Chapter 11

1.1K 107 25
                                    

"Sayang, ayo makan dulu!"


Wajah Levi keluar dari bantal. Matanya memerah akibat kekurangan tidur.

"Kau saja."

Eren membuat wajah memelas, "Aku ingin sarapan dengamu."

"Eren, biarkan aku beristirahat! Kau bilang kita akan selesai saat matahari terbit, tapi matahari sudah terbenam sekarang."

Eren mempertahankan wajah memelasnya. Levi tidak tega melihatnya.

"Ya sudah."

.
.
.
.

"Ayo naik! Sudah larut malam," Eren terus berkumandang. Levi menatapnya tajam, seolah matanya dapat mengeluarkan laser hingga kepala Eren berlubang.

"Pembohong," olok Levi pedas. Eren meringis. Jika sudah seperti ini, Levi akan mengomelinya sepanjang perjalanan, dan itu melelahkan telinganya.

"Iya, maaf-"

"Cih!" Eren mengulum senyum kesedihannya. Levi benar-benar marah padanya. Tangannya bergerak mengambil pergelangan tangan kekasih manisnya itu. Dirematnya pelan pergelangan tangan yang lebih kecil dari miliknya. Levi memalingkan mukanya. Tidak ada semburat merah di pipinya, pertanda Levi benar-benar kesal, "Jangan membujukku! Lihatlah sekarang! Pantatku nyeri tapi kau malah menggunakan motor. Kemana otak jeniusmu itu, Yaeger?" Sentak Levi.

"Maaf, maafkan aku. Hanya saja, kemarin suasananya sangat romantis, jadi aku memikirkan untuk membawa motor saja. Tak akan kuulangi lagi. Aku janji," Eren berkata selembutnya, tak ingin membuat Levi tambah murka.

"Motor hanya akan memperparah keadaanku saja sedangkan kau menikmati siksaanku ini. Sudahlah, aku naik taksi saja."

Eren menggeleng, "Jangan! Kumohon jangan! Aku menyesal membawa motor, dan aku akan membawa mobil jika akan berkencan denganmu. Tolong, maafkan aku!" Eren menunduk. Para pejalan kaki yang berlalu lalang di depan hotel menatap aneh kedua pasangan yang sedang bertengkar. Levi yang melihatnya pun iba. Tangan kanannya yang bebas mengusap pipi kiri Eren. Eren pun mendongak.

"Iya, kumaafkan. Aku juga minta maaf, membentakmu di depan banyak orang. Kau pasti malu. Maaf, menjatuhkan harga dirimu," Levi berkata dengan penuh penyesalan. Eren tersenyum lebar. Tubuhnya kembali ditegakkan dan memeluk tubuh Levi. Posisi duduk di motornya sekarang membuatnya lebih pendek dari Levi, dia menyukainya. Levi pun mengelus rambut bagian belakang Eren.

"Ayo pulang sekarang," Eren menyudahi acara pelukannya dan mengambil posisi berkendara yang baik. Levi pun segera duduk di belakang Eren, walaupun pantatnya nyeri luar biasa, dan memeluk tubuh kekar Eren dari belakang. Motor Eren pun menembus deretan kendaraan lainnnya di jalan raya yang ramai.

Levi sesekali meringis kesakitan apabila pantatnya menghantam joknya terlalu keras saat ada lubang ataupun tanjakan di jalan. Eren pun berusaha agar motornya tidak terlalu menyakiti Levinya.

Sesampainya di rumah Levi, Levi turun dan berdiri di samping motor menghadap Eren.

"Terima kasih, untuk kemarin sampai hari ini. Soal tadi, aku menyesal membentakmu," jari telunjuk dipilin sendiri. Dia malu terhadap Eren. Seharusnya dia tidak membentaknya, bahkan mengatainya, di depan banyak orang. Dia tidak bisa membayangkan jika Eren melakukan itu padanya. Pasti dia akan merasa sangat malu.

Tangan kiri Eren menyentuh kedua tangannya dan digenggam erat. Senyum menawannya membuat Levi tambah merasa tidak enak, "Tidak apa-apa. Salahku juga, tidak memikirkan ini lebih jauh lagi kemarin."

Levi menggeleng, "Tidak! Kau tidak bersalah. Aku yang terlalu berlebihan."

Eren menatapnya dalam. Dia bersyukur memiliki kekasih sepengertian Levi. Dia mulai membayangkan masa depannya dengan Levi jika mereka terus bersama seperti ini. Menyenangkan sekali.

Am I Your Boy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang