Empat

8K 982 291
                                    

Mas ganteng dua hari ini turun kejalan ikutan demo di Senayan, karena khawatir akhirnya gue mutusin nyusul dan bawa amunisi yang gue tampung dalam ransel Reebok Noir warna hitem, gak lupa bawa almamater dan powerbank, cus gue berangkat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mas ganteng dua hari ini turun kejalan ikutan demo di Senayan, karena khawatir akhirnya gue mutusin nyusul dan bawa amunisi yang gue tampung dalam ransel Reebok Noir warna hitem, gak lupa bawa almamater dan powerbank, cus gue berangkat.

Sendirian, siang-siang naik gojek, rela kepanasan dari ujung ke ujung demi nyusulin mamas yang lagi berjuang menyampaikan aspirasinya, huhu, emang keren dia tuh. Pantas aja gue cinta.

"Makasih, ya, pak." Sesampainya ditempat kejadian, gue serahin helm dan ongkos, sambil mikir-mikir ini gue mau kemana dulu.

"Hati-hati, ya, Neng. Bapak doain semoga demonya sukses, hidup mahasiswa!" Pesen bapak Gojek sebelum pergi.

Gue iyain aja, meski dalam hati gue ngikik, ya, misi gue kesini gak 100% buat demo, tapi mensupport dan mendampingi perjuangan Mas Kian tercinta dengan mekap anti badai dan kecantikan gue yang paripurna ini.

"Terus kemana ini?" Gue sempat kesulitan mendeteksi lokasi keberadaan  Kian saat itu. Gila aja diantara lautan mahasiswa segini banyaknya, gimana gue nyarinya.

Tapi tenang, tenang. Bukan Kiran namanya kalau gak menemukan cara praktis dan cepat. Pertama, gue tinggal  nyari kerumunan yang memakai almamater Universitas gue. Kedua, nanya Satya yang paling gercep kalau balesin chat gue.  Gak usah ngarep Mas Ganteng, sampai detik ini doi masih hobi mengabaikan message gue, sebel.

"Sat, gue udah di deket patung-patung, lo dimana, sih?" Gue celingukan ke kanan dan ke kiri, berusaha nyari sosok yang gue kenal. Parah, gue harus jalan jauh mulai dari titik turun Gojek tadi sampai kesini, jalan kaki pula.

Sumpah ramai banget, sejalan-jalan dipenuhi dengan aksi mahasiswa, ada yang berorasi, ada yang mengibarkan sejumlah bendera, bawa spanduk penolakan dan banner-banner yang bertuliskan ungkapan kekecewaan pada pemerintah.

Sempat, ketemu sama beberapa temen kampus, cuma sapaan mereka gue bales dengan lambaian tangan, keburu sibuk nyariin si Satya buaya buntung.

"Kiran!" Gue nengok kebelakang dan tersenyum lega, itu Satya gengs.

Gak cuma Satya, sih, karena Kian juga nyusul dibelakangnya. Duh, repot-repot nyamperin gue, jadi ena.

"Nyusahin aja, lo!" Satya dateng-dateng jitak pala gue. "Kenapa gak join sama fakultas lo sendiri aja, sih?"

"Males ah," Orang gue kesini niatnya gak cuma demo, tapi menjemput jodoh.

"Gak salah lo ikutan? Kan Bapak lo anggota DPR?" Satya sekalian nyindir.

Nah itu, sebenarnya gue sudah diwanti-diwanti bokap-nyokap gak boleh ikutan. Kalau sampai ketahuan mungkin hukumannya, gue bakal disekolahin diluar negeri. Tapi gue gak peduli, emang tahu apa mereka tentang hati nurani gue? Gue rela ikut turun kejalan dan gabung demonstrasi besar-besaran ini karena tahu negara gue sedang dalam kondisi darurat.

CRUSH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang