Class 4

3.8K 228 31
                                    

"Apa yang ada di otakmu?" Tanyaku dengan nada paling tidak menyenangkan pada Earl.

"Apa?" Jawab Earl tak acuh. Huh! Aku menyesal sudah bilang Earl yang terlihat santai lebih menyenangkan dan bersahabat. Sekarang dia benar-benar terlihat menyebalkan.

"Kenapa kamu membuntuti ke kampus hah?" Tanyaku dengan nada tidak menyenangkan (lagi).

"Siapa yang mau membututimu? Aku hanya ingin terbebas dari peraturan istana. Kamu tahu, di Northen jam kuliahku dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore. Bisa tebak apa alasannya?" Ucap Earl.

"Ya ya ya agar terbebas dari 'aturan istana' benar?" Jawabku jengah.

"Tepat. Jadi, kamu tidak punya alasan untuk melarangku mengikutimu ke kampus. Aku hanya ingin b.e.b.a.s mengerti?" Ucap Earl tepat di telingaku. Aku baru tahu kalau dia juga bisa menggoda seperti itu.

"Tolong jaga jarakmu pangeran Northen. Kita ada di tempat umum sekarang." Well, aku akui memang aku 'sedikit' salah tingkah. Hanya sedikittt. Sedikit sekali.

"Hai Em.." Sapa Elizabeth yang entah datang dari mana. Dia memang sama sekali tak mengeluarkan bunyi sekecil apapun saat berjalan. Kalian tahu, dia selalu mendapat nilai tertinggi di kelas kepribadian.

"Liz!"Sapaku girang. Setidaknya sebentar lagi aku bisa berkeluh kesah pada sahabatku ini.

"Siapa pemuda ini?" Tanya Liz sopan.

"Aku Earl de Northen, dari Northen." Jawab Earl dengan senyuman formal seperti saat pertama kali kami bertemu.

"Senang berkenalan denganmu. Aku Elizabeth Layne. Teman putri Emily." Jawab Liz tak kalah formal. Dia memang selalu menjaga perilakunya. Kadang aku berpikir kalau kami tertukar saat masih bayi. Karena menurutku dia yang lebih pantas menjadi putri kerajaan Plenamory, bukan aku.

"Earl, kami harus masuk kelas sekarang. Kamu bagaimana?" Tanyaku. Bukannya aku mau menjauh dari Earl, tapi memang sekarang sudah jam mata kuliah pertama kami.

"Ikut." Jawab Earl dengan tampang polos yang,, menyebalkan di mataku.

"Yang benar saja!" Ucapku lepas kendali.

"Emy, jaga ucapanmu." Liz mencoba menenangkanku.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Orang ini benar-benar menguras emosiku pagi ini. Lihat saja. Aku akan membuat hari-harinya di negeriku menjadi seperti di neraka.

"Earl, mana bisa kamu ikut ke kelas, kami ini mau belajar, bukan mau nongkrong." Ucapku dengan nada tenang yang kelihatan sekali kalau dibuat-buat.

"Aku tahu. Tapi kamu kan putri kerajaan. Apa yang tidak bisa kamu lakukan hah?" Jawabnya ringan.

Amarahku benar-benar sudah sampai di leher. Bisa-bisanya dia menyuruhku menyalahgunakan kekuasaanku. Apalagi untuk hal tidak penting seperti itu. Tapi aku tak bisa berkata apa-apa dan hanya berjalan menuju kelasku. Earl dan Liz berjalan mengekor di belakangku.

Bahkan tanpa menolehpun aku bisa tahu kalau Earl sedang tertawa menang. Aku benar-benar menyatakan perang dengan pangeran itu sekarang!

**********


"Siapa kamu?" Dosenku menghentikan Earl saat hendak masuk ke kelas. Kami memang terlambat masuk, hingga dosen sudah ada di kelas lebih dulu. Dan baru aku tahu kalau dia hapal semua muridnya. Karena dia dosen yang paling malas menatap manusia. Setiap mengajar yang dia lihat hanyalah buku.

"Saya Earl pak. Putri Emily yang mengajak saya kemari." Jawab Earl sopan.

Kalian dengar kan? Dia memang minta berperang denganku! Siapa yang mengajak siapa? Bukannya dia yang meminta untuk ikut. Sungguh! Apa salahku padanya hah?!

Sang dosen hanya mengangguk mendengar jawaban Earl dan menyuruh kami duduk. Memang benar apa kata Earl. Memangnya siapa yang berani mengusik putri kerajaan ini?

Aku duduk di deretan bangku nomor 2 dari belakang. tempat kesukaanku. Alaric, orang yang duduk di sebelahku tersenyum lembut menyapaku. Dia salah satu teman sekelas favoritku. Meski tidak banyak bicara dia sangat bisa diandalkan. Terutama dalam hal catatan pelajaran. Dan lagi dia berasal dari keluarga Marquess Ephraim. Salah satu keluarga yang sudah melayani imperial family selama beberapa generasi. Aku bahkan dulu berpikir kalau ayah akan menjodohkanku dengan Alaric. Karena dia berasal dari bangsawan tertinggi setelah keluarga Duke Damarion.

Aku membalasnya dengan senyum tipis nan Elegan. Senyum profesial khas putri kerajaan. Well seperti kataku tadi, dia tidak banyak bicara, jadi aku tidak begitu dekat dengannya.

"Jadi?" Tanya Liz berbisik. Dia duduk di belakangku, sedangkan Earl duduk di pojokan. Entah apa yang ingin dia lakukan disana.

"Apa?" Tanyaku tidak paham dengan pertanyaannya.

"Siapa sebenarnya Pemuda itu?" Tanya Liz masih dengan berbisik.

"Dia Pangeran yang dijodohkan denganku." Jawabku sambil lalu. Suasana hatiku sedang buruk karena Earl!

"What?!" Suara Elizabeth memekik lantang.

Kontan puluhan mata di kelas ini langsung menatap padanya. Aku sendiri tidak menyangka, Liz yang selalu menjaga perilakunya bisa berteriak sekeras itu di tengah kelas. Pasti berita ini begitu mengagetkannya.

"Ada yang ingin kamu tanyakan miss Layne?" Tanya dosen kami pada Elizabeth dengan wajah tidak ramah.

"Uhh, emm, itu. Bolehkah Saya dan Putri Emily ke toilet sebentar?" Tanya Liz dengan asal. Matanya bergerak liar. Aku memandang Liz bertanya? Dan Liz hanya menjawab tatapanku dengan tatapan memaksa.

Dosen itu berdehem dengan ketidaksukaan yang sangat terlihat diwajah. "Kalian bahkan belum lima menit berada di kelas. Cepatlah!" Ucapnya kemudian.

Aku berani bertaruh, kalau saja Liz tidak membawa namaku pasti dosen ini akan melarangnya keluar kelas. Lagi, memangnya siapa yang berani melawan sang putri?

"Jelaskan dengan rinci!" Perintah Liz saat kami sudah berada di salah satu bangku taman di samping kampus.

"Aku dijodohkan dengan Earl. Apalagi yang belum jelas untukmu?" Jawabku masih dengan nada tak acuh. Kenapa pagi ini semua orang sengaja merusak mood ku?

"Iya. Tapi bagaimana bisa?" Tanya Elizabeth yang tak puas dengan jawabanku.

"Hahhh...." Aku menghembuskan nafas panjang dan berat. Berusaha melepaskan rasa sebal yang semakin bertumpuk di hati.

"Bagaimana lagi? Ayah dan Ibuku, yang sangat takut aku tidak laku segera menjodohkanku agar kerajaan ini bisa segera memiliki calon raja masa depan. Dan berharap kisah hidupku berjalan ala novel-novel roman yang terlalu sering dibaca oleh ibuku." Jawabku panjang lebar tanpa putus.

"Raja menjodohkanmu?" Tanya Liz sanksi.

"Menurutmu?! Apa aku yang dengan kurang warasnya memohon-mohon pada orang tuaku agar mereka menjodohkanku dengan Earl? Hah! Yang benar saja! Kupikir kamu bisa mengerti diriku Liz." Ucapku sarkastik.

"Ya... Bukan begitu. Hanya saja, Raja yang begitu bijaksana bagaimana bisa mengambil keputusan sekonyol itu?" Jawab Liz.

"Benar kan? Ini memang konyol. Entah darimana mereka mendapatkan ide gila ini. Untung saja Earl tidak seburuk yang kubayangkan sebelumnya." Kataku.

"Maksudnya?" Tanya Liz tak mengerti.

Lalu aku menceritakan tentang ide Earl tentang Prince Academy sejelas-jelasnya pada Liz, termasuk syarat Ayah yang memaksa Earl untuk tinggal disini.

"Wah.. Boleh aku bergabung? Sepertinya hari-hari kita ke depan tak akan membosankan." Pinta Liz dengan mata berbinar.

"Kau yakin? Bukankah selama ini kamu selalu menjaga image mu?" Tanyaku.

"Em.. Aku masih tetap bisa menjaga image meskipun aku terlibat dengan kalian. Aku hanya merasa bosan dengan rutinitas di kerajaan ini." Jawabnya.

"Yah, setidaknya kamu tidak tinggal di dalam istana. Karena di dalam sana jauh jauh jauh lebih membosankan lagi." Kataku miris.

"Setidaknya sekarang ada Earl yang akan membuat harimu berbeda." Ucap Liz diplomatis.

"Iya berbeda. Jadi lebih MENYEBALKAN." Jawabku sebal. Aku masih belum bisa melupakan apa yang Earl lakukan padaku pagi ini.

"Seharusnya tadi kalian tidak usah masuk kelas pertama kalau akhirnya kalian membolos seperti ini." Sebuah suara menginterupsi percakapanku dengan Liz.

"Earl? Untuk apa kamu membututi kami sampai disini?" Tanyaku dengan nada tak suka.

"Hah.. Aku memang mencari kalian, tapi Aku tidak membututimu putri. Jam pertama sudah habis, dan Aku tidak tahu harus kemana lagi. Makanya aku mencari kalian kesana kemari." Jawabnya enteng.

"What?" Lagi-lagi Elizabeth berteriak tertahan. "Memangnya berapa lama kita mengobrol Emy?" Tanya Liz seperti orang linglung.

"Ehm... Satu jam mungkin?" Jawabku mengira.

"Hahh, aku bahkan sampai kehilangan ekspektasiku terhadap waktu gara-gara mendengar kisahmu Emy." Liz berkata sambil menepuk-nepuk pipinya. Berusaha mengembalikan dirinya yang selalu elegan.

"Kalian sangat akrab ya?" Tanya Earl menyela. "Dari tadi kamu tidak memanggil Emily dengan sebutan putri?" Pertanyaan itu ditujukan pada Liz.

"Ya... Begitulah. Kami tumbuh bersama." Jawab Liz singkat.

"Selanjutnya kita kemana?" Tanya Earl bersemangat. Tampaknya dia sangat menikmati harinya. Berbanding terbalik denganku yang sangat suntuk dibuatnya.

"Aku ada kelas sejarah. Liz juga harus ke sanggar seni. Kalau kamu terserah mau kemana." Jawabku sebal sambil berlalu meninggalkan mereka berdua.

"Emy.. Tunggu. Liz aku pergi dulu ya." Kata Earl sambil berlari mengejarku.

Aku berbalik mendadak dan menghadang jalan Earl. Jika saja Earl tidak berhenti tepat waktu, sekarang kami pasti sudah bertabrakan.

"Kenapa berhenti tiba-tiba? Kita berdua bisa saja jatuh sekarang." Tanya Earl dengan nafas ngos-ngosan.

"Kenapa hari ini kamu sangat menyebalkan huh?!" Tanyaku to the point. Earl terlihat terkejut. Mungkin dia tidak mengira akan mendapat reaksi seperti ini dariku.

Aku benar-benar kesal pada Earl. Tidak. ini tidak boleh berlanjut. Aku seorang Putri. Tidak boleh ada yang mengacaukanku seperti ini!!

"Oh.. Apa kamu tidak suka Em? Maaf, aku tidak tahu. Mungkin aku merasa terlalu nyaman denganmu... Jadi..." Earl tidak menyelesaikan kalimatnya.

"Apa maksudmu terlalu nyaman? Jangan bilang sekarang kamu sudah jatuh cinta padaku." Tanyaku sarkastik.

"Ahahahaha, lucu sekali." Earl tertawa keras mendengar penuturanku. "Apa maksudmu jatuh cinta? Bukankah sudah kukatakan aku punya kekasih? Aku bilang nyaman karena aku suka kepribadianmu, Kamu terbuka dan apa adanya, tipe teman yang menyenangkan. Makanya aku terlena dan merasa sudah kenal lama denganmu dan bersikap apa adanya aku. Maaf kalau aku kelewatan tuan putri. Aku akan lebih menjaga sikapku." Tutur Earl panjang lebar setelah bisa menguasai tawanya.

Aku diam mendengar kata-katanya. Mengamati wajahnya, mencari kejujuran dalam setiap penuturannya.

"Tidak percaya padaku? Apa menurutmu aku sengaja membuatmu marah? Untuk apa Aku melakukan itu Emy? Ini kerajaanmu. Aku hanya orang asing disini. Hidup matiku ada di tanganmu tuan putri." Lanjut Earl.

"Hemm,,, benar juga. Baiklah kamu kuberi maaf. Tapi berhenti bersikap menyebalkan dan jadilah pangeran Earl yang menyenangkan dan santun. Itu perintah!" Kataku pada akhirnya. Aku tahu Earl tulus, aku hanya ingin sedikit memberinya pelajaran kesopanan.

"Baiklah Emy, tapi bukankah sekarang sudah terlalu lama kita berbincang? Bagaimana dengan kelas sejarahmu?" Tanya Earl dengan menahan senyumnya.

"Oh tidak!!" Bagaimana aku bisa lupa dengan kelasku. Sudah setengah jam berlalu sejak jam pelajaran dimulai. Akan sangat memalukan kalau aku masuk kelas sekarang. Image ku sebagai Puteri yang sempurna akan hancur dalam satu detik.

"Sekarang bagaimana?" tanya Earl masih menahan senyumnya. Sepertinya dia menikmati setiap kepanikanku.

"Aku bolos saja. Akan kuperintahkan pelayanku mengantarkan surat ijin. Memalukan kalau harus datang terlambat." Jawabku menyerah. Earl benar-benar mengacaukanku hari ini.

"Lalu kita akan kemana?" Tanya Earl sambil menjajariku berjalan.

"Pulang sebentar. Aku butuh kopi. Hariku benar-benar buruk gara-gara seseorang." Jawabku menyindir smabil memberinya tatapan membunuh.

"Aw.. menakutkan sekali." Kata Earl pura-pura takut. Benar-benar menyebalkan.

Entah apa yang ada dipikiran Earl sekarang. Dari tadi dia memandangiku tanpa kedip. Seolah menelusuri setiap inci bagian wajahku. Weitss, jangan berpikir aku besar kepala, dia memang benar-benar memandangiku. Dengan sangat jelas. Tanpa malu kalau ketahuan.

"Ada apa di wajahku?" Tanyaku akhirnya karena penasaran dengan tingkahnya.

"Hanya mencoba membuktikan rumor." Jawabnya singkat. Jawaban yang membuatku lebih penasaran lagi.

"Rumor?" Tanyaku. Aku berhenti berjalan dan menghadap Earl yang terpaksa ikut berhenti untuk bicara denganku. Kami sudah berjalan cukup jauh namun belum juga keluar kampus. Kadang Luas kampusku ini cukup menyebalkan juga kalau aku sedang buru-buru. Dan lagi, dilarang menggunakan mobil di dalam aera kampus. Meski peraturan itu tidak berlaku untukku, namun sekali lagi, demi image sempurnaku sebagai putri, aku tidak ingin tampak menyombongkan diri didepan yang lain.

"Kamu tidak tahu, diluar sana beredar rumor kalau putri kerajaan plenamory secantik dewi Aphrodite. Detail wajahnya sempurna, tanpa cacat sedikitpun. Ditambah lagi kepribadiannya yang anggun dan santun. Sungguh putri impian semua kerajaan. Bahkan rumor itu berkembang sampai ke Northen, negara kecil nan terpencil di ujung utara sana." Jelas Earl panjang lebar.

"Hemm, apa aku harus tersanjung dengan ucapanmu?" Tanyaku datar. Bukan apa-apa, pujian seperti itu sudah sangat-sangat sering kudapatkan. Terlalu sering mungkin?

"Tidak perlu. Aku kan cuma menceritakan rumor kepadamu." Jawab Earl tak kalah datar.

"Lalu bagaimana menurutmu setelah melihatku langsung?" Tanyaku penasaran.

"Kamu memang cantik dan sangat anggun Emily. Tapi maaf aku harus mengatakan ini... Pacarku.. jauh lebih cantik darimu." Ucap Earl pelan tepat disamping telingaku.

Well, aku memang tak mengharapkannya mengucapkan akulah gadis tercantik didunia ini. Tapi, membandingkanku dengan pacarnya? Yang benar saja! Aku bahkan sangat yakin kalau jawabannya sangatlah subyektif.

"Benarkah? Kalau begitu, kapan-kapan aku harus bertemu dengan gadis yang JAUH lebih cantik dariku ini!" Jawabku pedas. Jawaban yang akhirnya sangat kusesali karena aku jadi terlihat cemburu karena ada gadis lain yang lebih cantik dariku. Aku sungguh bukanlah orang yang seperti itu.

"Cemburu hah? Apa hanya dalam satu malam ketampananku sudah berhasil menyandung hatimu sampai jatuh?" Tanya Earl dengan senyum lebar. Meski aku tahu dia sedang bercanda. Tetap saja hal itu sangatlah menyebalkan!

"Siapa yang cemburu?! Dan apa maksudmu dengan menyandung hati hah?! Kalimat macam apa itu? Sungguh tidak pantas diucapkan seorang pangeran!" Ucapku sambil berlalu pergi. Aku tidak mau Earl melihat wajahku yang sudah memerah sempurna. Bukan! Ini bukan karena jatuh cinta atau hal bodoh semacamnya. Ini karena aku sangat malu dengan kata-kataku sendiri.

Sepertinya mulai sekarang hari-hariku akan menjadi lebih panjang dan lebih melelahkan dari sebelumnya. Dan ini semua karena pangeran sedikit tidak waras itu!!

*******************

To Be Continue


Edited 12 Mei 2020

Bagaimana menurut kalian?

Kasih komentar ya, agar aku tahu bagaimana respon kalian terhadap cerita ini

Vote nya jangan lupa ^_^

Loving u all

Prince AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang