WFLO Part 37

2 0 0
                                    

.

.

Fajar sudah menampakkan dirinya dari ufuk timur pertanda hari baru telah tiba. Harusnya hari ini menjadi kesempatan baru juga untuk seeonggok (?) insan yang sedang telungkup di atas sofa ruang kerjanya. Padahal terik matahari begitu menampakkan semangatnya kepada para penduduk bumi. Tapi ternyata teriknya tidak sampai kepada Hinoto yang entah mengapa sangat lesu di ruang kerjanya.

"Kau tidak bisa begitu Mamoru, ayolah bantu temanmu ini" Hinoto memelas kepada Mamoru yang sedang duduk dihadapannya

"Sorry dude, i can't, it's not my bussiness" acuh Mamoru, ia mulai penat menasihati seonggok (?) manusia dihadapannya sekarang

"Aaargh" Hinoto menjambak rambutnya frustasi

"Aku sudah bosan menasihati dan meyakinimu. Tinggal dirimu sendirilah yang mengambil keputusan. Aku tak mau ikut campur" ucap Mamoru memainkan jarinya acuh

"Aku butuh diyakinkan lagi. Banyak kekhawatiran yang aku pikirkan, please understand me" sekali lagi Hinoto memelas dan tak ada respon belas kasih sedikitpun dari Mamoru untuknya

"You ! the one who should understand Yami. She is a girl man ! Kalau kau mau, ikat dia. Kalau tidak, lepaskan saja dari sekarang !" Mamoru merasa mulai lelah dengan pikiran sahabatnya itu. Dia sangat lelah apalagi Yami, pikirnya.

"Seharusnya aku biarkan saja Bagas mendekati Yami" gumam Mamoru yang ternyata masih bisa didengar manusia didepannya

"Apa ? Bagas ? siapa dia ?" Hinoto setengah berdiri dari duduknya

'O-ow, apakah harus kupanasi saja ya orang ini agar cepat bertindak ?' batin Mamoru tersenyum

"Ah itu, ano- bendahara di Yaro.id, karyawan Yami. Orangnya lumayan tampan. Lumayan mapan juga lah ya walaupun statusnya sebagai karyawan Yami. Tapi kukira dia pantas kalau menjadi pendamping Yami." sepertinya Mamoru mulai bisa melihat asap keluar dari kepala Hinoto

Tapi jauh dari dugaannya. Ternyata Hinoto tidak terpancing sama sekali. Dia malah terlihat menghela nafas lalu duduk kembali di singgasananya (re: kursi kerja). Maaf Mamoru sepertinya tujuanmu memanas-manasi Hinoto, gagal.

"Baiklah terimakasih sudah menemaniku. Kau bisa kembali bekerja" ucap Hinoto memejamkan matanya

'Aaa dia semakin bimbang rupanya haha' batin Mamoru tertawa nista lalu pergi setelahnya, tanpa berpamitan seperti biasa. Kebiasaan yang sangat buruk.

Dua menit setelah Mamoru pergi meninggalkan ruangannya, Hinoto bangkit mendekati sofa. Meraih jaket yang tersampir di punggung sofa lalu mengambil kunci mobil diatas meja. Seperti yang dipikirkan Mamoru, kini Hinoto semakin bimbang, apakah nanti keputusan yang akan ia ambil sudah benar, ataukah sebaliknya. Ia hanya takut karena ini bukanlah masalah sepele.

.

.

Sementara di Singapur, Yami kini tengah berada di ruangan kerja Dr Brian. Sibuk mempelototi rak buku dihadapannya. Membaca satu persatu judul yang tercetak di pinggir badan buku yang tersusun rapih. Banyak sekali topik yang Yami tidak mengerti karena memang ini bacaan seorang dokter, bukan rakyat umum sepertinya. Setelah nyaris satu jam Yami memilah-milah, ia menemukan satu buku yang menarik hatinya.

Mengolah reaksi emosi didalam diri

"Hey dok, kenapa ada buku yang seperti ini di rakmu ?" tanya Yami heran membaca badan belakang buku

"Oh itu, aku hanya iseng saja membelinya. Jika kau mau ambil saja" ucap Dr Brian yang sibuk merapikan arsip data pasiennya

"Tidak mungkin, kau kan tipe orang yang sedikit melankolis" Yami mendudukan diri di sofa lalu mulai membuka halaman pertama pada buku

"Anggap saja dulu aku pernah bimbang dalam memutuskan sesuatu"

"Yass sudah selesai, besok aku ada seminar di Indonesia, kau jadi pulang kan ?" tanya Dr Brian melirik Yami yang sedang berjalan kembali menuju rak

"Wah kebetulan sekali, kalau begitu tolong pesankan tiket untukku juga ya ayah ?" seru Yami memelas dengan wajah yang... hmm

"Kau memanggilku ayah ketika ada maunya saja" sinis Dr Brian yang dibalas kekehan Yami

Setelah selesai dengan arsip-arsipnya Dr Brian dan Yami pun keluar menuju cafe sebrang untuk makan malam bersama. Lalu setelahnya pulang ke apartemen masing-masing. Dr Brian dengan mobilnya dan Yami dengan Bus kotanya. Sebenarnya jalur pulang mereka tidak terlalu berbeda arah. Hanya saja Yami memang selalu menolak saat ditawari tumpangan pulang. Yami beralasan kalau ia lebih menyukai naik kendaraan umum dibandingkan kendaraan pribadi. Entah alasan itu adalah kebenaran. Atau hanya alasan klasik yang digunakannya untuk menyendiri didalam keramaian. Hanya Yami dan Tuhan yang tahu.

Di Singapur, saat malam tiba keadaan diluar semakin ramai. Banyak orang yang masih berlalu-lalang terutama di wilayah dekat jalan raya. Yami suka melihat keramaian dibalik jendela bus. Tapi justru Yami sendiri malah kurang suka berada didalam keramaian. Untuk Yami yang sedikit seorang introvert. Gadis ini lebih menyukai sepi dalam keramaian, atau, ramai didalam sepi.

Bus sudah berhenti di terminal 7, Yami pun beranjak turun setelah pintu bus terbuka. Tidak ada yang turun lagi di terminal ini. Hanya Yami seorang. Suasana cukup hening di pemberhentian 7. Tetapi toko-toko pinggir jalan masih bertuliskan buka di pintu-pintunya. Penginapan Yami hanya berjarak 100 meter dari persimpangan dekat terminal. Pemiliknya adalah seorang ibu lanjut usia dengan suaminya. Mereka hanya berdua disana, anak-anak mereka semuanya merantau ke luar kota. Yami sampai didepan pintu penginapan disambut oleh Ms.Wang, beliau memang keturunan cina beserta suaminya.

"Hey Yami, how's your day ?" tanya Ms.Wang fasih, karena memang beliau sudah sangat lama tinggal di Singapur

"Great Ms.Wang, as always" ramah Yami memberikan senyum secerah rembulan, seperti malam ini

"Yami kau kalau keluar rumah jangan lupa jaketmu, nanti kau sakit" seru Mr.Wang

Pasangan suami istri ini memang sangat ramah kepada penghuni penginapan. Mengingat mereka hanya tinggal berdua tanpa keberadaan anak. Jadi mereka berdua menganggap semua penghuni disini adalah keluarga mereka yang pantas untuk diperhatikan.

"Cuaca sangat bagus hari ini Mr. Wang, lain kali aku akan membawa jaketku" jawab Yami sembari membuka sepatunya

"Kau mau ku buatkan coklat panas atau teh nak ?" tawar Ms.Wang yang baru saja selesai menyapu halaman

"Tidak, terimakasih Ms.Wang, aku akan mandi dan langsung beristirahat saja" jujur Yami sangat senang sekali diperhatikan seperti ini. Rasanya sudah terlalu lama, semenjak ibunya tiada.

"Pakai air hangat, tidak baik mandi dengan air dingin di malam hari" saran Mr.Wang yang beranjak dari duduknya, mungkin ia akan masuk kekamarnya.

"Baiklah, terimakasih. Selamat malam Mr.Wang, Ms.Wang" pamit Yami lalu memasuki kamarnya

Penginapan disini hanya tersedia 7 kamar tidur. Bentuknya seperti rumah tradisional campuran Cina dan Jepang. Ketika memasuki pintu utama, akan ada halaman dengan lantai tanah dan disekelilingnya berjajar kamar-kamar tidur. Kamar utama, yang paling besar berada ditengah barisan. Kamar mandi ada didalam setiap kamar tidur, ukurannya tidak besar tapi juga tidak terlalu kecil. Mungkin penginapan ini lebih cocok disebut kostan rumah jika di Indonesia. Hanya saja nuansanya sangat asri karena masih tradisional.

.

.

TBC

We Found Love in OsakaWhere stories live. Discover now