya untuk melarangku..," Ujar Yeri lalu berbalik menatap Ibunya setelah melepaskan pelukannya dengan sang adik. "Maaf, itu tak ada gunanya."

"Kak!" Tegur sang adik.
Yeri hanya mendesah pelan berusaha tak memedulikan teguran sang adik, "Keputusanku sudah bulat. Maafkan aku bunda! Jika aku pergi dan tak kemba-

"Jangan katakana itu Yeri!" sela Ibunya terdenngar marah.
Yeri lagi-lagi mendesah pelan, "Kenyataanya itu yang mungkin akan terjadi."

Yeri tersenyum tipis lalu mendekat memeluk ibunya.
"Aku akan pergi Bun, jangan khawatirkan aku lagi!" ujarnya, beberapa detik mereka saling menyalurkan kehangatan dan perlahan terlepas. Yeri menatap Ibunya yang hanya diam saja, ia tersenyum miris dan memilih membalikan langkahnya untuk kembali melihat sang adik.

"Kenapa tidak sekalian kau mati saja?" Langkah Yeri terhenti mendengar ucapan sarkas ibunya.
"Bunda!" Seru Galang yang tidak ditanggapi sama sekali oleh ibunya.
"Bukankah lebih baik mati sekarang? Dengan begitu aku, Galang dan Dave tak perlu tersiksa mengkhawatirkanmu."

Sakit, Yeri merasakan hal itu saat ini. Sungguh. Perkataan yang sangat menohok itu keluar dari Ibunya dan isak tangis sang adik kembali terdengar.

Yeri perlahan membalikkan diri hingga akhirnya ia melihat tubuh Ibunya bergetar menahan amarah dan matanya mulai berkaca-kaca. Yeri merutuki dirinya, ia benar-benar anak yang jahat.

"Maaf membuat kalian khawatir, maaf karena aku menjadi anak yang egois. Maaf karena aku menjadi kakak yang jahat. Maaf atas segalanya. Bundaa, bahkan jika kau membenci anakmu ini, kau bisa menganggapku sudah mati mulai hari ini." Ucap Yeri.

Galang kembali menangis, lelaki itu kembali cengeng. Jika sudah berhubungan dengan kakaknya,Galang akan menjadi sosok yang lemah dan cengeng.

Merasa tak ada yang merespon ucapannya selain tangisan Galang, Yeri kembali melanjutkan perkataannya, "Dan juga, salah satu alasan terkuat aku ingin pergi selain ingin menghindarinya aku juga ingin menghindari Bunda."

Yeri terdiam sejenak sebelum akhirnya membalikan tubuh kembali menahan cairan bening yang sudah siap meluncur. Jangan nangis. Jangan nangis. Rapalnya dalam hati. Ia tidak ingin terlihat lemah dihadapan ibunya.

"Jaga kesehatanmu, Galang. Dan Maaf jika aku nanti tak menepati janjiku."Ujar Yeri dengan suara bergetar dan berlalu begitu saja.

Menutup pintu kamar dengan keras dan seketika itu pula pertahanan Yeri runtuh. Yeri menangis begitu keras, mendengar adiknya yang menangis tak kalah hebat darinya. Yeri menyalahkan dirinya mengapa ia harus menjadi egois. Mengapa ia tak bisa berdamai dengan Ibunya. Mengapa ia menjadi kakak yang tak berguna. Dan mengapa ia harus terlahir sebagai wanita lemah.

-Aku mungkin sudah putus asa akan hidupku. Tapi aku ingin menampilkan mimpiku untuk terakhir kalinya, dengan kalian Bangtan, sebagai bintangku.-

Princess in Bangtan Area! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang