Laki-laki Tua

177 3 0
                                    

Api dipetromak makin elok manari-nari. Kadang terang, kadang redup dan mata Nur Lela masih setia menatapnya lekat-lekat. Dengan tatapan kosong sebab pikirannya lari dibawa ilusi. Terus saja ia bayangkan kejadian yang lalu.

Hingga sebuah suara memulihkan segala pikirannya.

"LELA!!!" suara lelaki dari luar sembari mengetuk pintu kuat-kuat. "LELA kau didalamkan?"

"Iya sebentar" jawab Nur Lela, sembari berlari kecil. Ia bukakan pintu dengan tergesa-gesa. Muncul Lelaki usia 60 tahunanan membawa sebuah lampu petromak dengan raut kecemasan diwajahnya muncul dari balik pintu.
"Ada apa mbah wa?" Ucap Nur Lela.

"Asta demam tinggi"

Tanpa jawaban apapun. Nur Lela langsung mengambil petromaknya dan menutup pintu lalu keluar, berjalan berdampingan dengan mbah Wangso.

Dijalan raut wajah mereka sama-sama penuh kecemasan. Tak ada perbincangan yang terlontar. Sebab lubang-lubang dijalan serta tanjakan sudah sangat menguras tenaga. Dan makin bangkai lagi sebab tak ada penerangan selain lampu petromak yang mereka bawa. Oncor-oncor sepanjang jalan sudah mulai hilang bersamaan dengan semakin keluar mereka dari pedesaan. Tujuan mereka ada dipinggir desa, dekat desa seberang.

Setelah berjalan hampir setengah jam. Mereka sampai disebuah rumah yang mirip gubuk. Lantaran ukurannya yang minimalis dengan dinding bambu yang usang.

Tanpa menunggu dipersilahkan masuk oleh sang tuan rumah yang tidak lain adalah mbah Wangso. Nur lela langsung melepas alas kaki dan masuk ke dalam rumah dan mendapati anak laki-laki yang terbaring. Keringat anak laki-laki itu sejagung-jangung dan badannya menggigil.

Cepat-cepat Nur Lela menyiapkan kompres dan meletakkannya pada dahi anak laki-laki tersebut.

"Maafkan saya Lel karena telah merepotkanmu. Saya tak tahu harus bagaimana, sebab dulu ketika Asta sakit istri saya yang selalu mengobatinya" ucap mbah Wangso sambil menepuk pundak Nur Lela

"Tak apa mbah, ini bukan apa-apa. Asta sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri"

Mendengar jawaban Nur Lela mbah Wangso merasa malu dan menundukkan kepala, tanpa mampu berbicara apa-apa.

Sedang Nur Lela kembali sibuk mengganti kompres.

Ia trus mengganti kompres sang anak laki-laki sampai sang anak tertidur. Bahkan mbah Wangsa pun ikut tertidur diluar.

***

MaharTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang