Lidya mengerjapkan matanya dan melihat ke sekelilingnya. Ruang yang tidak begitu hampa.
"Kakak!! Kakak sehat kan?!" teriak Aluna riang namun terdengar getir di penghujung kalimatnya. Lidya menghela nafas lalu mengangguk.
Ia kembali memusatkan pikirannya sekaligus mengenang apa yang terjadi sebelumnya. Ia bertemu dengan Zhiro, lelaki itu sama seperti dulu dengan kokohnya berdiri di hadapannya, tatapan sedu dan membuat Lidya merasa teramat amat tidak hilang terkias waktu.
Namun runtuh harapannya, ia menyadari jika semuanya hanyalah mimpi. Mimpi di siang hari yang buruk, entahlah dia tidak dapat mengungkapkannya.
"Lo bisa diem gak!" perintah Gio lekas. Lidya melirik ke sebelah kirinya, tepat di ujung kakinya duduklah lelaki itu dengan raut wajah yang berbeda.
"Kakak.. Aku takut kau kenapa-kenapa," lirih Aluna mendekati Lidya. Lidya hanya tersenyum kecut.
'Gue udah ga kenapa-kenapa lagi. Lo bisa liat fisik gue membaik tapi enggak dengan pikiran dan hati gue,' batin Lidya.
"Kalian berdua bisa keluar dari sini? Ada hal yang mau gue omongin ke Lidya dan ini privasi," tutur Gio pelan. Ia menatap ke arah Oxy dan Aluna secara bergantian, seakan mengerti Oxy langsung keluar dari kamar dan menyisakan Aluna yang berdiri dengan tidak terima.
"Tidak bisa! Ini kamarku dan kau yang harusnya keluar dari sini!" bantah Aluna dengan segala keberaniannya. Penentangan seperti ini sangatlah mudah bagi dirinya.
"Lo mau gue pergi? Kalo gue pergi dari sini sekarang, gue bakal bawa Lidya sama gue." Mata Aluna seketika langsung berkaca-kaca dan menunduk lemas. Ia menjatuhkan kunci kamarnya lalu keluar.
Gio menyambut kunci kamar tersebut dan mengunci kamarnya. Ia kembali mendekati Lidya.
"Ada apa?" bisik Lidya setelah kehadiran Gio kembali di dekatnya.
"Apa yang terjadi?" tanya Gio dengan nada yang tak luput akan rasa khawatir.
"Gue sekedar jalan pagi sama Oxy dan mereka dateng. Gue ga kenal mereka, tapi mereka maksa gue buat ikut nemuin bos mereka," jelas Lidya melirih.
"Lalu?"
"Mereka nyerang, gue bales. Di akhir gue lengah dan mereka berhasil mukul belakang gue," jawab Lidya dengan lemas. Ia menatap lelah Gio dan menundukkan kepalanya. Tangan Gio menggenggam tangan Lidya dan lembut dan tangannya yang lain menyisipkan rambut kecil Lidya ke belakang telinganya.
"Untungnya lo gak apa-apa, gue belum tau mereka siapa. Gue ada acara ngumpul di sana dan satu dari anak buah gue yang nolong Oxy buat nyerang lo. Gue percaya lo aman sama Oxy, tapi…."
"Tapi apa Gio?"
Gio memutar bola matanya dan menatap langit-langit kamar tersebut. Ia menghela nafasnya terdengar lebih berat daripada biasanya.
"Lo harus segera ninggalin kota ini. Gue bakal berusaha buat nyari identitas lo ataupun ngeluarin lo dari segala hal ini. Gue gak mau lo kenapa-kenapa."
"Bentar, gue ga salah denger kan? Gue tadi denger kalo lo bilang bahwa ngeluarin gue dari semua hal ini," curiga Lidya menyelidik.
"Bukan apa-apa. Yang paling penting itu keselamatan lo," jawab Gio dengan tenang. Lidya menatapnya penuh curiga namun Gio dengan santainya mengedikkan bahunya.
"Emangnya lo bisa jauh dari gue?" goda Lidya sambil terkekeh geli atas ucapan yang baru saja ia lontarkan.
"Kalo enggak gimana?" tukas Gio sambil menunjukkan senyum indahnya. Lidya membalasnya.
Lagi-lagi Gio kembali mendekapnya dengan dalam. "Seperti yang gue bilang biarin gue yang ngerasain sakit lo dan ambil bahagianya gue biar lo bahagia."
"Hidup gue untuk lo dan kematian lo untuk gue," sambung Lidya. Gio memeluknya lebih dalam seakan orang yang akan berpisah berabad-abad tahun.
"Udahlah lebih baik lo istirahat lagi terus kalo udah bangun lo mandi sana, betah banget jalan-jalan pake baju tidur. Gue mau keluar ada hal yang harus gue urus," ledek Gio memelan sambil mencubit pelan pipi kanan Lidya. Lidya hanya membalas dengan terkekeh geli. Ia tidak ingin membantah lelaki itu, ia menarik selimutnya dan tertidur dengan lelap.
Malam kini telah menyambut hari Lidya yang melelahkan, setelah istirahat beberapa jam dan menyegarkan dirinya sendiri. Ia turun dari kamarnya dan bergabung dengan Aluna serta Oxy yang menunggu kehadirannya di meja makan.
"Kakak sudah benar-benar sehat?" tanya Aluna yang melihat langkah Lidya mulai datang ke arahnya.
"Seperti yang lo liat," balas Lidya singkat sambil memperhatikan kakinya. Aluna langsung menariknya untuk segera duduk di dekatnya. Oxy berdiri dan menghilang dari ruangan itu.
"Baik. Apa yang kalian bicarakan tadi? Sepertinya sangat rahasia," selidik Aluna semakin penasaran ditambah lagi ultimatum dari Gio telah dilontarkan untuk membuat Aluna pergi.
"Lo kepo!" lantang Lidya membalas rasa penasaran Aluna. Aluna hanya bisa mengerucutkan bibirnya.
Tidak beberapa lama langkah kaki datang dari belakang Lidya. Sedetik dari itu sebuah kain hitam melayang di antara dua genggaman tangan yang menutup mata Lidya. Kain hitam itu terikat kuat. "Apaan ini?"
"Maafkan aku yang tidak becus menjagamu," lirih Oxy setengah berbisik.
"Ayolah gak apa-apa, gue ga masalah yang penting lo bisa liat sendiri gue baik-baik aja di depan lo," sela Lidya tidak enak hati.
"Ada sesuatu yang mau aku tunjukkan," ajak Oxy. Ia langsung mengambil tangan Lidya dan menariknya agar mengikutinya.
Setelah beberapa langkah, mereka akhirnya berhenti. "Ada apa ini?"
"Sudah aku bilang. Aku punya sesuatu untukmu dan ini bukan sebagai ajang suap ataupun terima kasih, anggap saja ini hadiah ulang tahun dariku." Oxy langsung membuka ikatan kain tersebut dan mata Lidya membelalak heran ketika di hadapannya terparkir motor sport yang cukup terbilang mewah.
"Untukmu. Aku juga dengar jika Gio memintamu untuk segera meninggalkan kota ini."
***
6 bulan kemudian...
Lidya melangkahkan kakinya menyelusuri halaman kantor Oxy setelah memarkirkan motornya. Tidak terasa hampir satu tahun ia seperti orang terdampar di kota ini.
Ia memasuki kantor, semuanya terasa mencekam ditambah lagi sikap karyawan yang berdiri dengan pucat dan menatap Lidya dengan penuh binar.
"Ada apa?" heran Lidya yang tidak mengerti.
"Pak Oxy mengamuk," jawab mereka serentak.
Tanpa pikir panjang Lidya langsung berlari meninggalkan mereka dan pergi ke ruangannya yang berada di ruangan Oxy. Ketika membuka pintu ruangan, rasa heran menyelimuti hatinya.
"Kenapa ini Oxy?"
Lagi-lagi, mimpi buruk yang mendatanginya satu tahun yang lalu seakan terulang kembali di hidupnya. Ketika ia memasuki rumah Zhiro, kondisinya sangatlah sama.
Oxy kembali melontarkan arsipnya dengan sangar. Lelaki dingin ini seakan telah mengubah wujudnya.
"Kita akan hancur Lid! Kau harus ikut aku!"
"Hancur? Kenapa? Gimana bisa? Lo mau bawa gue kemana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔
Dla nastolatkówBook 2 of Lathfierg series Wajib baca 'Just Cause You, Just For You' terlebih dahulu! "Ini bukanlah akhir dari segalanya." Kalimat yang sering Lidya rapalkan ketika ia terpuruk jatuh, hingga ia mencoba untuk bangkit lagi dan berdiri tegap dengan men...