Bab Satu

35.9K 1.3K 34
                                    

It's Okay. This is Love : Bab Satu

---Arabella---

Hiyaaaahh...!!

Wajahku hampir mendarat di lantai saat keluar dari lift, tersandung celah pintu.

Jatuh tersungkur dengan kedua tangan dan lutut menyangga tubuh sama sekali tidak bisa dibilang keren.

Dasar kaki norak!

Sepatuku yang biasanya paling tinggi cuma tujuh senti, dan itupun jarang kupakai lantaran bikin pegal setengah mati, hari ini aku malah nekat pakai sepatu setinggi dua belas senti yang Sabtu lalu baru aku beli. Iri melihat perempuan yang kerap wara wiri bersama bosku terlihat tinggi semampai. Seolah sepatu berhak maut itu mampu menambah kesan feminin nan elegan.

Suer deh! Waktu aku coba di toko kemarin rasanya nyaman dipakai. Aku juga semakin percaya diri karena sol di bagian depan sepatu ini juga lumayan tinggi.

Tapi sewaktu kupakai mengejar Kopaja di terminal Blok M pagi tadi, rasanya kakiku hampir patah. Dan selama berjalan kaki ke kantor, setidaknya aki hampir jatuh terjengkang sebanyak tiga kali.

Dasar sial! Mau kelihatan cantik malah jadi menyedihkan begini.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya suara bariton kepadaku, disusul sebuah tangan maskulin terulur ke arahku.

Maluuu...

Meringis, kuberanikan diri mengangkat wajahku yang kuyakin memerah.

Uh-oh! Rahangku jatuh ke karpet. Semoga nggak ada lalat yang punya nyali mendarat di dalamnya. Ganteng banget sih. Alis tebal, hidung mancung, bibir tipisnya terlihat seksi, kulitnya kekuningan khas Asia. Cute. 

Melihat tampang begoku, laki-laki yang gantengnya hampir menyamai Lee Min Ho ini tersenyum ramah. Meraih kedua lenganku, membantuku berdiri. Jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya saat ia menyentuh lenganku. Erat-erat kucengkeram tangannya, susah payah mengangkat tubuhku.

Rok pensil ketat dan high heel? Hmmm... sama sekali bukan kombinasi yang bagus untuk mendarat dilantai. 

Terdengar suara ting! dari lift di belakang disusul pintunya menggeser terbuka. 

"Kalian ngapain berdiri dempet-dempetan di depan lift begitu?" Suara Alfariel--bos sekaligus sahabatku--menginterupsi. Mengalihkan keterpakuanku dari wajah pria tak ku kenal ke wajah Alfariel. 

Kalau pria yang tak ku kenal ini ganteng, nah Alfariel ini gantengnya kebangetan dan nggak ketulungan lagi. Segala kelebihan ras arya ada dalam dirinya. Tingginya sekitar 185 sentimeter, hidungnya mancung bangir, matanya keabu-abuan sewarna dengan mata ibunya yang memang asli Perancis. Belahan di dagunya tersamarkan oleh bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar rahang dan celah antara hidung dan bibirnya yang merah. Tubuhnya atletis tapi tidak berlebihan. Kulitnya sedikit kecoklatan akibat hobinya yang senang berolah raga luar ruangan. 

Tapi karena aku sudah mengenalnya lebih dari sepuluh tahun, jadi ketampanannya itu seolah tak berlaku untukku. Aku sudah kebal oleh senyumnya yang kuyakini mampu membuat seluruh wanita muda di seluruh Indonesia menelanjangkan diri dengan suka rela dihadapannya. 

Menyadari kondisiku sekarang, buru-buru aku melepaskan cengkeraman tanganku dari lengan pria dihadapanku. Menepuk kedua telapak tanganku seraya membersihkan diri dari debu-debu yang tak nampak. Tergesa mengambil langkah mundur yang akibatnya malah membuat kakiku kembali goyah. Hampir saja pantatku mendarat kalau bukan pria di sebelahku menahan lenganku. 

"Pelan-pelan," ucapnya. 

"Eh! Um... Terima kasih," suaraku mencicit. Terdengar bergetar karena gugup bercampur malu. Kayaknya ini sepatu mesti langsung masuk ke gerobak tukang loak aja deh. Dari pada bawa bencana begini. 

It's Okay. This is LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang