Fifteen

804 88 32
                                    

Irene bersandar pada pintu diluar ruangan dimana ibu Wendy dirawat. Dia akan menunggu bosnya sampai dia selesai berbicara dengan Mrs. Son. Mungkin saja sekalian mengantarkan lelaki itu pulang nanti. After all, Wendy mengalami kejadian ini karena Irene.

Dia tidak bisa membuang begitu saja rasa bersalah yang terus berteriak di pikirannya.

Bagaimana Irene bisa membalas kebaikan atasannya tersebut? Dia pasti menolak kalau Irene mengajukan untuk membayar biaya rumah sakitnya. Wendy masihlah si sombong yang tidak mudah menerima kebaikan orang lain--meskipun keadaannya sedang sangat memprihatinkan.

Irene tersadar dari kegiatan berpikirnya saat seorang perempuan berambut coklat berlari tergesa ke arahnya--ke arah pintu disebelahnya.

Wanita itu melirik Irene sekilas kemudian langsung masuk kedalam bahkan sebelum Irene sempat bertanya siapa dia.

"Siapa? Pacar pak Wendy?" Bisiknya bertanya sendiri.

Irene bisa merasakan hatinya mencelos tidak enak. Apa sih perasaan terganggu ini? Tidak mungkin kan dia cemburu kalau memang benar wanita itu adalah kekasih bosnya?

Irene duduk di atas bangku yang disediakan didepan tiap ruangan dengan kesal. Kenapa dia jadi mudah terbawa perasaan seperti ini sih! Sejak kapan dia cemburu melihat seorang wanita menemui Wendy? Biasanya enggak gini.

"Arrrgh!" Irene mengacak rambutnya kesal.

"Kamu kenapa?"

Irene mendongak kaget, dan didepannya sudah berdiri Seulgi dengan senyum geli.

Wajah Irene memerah malu.
"Se-sejak kapan bapak disitu?"

"Sejak kamu ngelamun gak jelas, cemberut terus ngegumam sendiri."

Benarkah dia melakukan hal itu tanpa sadar?

Irene menutup wajahnya dengan telapak tangan. Dia bisa mendengar suara tawa Seulgi yang merdu.

"Nih minum! Kamu pasti haus. Wendy didalam kan?"

Irene menerima tawaran lelaki itu dengan ragu, tapi Seulgi meraih tangannya dan menyimpan minuman kaleng itu dengan gerakan tegas diatas telapak tangannya.

"Gak usah sungkan."

"Makasih pak, dan ya, Pak Wendy masih didalem, sama cewek."

"Hemm?" Seulgi mengangkat sebelah alisnya.

"Siapa?" Tanyanya penasaran. Tapi Irene tidak tahu, dia belum pernah melihat Wendy membawa perempuan tadi ke kantor--tidak seperti wanita-wanitanya yg lain.

"Saya enggak tahu, rambutnya coklat, wajahnya cantik dan--"

"Ah, pasti Sohyun." Seulgi memotong ucapan Irene sambil mengangguk mengerti.

"Siapa?"

"Teman Wendy."

Mereka lalu saling diam. Suasana berubah canggung karena ini pertama kalinya mereka duduk berdua tanpa kehadiran Wendy diantara mereka.

"Kalau kamu mau pulang, biar saya antar."

Irene menoleh dan saat itulah tatapan keduanya bertemu. Ada banyak yg ingin Irene tanyakan tentang Wendy pada pria ini. Tapi dia tidak bisa membawa diri untuk membuka suaranya.

"Iya pak, makasih."

Seulgi hanya tersenyum. Mereka berjalan menjauh dari sana beriringan.

Lagian Pak Wendy juga udah ada yg jagain..

Entah kenapa Irene merasa lega saat tahu wanita bernama Sohyun itu merupakan teman bosnya. Tidak ada ikatan lebih diantara mereka berdua.
.
.
.
"Wen, mau pulang sekarang?" Sohyun menyentuh Wendy yang sudah hampir tertidur disamping kasur.

Mr. ArrogantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang