27. Rencana Pembunuhan

9K 1.4K 23
                                    

"Sedang bicara dengan siapa kamu? Riyan? Rahayu?" Tiba-tiba beberapa orang tak di kenal datang menghampiri Acha. Orang yang barusan bertanya adalah Mirna.

"Mbak Mirna? Kenapa mbak tahu saya ada di sini?" Acha terlihat takut dengan orang-orang yang ada bersama Mirna. Mirna kini bersama dua orang lelaki berbaju hitam.

"Bawa dia." perintah Mirna tegas kepada kedua pria suruhannya itu.

Acha berusaha kabur tapi sia-sia, dengan cepat kedua pria itu menangkap Acha dan salah satunya menyumbat mulut Acha dengan sapu tangan yang sudah di beri obat bius.

Pandangan Acha mulai pudar dan tak lama kemudian ia tak sadarkan diri.

****

Guntur melirik jam di dinding kamarnya, sudah pukul tujuh lewat lima belas menit malam. Saat itu angin bertiup kencang di luar sehingga gorden jendela kamar bergoyang.

Guntur berjalan hendak menutup jendela, sesaat kemudian ia membatalkan niatnya. Tampak samar-samar sesosok perempuan berdiri di depan rumah Guntur.

Saat itu lampu di halaman rumah memang sedang rusak sehingga tidak terlihat jelas siapa yang sedang berdiri itu.

"Kenapa dia terus memperhatiin rumah gue ya?" Guntur membatin.

Lama sekali perempuan itu berdiri seperti sedang menunggu seseorang dari rumah Guntur.

"Siapa di sana?" tanya Guntur pada perempuan yang tak terlalu kelihatan sosoknya itu.

Tiba-tiba sebuah foto terjatuh dari atas meja belajar Guntur. Lelaki itu segera melihat foto yang jatuh tersebut.

Itu foto Guntur saat bersama Acha.

"Acha."

Buru-buru Guntur menghampiri jendela lagi, sosok yang tadi telah hilang.

Kini aroma melati mulai memenuhi kamar Guntur.

"Gue yakin ada yang lagi nggak beres sama Acha."

Guntur segera bergegas mengambil ponselnya dan menelpon Acha.

Terdengar nada sambung beberapa kali tapi tak kunjung di angkat oleh Acha. Guntur lalu menghubungi Alvin.

"Halo, Vin."

"Iya, Tur. Ada.... "

"Apa ada Acha di dekat Lo sekarang?"

"Nggak ada, dari kemarin gue udah nggak menghubungi dia."

"Gue merasa ada yang nggak beres sama Acha, gue udah coba telpon tapi gak di angkat. Kabari gue kalau Lo tahu keberadaan Acha." Guntur lalu mematikan telponnya.

Kini aroma melati berganti aroma darah tercium oleh Guntur di kamarnya.

"Selamatkan.... Selamatkan Acha.... " terdengar seperti seseorang sedang berbisik pelan di samping Guntur.

Tanpa pikir panjang lagi Guntur segera bersiap keluar untuk mengambil motornya.

"Ma, Guntur pamit pergi bentar ya."

"Lho bukannya tadi kamu bilang capek dan mau istirahat?"

"Nanti aja Guntur istirahatnya, Ma."

"Yaudah hati-hati di jalan ya."

"Iya, Ma. Guntur pergi dulu. Assalamualaikum."

"Waaalaikumsalam."

****

Acha kini sudah sadarkan diri, di lihatnya sekelilingnya. Ia berada di halaman belakang sebuah rumah.

"Dia udah bangun, Bos." ujar seorang pria pada perempuan yang kini sibuk memeriksa sebuah tanah yang telah di gali di depannya. Dia Mirna.

"Putri tidur sudah bangun rupanya." Mirna menyeringai.

"Hmm... Hmmm... " Acha berusaha berteriak tapi tidak bisa karena mulutnya di tutup dengan lakban hitam.

"Dokter Riyan." Acha menyebut nama itu di dalam hati, air matanya terus mengalir membasahi pipi Acha.

"Acha.... " terdengar suara dokter Riyan memanggil Acha.

Acha memandang sekelilingnya, tampak beberapa sosok makhluk gaib.  Di antara mereka tidak ada Dokter Riyan.

Sesaat kemudian sosok Rahayu muncul beberapa meter di depan Acha.

Acha teringat akan jimat yang ia bahas bersama Dokter Riyan. Kini Acha yakin Mirna mempunyai sebuah jimat, sebab makhluk-makhluk gaib yang ada di sekitarnya tidak berani mendekati Mirna.

Seperti sudah di rencanakan sebelumnya, salah satu orang suruhan Mirna membuka lakban yang sedari tadi menutupi mulut Acha.

"Ucapkan kalimat terakhirmu, Acha Putriasya." Mirna menatap tajam Acha.

"Kenapa mbak bisa sejahat ini? Kenapa mbak?" tanya Acha gemetar ketakutan.

"Karena aku terlanjur menjadi pembunuh."

****

Angin semakin kencang, tampaknya sebentar lagi akan turun hujan. Kini Guntur dan Alvin berdiri di depan rumah Mirna yang tampak gelap tanpa penerangan.

"Lo yakin?" tanya Guntur pada Alvin.

"Gue yakin, sebelum gue nyuruh Lo kesini gue udah periksa jalannya juga. Sekitar sepuluh menit dari sini ada mobil yang di tinggal pemiliknya."

"Hubungannya apa sama rumah ini?"

"Gue udah tanya warga sekitar dan mereka nggak kenal sama pemilik mobil itu. Lo pikir dong, mana ada orang mau ninggalin mobilnya di tempat sepi gitu. Menurut warga yang gue tanyain, mobil itu ada di sana sehabis magrib tadi."

"Bisa aja pemilik rumah ini udah pindah." ujar Guntur.

"Sesuatu yang Acha cari selama ini ada di rumah ini, pemiliknya pasti akan kembali ke rumah ini."

Guntur dan Alvin mengetuk pintu beberapa kali.

"Acha! Acha!" Guntur berusaha membuka pintu rumah yang terkunci dari dalam itu

"Acha! Ini Alvin, Cha."

"Guntur! Alvin! Bantuin Acha." Acha berusaha berteriak semampunya.

****

Mirna yang kini sudah semakin dekat dengan Acha menghentikan langkahnya.

"Kenapa bisa ada yang tahu kalau kita di sini?" tanya Mirna pada kedua orang suruhannya.

"Kami tidak tahu, bos. Akan saya cek ke depan, Bos" ujar salah satu dari mereka.

"Sekalian aja berdua, kalau bisa lelaki berdua itu di bawa kesini."

"Baik, bos." kedua orang suruhan itu segera bergegas menghampiri Guntur dan Alvin.

Kini hanya Acha dan Mirna yang berada di halaman belakang.

Angin di berhembus semakin kencang, kini aroma melati terasa sekali di halaman belakang itu.

"Kalian nggak akan bisa menyakiti aku! Kalian sudah mati, lihat ini! " Mirna mengacungkan jimatnya tinggi-tinggi."

Acha yang bisa melihat makhluk gaib melihat Rahayu menggenggam erat pisau berlumut darah.

Tiba-tiba pot bunga gantung yang berada di pintu belakang itu terjatuh satu persatu.

"Mbak akan dapat balasan atas semua kejahatan yang mbak lakukan."

"Kami bergantung padamu, Cha. Kamu harus rebut jimat milik Mirna dan hancurkan jimat itu." ujar Dokter Riyan. Kini Acha bisa melihat sosok dokter itu berada beberapa meter di depannya dan berdiri bersama makhluk lain yang tak bisa mendekat karena jimat milik Mirna.

"Kenapa kamu? Mau mencoba melawan?" tanya Mirna tajam.

Acha berpikir keras, sejujurnya ia juga tidak tahu harus melakukan apa saat kedua tangan dan kakinya di ingat begini. Tapi Acha juga memikirkan Dokter Riyan dan semua makhluk gaib yang hendak menuntut balas kepada Mirna. Hanya manusia yang bisa mengambil jimat itu.

"Achaa!" teriak Guntur, sahabat Acha itu datang dengan tubuh lebam dan luka pukulan dari anak buah Mirna tadi.

Mencari JasadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang