Percikan air dingin menyerbu wajah Lidya yang tengah tertidur pulas. Lidya mengerjapkan mata dengan malas dan membuka awal dunianya lagi.
Lidya berdecak kesal ketika melihat pelaku yang tengah memercikkan air yang tidak dia inginkan. "Lo kenapa ada di sini?"
Lidya bergelung selimut lebih dalam, rasanya ia teramat malas untuk melakukan apapun di hari liburnya. "Ga sopan banget," sambung Lidya tidak mempedulikannya.
"Bangun!" tegas Oxy yang menyilangkan tangannya menunggu Lidya bangun.
"Ogah! Ini hari libur, gue butuh istirahat. Ga mungkin lo ngadain rapat aneh lo hari ini," tolak Lidya tidak peduli. Rasa kantuknya semakin menjalar dari mata ke mata.
"Ikut aku! Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat!" perintah Oxy. Lidya tidak menggubris ataupun menyingkap selimutnya.
"Ogah! Gue males, lagian siapa yang nyuruh lo masuk ke kamar gue sama Aluna? Lagian di mana Aluna?"
"Aluna sudah pergi, ia ada tugas sekolah. Kau harus ikut aku! Atau tidak ...."
"Atau apa?" potong Lidya masih tetap dengan posisinya.
Segelas air kini tersiram di wajah Lidya membuatnya gelagapan, ia tidak hentinya mengumpati tingkah Oxy yang tidak berakal. "Lo itu waras atau enggak sih? Pake nyiram gue segala. Lagian lo mau ngajak gue ke mana coba?"
Lidya menyingkap selimutnya dan menatap Oxy dengan teramat kesal. Rambutnya sedikit acak-acakan dan baju tidur yang ia kenakan.
"Apa yang aku bilang." Oxy tanpa izin langsung menarik Lidya untuk mengikutinya. Lidya meronta namun sia-sia.
'Nih orang dikasih hati malah minta jantung, dikasih jantung minta nyawa, dikasih nyawa minta malaikat maut kali," gumam Lidya menatap malas Oxy.
Oxy seperti dalam kemenangannya, ia senantiasa menarik Lidya masuk ke dalam mobilnya tanpa mendapatkan perlawanan dari gadis itu.
Lidya masuk dan menatap Oxy dengan tajam. "Jangan tutup kacanya."
Oxy menghentikan kehendaknya. Ia menatap Lidya heran seraya menaikkan satu alisnya. "Kenapa?"
Lidya bungkam, ia memalingkan wajahnya dan menyeruakkan kepalanya keluar kaca mobil sambil melirik ke arah kanan dan kiri menatap satpam Oxy yang berdiri tegap.
"HEY SIAPA SAJA! TOLONG GUE.. GUE DICULIK. TOLONG!!!" teriak Lidya terlihat sangat dramatis. Oxy ternganga dengan tingkah Lidya yang membuatnya sontak menggaruk kepalanya.
***
Mobil telah terparkir, lingkungannya teramat asing bagi Lidya. Sebuah taman singkat yang pertama kali ia lihat dan beberapa orang melintas dengan pakaian santai dan rapi. Sedangkan dia? Lupakan.
Oxy membuka pintu mobilnya dan keluar dari mobil. Sementara itu Lidya tetap duduk dan menyenderkan punggungnya tanpa rasa bersalah. "Ikut aku!"
"Ogah! Lo itu seneng banget keknya merintah orang! Ga di kantor, di rumah, di sini lo sama aja," decak Lidya kesal.
"Ayolah," bujuk Oxy memelankan suaranya. Lidya menatapnya tajam lalu memejamkan mata, ia sangat mengantuk rasa lelahnya bertubi setelah mengerjakan tugas dan hanya tidur selama satu jam.
"Mau bangun atau mau aku angkat?" tegur Oxy yang kini tengah bergerak ke sisi lain mobilnya. Lidya langsung membuka matanya dan keluar dengan secepat kilat.
Oxy tersenyum sumringah, Lidya menatapnya dengan sengit. Gendang perang telah berdendang riang.
Lidya dengan sangat terpaksa mengikuti langkah kaki bosnya itu. Ia menunduk ke bawah sambil sesekali menutup mulutnya karena menguap.
Oxy menggenggam tangan Lidya dengan erat, sontak saja Lidya membulatkan matanya lagi, rasa kantuknya terasa sirna. Lidya menggeram menatap ujung tangan Oxy yang menyentuh tangannya dan meliriknya dengan malas
Akhirnya mereka sampai ke sebuah kursi taman yang menghadap ke sebuah danau buatan. "Jadi, kenapa lo ngajak gue kesini?"
"Ada yang mau aku tunjukkan padamu," guman Oxy menyilangkan tangannya ke belakang dan menyandarkannya.
Lidya menatap sengit orang-orang yang menatapnya dengan tatapan yang membuat kekesalannya memuncak. Lidya menghela nafanya berat seraya mengumpulkan tiap elemen yang bernama kesabaran.
"Lo itu punya hati ato enggak sih? Lo ngajak gue kesini tapi ga liat kondisi gue! Coba lo liat, kondisi lo masih ada bagus-bagusnya pake jas rapi. Lah gue? Rambut acak-acakan, pake baju tidur, sendal jepit kek gini, mata gue merah kek gini!" amuk Lidya menguap. Ia menatap Oxy dengan penuh sesal.
"Sudahlah jangan kesal seperti ini. Apa yang kini kau kesalkan?" tenang Oxy.
"Lo tanya apa yang gue keselin? Pemikiran lo itu yang kebangetan!" kesal Lidya yang tidak habis pikir.
"Coba kau buka ikat rambutmu, biarkan rambutmu tergerai dan kau akan terlihat lebih cantik," lirih Oxy setengah berbisik ke telinga Lidya.
"Cantik? Mata lo yang seliweran! Kalo gue gerai nih rambut yang ada gue sama pengemis pinggir jalan kagak ada bedanya," amuk Lidya sambil mengacak-acak rambutnya, Oxy kini terkekeh geli.
"Oxy kau ada di sini?" sapa Bianca dengan penuh harap. Lidya menatapnya sinis dan kehadiran Lidya membuat panas hati Bianca.
"Jangan tatap tunanganku seperti itu," tegur Oxy lalu menggenggam tangan Lidya dengan mesra.
"Tunanganmu? Apa yang kau katakan?! Tidak.. Ini tidak mungkin! Kau tidak serius mengatakan ini!" sangkal Bianca dengan heboh. Ia menatap Lidya penuh murka.
"Berani-beraninya kau merebut tunanganku! Kau pikir kau siapa? Lihat saja dirimu! Kau tidak terurus dasar kau jalang!" bentak Bianca tidak terima.
"Bentar lo bilang ngerebut tunangan lo? Gue ga ngerebut tunangan lo dan jangan sebuah dia tunangan lo karena dia adalah calon tunangan gue. Kenapa dia tertarik dengan gue? Secara gue lebih cantik berkali-kali lipat dari lo dan lo ga ada apa-apanya. Gue muak di sini, pagi gue seakan malam pas liat muka lo," cerca Lidya lalu berdiri dan menarik Oxy menjauhi Bianca.
Mereka berjalan begitu jauh, berseberangan di tempat semula. Lidya menendang batu kerikil dan sering kali mengenai tungkai Oxy.
"Semua bermula dari sini," gumam Oxy menghiraukan tendangan kerikil itu.
"Dari sini? Maksud lo apa?" tanya Lidya penasaran.
"Dulu, aku dan keluargaku sering menghabiskan banyak waktu di sini dari pagi sampai sore kami tidak bosan hanya untuk sekedar berjalan mengitari danau buatan ini. Namun, beberapa masa membuat satu persatu dari kami menghilang dan menyisakan kami berdua. Dan jika kau mau tau, ayahku pernah bercerita jika dia dan ibuku pertama kali bertemu dan saling mengenal di sini," jelas Oxy. Seketika matanya yang sering terlihat tegar namun sendu sedetik setelah mereka saling menatap.
"Mengapa kau seperti ini? Aku tau beban masalahmu tapi jangan bertingkah seperti ini.... Ayolah muak gue pake bahasa kek gituan jangan sedih lagi. Gue suka karakter lo yang keras dan aneh itu, kalo lo sendu kan ga ada yang buat kesel gue," bujuk Lidya dengan salah tingkah.
"Awas!"
Lidya menoleh ke belakangnya, sebuah mata pisau mengarah tepat ke wajah Lidya. "..."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Teen FictionBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...