Prolog

3.1K 204 15
                                    

Nemu cerita ini dari siapa?

Lapak romance. Karena Alwi udah berumur dewasa, jadi aku belokin ke genre roman. Walaupun tokoh Lentera masih kisaran anak SMA. No problem, kisahnya akan lebih rumit. So, semoga suka.

***

Alwi mendesah pendek, hembusan napasnya terasa hangat untuk situasi lingkungan yang sedang dingin pagi itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alwi mendesah pendek, hembusan napasnya terasa hangat untuk situasi lingkungan yang sedang dingin pagi itu.

Dengan langkah berwibawa, ia memantapkan niat dan tujuannya mendatangi bangunan yang ramai setiap detiknya.

Sejujurnya, sekalipun tubuhnya berada di sini, Rumah Sakit Jiwa. Namun hatinya bersemayam di tempat lain. Ya, Alwi adalah lelaki yang gagal move on. Bukan. Bukan gagal. Sebenarnya selama ini ia tidak pernah melupakan mantan. Mantan? Apakah kalau tidak ada kata putus bisa disebut mantan?

Lagi pula, perempuan itu sangat Alwi sayangi sepenuh hati. Membayangkan wajah ayunya, Alwi tersenyum getir. Sudah lebih dari lima tahun Alwi meninggalkannya. Ya, ia dan segala kekejamannya memilih menuruti permintaan papanya untuk mendalami sekolah Psikologi.

Semua sudah berlalu, tapi hati Alwi belum merdeka. Ia ingin menuntaskan masalah hatinya. Ia ingin mengulang semua dari awal. Tapi, percuma. Saat ini mungkin Hanny sudah melupakannya. Mungkin sudah menikah? Memiliki anak? Ah, Alwi terlalu sesak akan kenyataan itu kalau Hanny benar-benar sudah berumah tangga.

Tapi, itu lebih baik. Hanny harus bahagia.

Langkah Alwi terhenti saat mendengar jeritan keras dari ujung lorong yang sepi. Seperti ruangan yang tidak terpakai. Buru-buru Alwi menghampiri takut terjadi sesuatu dari salah satu pasien jiwa di sana.

Alwi berdiri di depan ruangan yang tertutup rapat. Dari dalam sana, jeritan itu berasal. Tak hanya itu, sebuah benda-benda yang di banting itu pun terdengar menggema.

"Siapa di dalam? Apakah anda baik-baik saja?"

Jeritan itu tak kunjung berhenti. Alwi panik, bagaimana bisa pihak Rumah Sakit Jiwa itu membiarkan salah satu pasiennya menderita? Mengapa tidak satupun orang yang datang memeriksanya?

Alwi semakin kalut, ia menggedor pintu lalu beralih ke jendela. Sial. Bahkan dari jendela saja ia tidak bisa menerawang suasana di dalam. Kaca itu gelap.

"PERGI KAU!"

"JANGAN SAKITI AKU!"

"TOLONG JANGAN DEKATI AKU!"

Alwi terdiam dengan dada yang bergemuruh hebat. Apakah perempuan di dalam baik-baik saja?

"Kamu tidak akan bisa sembuh."

"Karena kamu harus mati."

Klek

Pintu terbuka. Alwi terkesiap menampilkan raut sesantai mungkin. Tapi, seorang lelaki berjas putih itu tampak terkejut mendapati Alwi di depan pintu.

"Kamu?" ucapnya dengan raut datar, serius dan bersitegang.

"S-saya, Alwi. Anaknya Dokter Ikhwan."

"Oh, selamat datang Dokter muda. Mari saya antar ke ruangan kamu."

Alwi di rengkuh oleh tangan kekar itu. Lalu bagaimana keadaan perempuan yang tadi berteriak? Siapa dia? Apakah dia gila? Atau?

Lelaki berjas putih dengan nametag Dr. Gavin itu menatap Alwi dengan sorot tajam.

"Apa yang kamu dengar tadi, Alwi?"

***

Hallo! Akhirnya bisa di publish juga. Updatenya nggak akan rajin, ngaret pastinya wkwkwk.

Ada yang kenal Alwi? Masih ingat Alwi?

So, here you are.

Bagi yang kurang puas sama kisah Alwi di ending cerita SEDSS. Di sinilah dunia Alwi berada.

Selama ini hidup Alwi .....

See you di next part❤❤

My Perfect PsikiaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang